close

16/10/2013

Ragam

Korban Tewas Gempa Filipina Capai 93 Orang

Gempa terjadi pada hari libur nasional, Senin (14/10/2013) pukul 08:12 ( 00:12 GMT )  melanda pulau Bohol Filipina, daerah yang ditemukan korban terbanyak. Setidaknya 69 orang dipastikan tewas berasal dari Bohol, menurut laporan para pejabat manajemen bencana.

Lima belas orang diketahui telah tewas di Cebu dan satu lagi dilaporkan tewas di pulau tetangga Siquijor. Setidaknya lima orang tewas ketika bagian dari pelabuhan ikan runtuh di Cebu dan dua orang lainnya juga dilaporkan tewas ketika atap roboh di pasar. Setidaknya 93 orang dilaporkan tewas setelah gempa berkekuatan yang dicatat US Geological Survey 7,2 SR melanda Filipina tengah. Puluhan orang lain juga sedang dirawat karena cedera.

Pencarian dan penyelamatan sedang dilakukan namun terhambat oleh banyaknya jalan rusak. Gereja-gereja bersejarah banyak yang rusak.

Pekerja mengangkat blok beton yang menimpa mobil setelah bangunan runtuh akibat gempa bumi di kota Cebu, Filipina tengah, Selasa (15/10/2013) | Foto: Reuters

Setidaknya tiga orang juga tewas dalam reruntuhan sebuah kompleks olahraga di Cebu, kata kepala bencana provinsi Neil Sanchez.” Terjadi kepanikan ketika gempa terjadi dan warga terburu-buru menuju pintu keluar, ” katanya kepada AFP .

Gempa memicu pemadaman listrik di beberapa daerah Bohol, Cebu dan daerah tetangga, mengutip lembaga manajemen bencana di negara tersebut. Pejabat Bohol dan Cebu telah menyatakan keadaan darurat di provinsi masing-masing. Palang Merah Filipina telah memobilisasi staf dan relawan ke daerah yang terkena bencana.

Seorang pejabat dari instansi pemerintah yang memonitor aktivitas gempa mengatakan ini adalah gempa terkuat dirasakan di daerah dalam 23 tahun terakhir .

Presiden Benigno Aquino diharapkan untuk mengunjungi daerah bencana pada hari Rabu.

Gereja tua San Pablo di kota Loboc, Propinsi Bohol yang rusak akibat gempa 7,2 SR | Foto Reuters

Gubernur Bohol,  Edgardo Chatto mengatakan gedung balai kota mengalami kerusakan. Sejumlah gereja bersejarah rusak parah, beberapa diantaranya dibangun masa kolonial Spanyol di tahun 1500-an dan 1600-an, juga dilaporkan terjadi di Bohol dan Cebu.

Pria Inggris David Venables yang telah tinggal di Cebu selama tujuh tahun mengatakan ini adalah gempa terkuat yang pernah dia alami.

” Ini adalah pengalaman yang sangat aneh dan menakutkan ketika lantai rumah bergetar tak terkendali, ” katanya .

Bonita Cabiles, warga kota Mandaue di Cebu mengatakan kepada BBC dia terbangun saat merasakan tanah bergemuruh.

Sedikitnya lima orang tewas ketika bagian dari bangunan pelabuhan ini runtuh di Cebu | Foto: AP

Dia mengatakan ada banyak kerusakan bangunan di tempatnya termasuk menara lonceng Gereja Santo Nino di Cebu, salah satu gereja paling terkenal di negara itu. Beruntungnya saat gempa terjadi pada hari libur nasional dimana para siswa tidak di sekolah, kata Bonita.

Ada laporan gempa susulan terjadi beberapa kali setelah gempa besar.

Provinsi Cebu , dengan populasi lebih dari 2,6 juta dapat dicapai sekitar satu jam perjalanan dengan pesawat dari Manila. Daerah tetangganya Bohol merupakan lokasi favorit wisatawan karena memiliki pantai berpasir dapat dicapai dengan perahu dari Cebu.

Sumber : bbc.co.uk

read more
Kebijakan Lingkungan

Menyaksikan Kehancuran Alam Aceh Didepan Mata

Di sebuah desa dekat perkebunan kelapa sawit, dari sini suara buldoser dan gergaji mesin yang sedang bekerja menggunduli hutan di perbukitan, dapat didengar dengan jelas. Hutan lindung ini secara resmi dilarang untuk diubah fungsinya namun sayangnya terus menjadi sasaran ekspansi perusahaan.

Provinsi Aceh, terkenal karena konflik dan bencana alam, musibah yang menghambat pembangunan ekonomi tetapi membantu melestarikan kawasan hutan, salah satu ekosistem terkaya di dunia. Pecinta lingkungan sekarang mengamati pembukaan hutan perawan dengan cepat memberi jalan bagi bencana lingkungan, Orangutan terancam punah, harimau dan gajah terusir dari habitatnya dan memicu tanah longsor dan banjir bandang.

Sebagian besar deforestasi saat ini ilegal, tetapi jika rencana penggunaan lahan yang diusulkan oleh Gubernur Aceh , Zaini Abdullah , disetujui oleh pemerintah nasional, hutan lindung bisa dirubah menjadi hutan produksi, membuka jalan bagi logging, kelapa sawit dan konsesi pertambangan. Pemerintah Aceh bersikeras perubahan kawasan diperlukan untuk mengembangkan ekonomi lokal.

” Mereka sangat bersemangat membangun jalan baru dan membuka hutan, ” kata Direktur WALHI Aceh, Muhammad Zulfikar, organisasi non-pemerintah yang menentang rencana perubahan kawasan tersebut. ” Pemerintah harus melihat tidak hanya dari sudut pandang politik atau investasi semata. Untuk apa mengembangkan invetasi jika hanya mengarah ke bencana alam di masa depan? ”

Proposal Gubernur Zaini ini berlawanan dengan keinginan banyak pihak yang menagih janjinya melindungi alam di Aceh melawan eksploitasi. Ini juga menggambarkan masalah lebih luas yang dihadapi Indonesia di mana struktur kekuasaan selama 15 tahun terakhir memberikan kontrol kepada pemerintah lokal yang cukup.

” Undang-undang otonomi daerah memberikan kekuatan untuk walikota atau bupati mengelola urusan mereka, untuk memberikan konsesi, menerbitkan izin terkait dengan kegiatan ekonomi, ” kata penasihat hukum kelompok kerja presiden yang bertugas memantau hutan Indonesia, Mas Achmad Santosa.

Sebuah studi terbaru oleh Greenomics, lembaga di Jakarta yang meneliti pengelolaan hutan, mengatakan izin sah untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan – yang berarti dikeluarkan oleh pejabat setempat tanpa persetujuan tingkat nasional – telah mempengaruhi lebih dari 520.000 hektar hutan lindung di Aceh. Direktur Eksekutif Greenomics, Elfian Effendi menyebut  rencana Gubernur Zaini ” upaya untuk melegitimasi operasi izin ilegal”.

Hutan lindung saat ini mencapai sekitar 1,84 juta hektar di Aceh . Ada sekitar 32 juta hektar hutan lindung di seluruh Indonesia. Indonesia mengalami deforestasi tercepat di dunia, sebagian besar untuk membuat perkebunan kelapa sawit. Dari tahun 1990 sampai 2010, sekitar 20 persen luas hutan yang hilang, menurut laporan PBB.

Pada tahun 2010 , Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberlakukan moratorium konsesi penebangan baru sebagai bagian dari kesepakatan dengan Norwegia, yang setuju untuk membayar Indonesia hingga $ 1 miliar untuk pengurangan deforestasi. Pada bulan Mei 2013, SBY memperpanjang moratorium hingga 2015.

Tapi kritikus mencatat bahwa moratorium hanya berlaku untuk konsesi baru sementara pemerintahan yang lemah dan struktur pengelolaan hutan yang rumit menyebabkan wilayah dilindungi terbuka untuk eksploitasi. Misalnya, pemda dapat meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan kembali kawasan lindung yang mereka anggap penting untuk pertumbuhan ekonomi .

Aceh merupakan kasus yang menonjol karena sejarah pemberontakan separatis akhirnya mengarah pada otonomi khusus telah membuat Jakarta berhati-hati untuk campur tangan mengelola sumber daya alam lokal.

” Tindakan penyeimbangan harus dilakukan pemerintah pusat dalam menampung aspirasi rakyat Aceh, tetapi juga memberlakukan hukum nasional, ” kata seorang dosen senior bidang lingkungan dan pembangunan di Universitas Nasional Australia, John McCarthy.[bersambung]

Sumber: nytimes.com

read more