close

10/10/2013

Perubahan Iklim

Manokwari, Wilayah Paling Awal Alami Dampak Perubahan Iklim

Dalam satu dekade dari sekarang, diperkirakan kawasan-kawasan tropis di dunia akan menghadapi dampak perubahan iklim yang parah dan jauh lebih awal dibandingkan kawasan Arktika dan lainnya. Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal ilmiah Nature, yang terbit tanggal 9 Oktober 2013.

Selama ini, banyak studi yang dirilis hanya menyoroti penderitaan vegetasi dan satwa sebagai akibat dari perubahan iklim ini. Untuk pertama kalinya, para peneliti menaruh dampaknya terhadap manusia, apa yang akan terjadi jika kota-kota di dunia mengalami iklim yang sangat ekstrem.

Jika kondisi emisi karbon seperti saat ini, maka diperkirakan Asia Tenggara akan menjadi wilayah yang pertama kali mengalami cuaca ekstrem ini. Seperti dirilis oleh Livescience, kota yang akan mengalami kondisi perubahan iklim paling awal di dunia adalah Manokwari di Papua, di mana para ahli memperkirakan kota ini akan mencapai titik terpanasnya di tahun 2020.

Kota kedua yang akan mengalami perubahan cuaca paling panas tercepat adalah Jakarta, yang diperkirakan akan mencapai suhu paling panas di tahun 2029. Selebihnya, rata-rata berbagai kota di Asia akan mengalami cuaca paling panas di tahun 2040-an.

Seperti yang diperkirakan terjadi dengan Beijing, Cina; Bangkok, Thailand  (2046); Tokyo, Jepang (2041); dan Mumbai, India (2034). “Tahun yang paling dingin di masa depan sama dengan suhu terpanas di bumi 150 tahun silam,” ungkap Camilo Mora, ungkap penulis utama penelitian ini yang berasal dari University of Hawaii, Manoa.

Prakiraan iklim planet Bumi yang dirilis oleh para ahli ini juga meliputi tingkat keasaman air laut, pola curah hujan yang baru, dan kenaikan permukaan air laut. “Kami berharap analisis ini akan mampu membawa pesan bagi semua orang bahwa perubahan iklim kini tengah berlangsung,” ungkap Abby Frazier, salah satu anggota tim peneliti dari Univerisity of Hawaii.

Prediksi kenaikan suhu udara ini dilakukan melalui meta-analisis yang dilakukan oleh Mora dan sejumlah rekan penelitinya terhadap 39 contoh iklim yang dibangun oleh para pakar iklim secara independen dari 12 negara di dunia. Meta-analisis adalah sebuah pendekatan statistik, yang biasanya digunakan dalam dunia pengobatan, yang mengumpulkan semua data penelitian dan mempelajari tren yang muncul dari data tersebut.

Tim dari University of Hawaii melihat lebih jauh ke suhu permukaan bumi, dan melihat bagaimana satwa, vegetasi dan manusia akan merespons terhadap pola iklim yang baru, seperti kenaikan keasaman air laut, kenaikan permukaan air laut dan perubahan curah hujan.

Para peneliti memberikan dua jenis hasil  prediksi: pertama adalah hasil penelitian yang diperoleh jika manusia tidak melakukan tindakan menekan emisi karbon dan membiarkan emisi berjalan seperti saat ini, dan kedua adalah hasil dengan pengurangan emisi karbon.

Kawasan tropis akan mengalami dampak parah akibat dari iklim mereka yang stabil, ungkap para peneliti. Tidak seperti yang terjadi kawasan Arktika, di mana perubahan suhu di musim panas dan musim dingin bisa begitu berbeda, di kawasan tropis satwa dan vegetasi cenderung berada pada suhu yang kurang lebih sama sepanjang tahun.

“Kami tidak meremehkan dampak perubahan iklim di kutub, kami hanya menekankan fakta bahwa dampak terbesar yang akan terjadi adalah di wilayah tropis,” jelas Mora dalam rilisnya.

Sumber: mongabay.co.id

read more
Sains

Trio Ilmuwan Peraih Nobel Kimia 2013

Tiga orang ilmuwan menerima penghargaan Nobel Kimia untuk jasa mereka membawa eksperimen kimia ke ruang angkasa. Mereka adalah Martin Karplus dari Universitas Strasbourg, Michael Levitt dari Universitas Stanford, serta Arieh Warshel dari Universitas Southern California.

Trio ilmuwan ini mengembangkan simulasi komputer yang bisa memahami proses kimia dan menjadi landasan baru dalam pengembangan dunia farmasi. “Pemenang Nobel 2013 memungkinkan pemetaan cara-cara misterius dalam bidang kimia dengan menggunakan komputer,” seperti dinyatakan Akademi Sains Kerajaan Swedia. “Saat ini komputer sama pentingnya bagi ahli kimia seperti uji tabung.”

Dalam konferensi pers di Ibu Kota Swedia, Stockholm, Arieg Warshel mengatakan bahwa dia amat gembira terbangun tengah malam di Los Angeles untuk mendengar berita kemenangannya untuk Nobel Kimia. “Secara singkat, yang kami kembangkan adalah sebuah cara bagi komputer untuk mengambil struktur protein dan kemudian perlahan-lahan memahami bagaimana dia melakukan yang dilakukannya itu,” tuturnya kepada para wartawan.

Membantu farmasi
Sementara itu presiden Masyarakat Kimia Amerika, Marinda Li Wu, mengatakan jasa ketiga pemenang amat penting. “Para pemenang meletakkan pekerjaan dasar untuk mengkaitkan eksperimen klasik ilmu pengetahuan dengan teori melalui model-model komputer.”

“Hasilnya membantu kita mengembangkan obat-obat baru; misalnya karya mereka digunakan untuk menentukan berapa lama obat-obatan berinteraksi dengan protein di dalam tubuh untuk menangani penyakit.”

Adapun Nobel Fisika diraih Francois Englert dari Belgia dan Peter Higgs terkait dengan partikel yang disebut Higgs boson, yang diduga ditemukan pada tahun 2012 di CERN, Swiss setelah menjadi bahan penelitian selama 45 tahun.

Sedankan Nobel Kedokteran dibagi oleh dokter yaitu James Rothman,Randy Schekman, dan Thomas Sudhof- berkat penelitian tentang “vesicle traffic” atau sistem transportasi di dalam sel.

Sumber: bbc.co.uk/indonesia

read more
Green Style

Indonesia Berkebun, Ciptakan Ruang Hijau Perkotaan

Bagaimana upaya masyarakat perkotaan mengubah tempat penampungan sampah menjadi ruang terbuka hijau, demi aksi pelestarian.

Masyarakat perkotaan perlu menanami lahan terbuka nonproduktif dengan beragam jenis tanaman, sebut saja tanaman sayur-sayuran dan herbal, dan menjadikannya bermanfaat. Inilah semangat yang menghidupi komunitas Indonesia Berkebun (www.indonesiaberkebun.org).

Awalnya Ridwan Kamil, arsitek asal Bandung yang memprakarsai Indonesia Berkebun, tergerak untuk menciptakan lebih banyak lahan (atau ruang terbuka) hijau di daerah perkotaan. Maka Ridwan memulai gerakan sosial dengan langkah sederhana memasyarakatkan urban farming di dunia maya. Ternyata langkah ini berkembang memperoleh sambutan positif.

Pada hari Minggu (12/5), lebih kurang seratus orang –dewasa dan anak-anak– kembali berkumpul bersama-sama melakukan kegiatan penanaman perdana di Casa Goya Park Residence Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Indonesia Berkebun lewat Jakarta Berkebun dipercayakan mengelola lahan di dalam area perumahan tersebut untuk lahan kebun produksi sekaligus percontohan bagi urban farm.

Acara siang itu diisi pertama-tama dengan pemaparan singkat tentang berkebun, lalu perlombaan menanam untuk anak-anak, pembuatan sumur resapan, pengolahan kompos, dan penanaman berbagai benih tumbuhan seperti bayam, kangkung, buncis, kacang panjang, edamame, cabai, tomat, oyong, hingga bumbu dapur.

Menurut ketua komunitas Indonesia Berkebun Achmad Marendes, Indonesia Berkebun mengusung 3E (Ekologi, Edukasi, Ekonomi). Maka prinsip ini selalu menjadi pegangan dari kegiatan-kegiatan mereka.

Achmad menambahkan bahwa lahan seluas 1 hektare di Casa Goya Park Residence ini sudah merupakan lahan kelima yang digarap. Sebelumnya, Jakarta Berkebun pernah mengadakan kegiatan “Tanam Perdana” sampai ke “Panen Raya” untuk lahan di beberapa lokasi, yakni Springhill Kemayoran, Bumi Pesanggrahan Mas, Kelapa Gading, serta Bintaro Permai.

Tadinya kondisi lahan ini adalah lahan yang dibiarkan kosong, bahkan dipakai sebagai tempat penampungan sampah. “Lahan ini dipinjamkan pihak Casa Goya kepada kami untuk dikelola demi kemaslahatan bersama,” tutur Indra, salah seorang pegiat dari Jakarta Berkebun.

Melalui penyebaran informasi dan kampanye melalui akun @IDBerkebun di media sosial, komunitas serupa mulai terbentuk di kota-kota lain. Kini Indonesia Berkebun telah lahirkan ‘cabang’ di hampir 30 kota serta sejumlah universitas. Antaranya kota Bogor, Bandung, Aceh, Padang, Solo, Makassar, Fakfak, Universitas Indonesia, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Institut Teknologi Telkom Bandung.[]

Sumber: nationalgeographic.com

read more
Tajuk Lingkungan

Seulawah Dalam Nalar Instan

Melintasi pegunungan Seulawah. Agaknya saya harus menanggung beban moral, tekanan, mungkin juga kecemasan. Pohon-pohon pinus kini hampir semuanya diganti ketela dan jagung, lembahnya mengering. Landskap yang telah berubah, bukan saja bentuk – Tetapi juga fungsinya. Kemurnian telah begitu cepat menghilang, diganti oleh rasa curiga. Ada sangkaan bahwa mereka yang seharusnya menjadi penjaga ternyata juga pencuri. Pagar makan tanaman.

Tapi inilah corak sebuah bangsa yang sedang didera keserakahan dalam memperoleh penghasilan.  Konservasi seringkali dibenturkan dengan kepentingan kesejahteraan, tanpa mau dimengerti lebih dalam apa makna dari konservasi itu sendiri. Dengan alasan itu, pelestariannya diabaikan. Padahal koservasi bukan hanya bermakna perlindungan dan pengawetan, tetapi juga mengandung aspek pemanfaatan secara berkelanjutan. Inilah yang tidak sepenuhnya dimengerti.

Selintas, orang-orang di sana dikesankan sebagai kaum primitif. Tapi kesan itu keliru, sebab pada kenyataannya para pekerja di ladang-ladang liar itu didatangkan dengan kenderaan-kenderaan pribadi. Bahkan ada yang mengendarai mobil “plat merah”. Persisnya, mereka dan pejabat sama-sama akrab.

Mereka beragama, tetapi theologi bukanlah sesuatu yang mereka aplikasikan. Mereka larut dalam rasionalisasi untung rugi jangka pendek, dalam nalar yang instan. Persahabatan dengan alam sudah tidak lagi asyik.

Tapi mereka tak berdiri sendiri. Ia hadir dari kehidupan yang dibangun para imperium yang sedang berkuasa. Arah yang tak terarah, pembangunan instan tanpa tujuan. Yang ada hanya abstrak yang dikondisikan. Satu bagian dari lembah Seulawah itu, berdiri pagar milik Tuan serdadu.

Dan ketika pohon-pohon pinus itu ditebas terus-menerus ; yang primitif, pejabat dan Tuan serdadu – Mereka semua tak ada bedanya. Semua rakus. [Afrizal Akmal, 2013].

read more