close

19/10/2013

Perubahan Iklim

Penginderaan Jarak Jauh untuk Mengukur Emisi Lahan Gambut

Indonesia Climate Change Center (ICCC), sebuah lembaga di bawah kemitraan Indonesia-Amerika Serikat, saat ini sedang mengembangkan metode untuk mengukur dan memperkirakan jumlah emisi karbon dari kebakaran gambut.

Untuk langkah awal inisiasi ini, ICCC telah melakukan lokakarya tentang pengembangan metodologi perkiraan Gas Rumah Kaca (GRK) dari kebakaran lahan gambut pada 3 Oktober 2013 lalu. Lokakarya ini dihadiri oleh para pakar gambut internasional dan nasional, para perwakilan dari kementrian dan lembaga pemerintah terkait, LSM dan institusi terkait. Lokakarya ini memfasilitasi masing-masing lembaga pemerintah, non-pemerintah dan ahli gambut untuk dapat mengetahui kesenjangannya dan bisa saling melengkapi sehingga salah satu target Rencana Aksi Nasional GRK yaitu pengurangan emisi dari kebakaran lahan gambut tercapai.

Communications Officer ICCC Arfiana Khairunnisa, dalam rilisnya mengungkapkan, hingga saat ini data tentang laporan emisi gas rumah kaca kebakaran lahan gambut, baik dari segi kualitas maupun kuantitas masih sangat terbatas. Sehingga mengarah ke mis informasi yang tidak dapat dipercaya.

“Apa yang dibutuhkan segera adalah penyediaan data yang diperlukan oleh sistem tersebut, terutama untuk perkiraan jumlah emisinya, serta sinkronisasi dengan lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan para ahli gambut,”kata Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi, Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Dari laporan pertama Indonesia ke lembaga dunia yang konsen pada isu perubahan iklim, UNFCCC, disebutkan bahwa kebakaran lahan gambut berkontribusi pada GRK sebesar 20-40 persen. Sedangkan studi terbaru menyatakan, lahan gambut yang terbakar berkontribusi sekitar 13 persen dari total inventori GRK nasional pada 2000. Selain itu, beberapa hasil studi yang ada menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Situasi ini diperburuk dengan belum adanya panduan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk metodologi perkiraan jumlah emisi GRK dari kebakaran gambut.

Farhan melanjukan, walaupun sebagian data yang dibutuhkan sudah tersedia, namun belum tentu semuanya mudah diakses atau kualitasnya tidak memadai sehingga tidak layak dan kredibel. Sehingga, dibutuhkan institusi yang bertanggung jawab atau memiliki tugas pokok khusus memperkirakan emisi GRK dari kebakaran gambut.

Pakar kebakaran gambut, Dr. Kevin Ryan, dalam lokakarya tersebut menambahkan, memang yang dibutuhkan adalah kerjasama interdisipliner, sebab mempekirakan jumlah emisi dari kebakaran gambut berbeda dengan memperkirakan jumlah emisi dari kebakaran lain. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam hal ini, termasuk biomassa di atas permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah, kondisi cuaca dulu dan sekarang, kondisi hidrologi, apakah kebakaran berada di atas permukaan atau bara api di bawah permukaan. Jadi, tidak ada “perbaikan cepat” yang dapat dilakukan untuk kajian perkiraan jumlah emisinya.

Ada beberapa metode untuk penilaian perkiraan jumlah emisi. Dr. Mark Cochrane, pakar penginderaan jauh, dalam workshop mendiskusikan tentang potensi penginderaan jarak jauh dalam mendeteksi kebakaran lahan gambut. Mark memberi contoh penggunaan satelit MODIS yang mendeteksi titik api. “Tetapi satelit ini masih terbatas pada titik api pada permukaan saja, sehingga tidak bisa mendeteksi banyak api dan tidak menyediakan luas area yang terbakar.”ujarnya.

Memahami situasi seperti ini, ICCC berinisiatif untuk terlibat dalam pengembangan metodologi perkiraan jumlah emisi GRK dari kebakaran gambut. Apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut luas di dunia yaitu 14,9 juta hektar, yaitu diperkirakan luas lahan gambut di Indonesia lebih dari 10% luas total daerahnya. (Marwan Azis).

read more
Green Style

Hidden Park 2013 Taman Tebet, Bukti Nyata Ruang Terbuka Hijau

Dalam rangka mengkampanyekan ruang terbuka hijau di DKI Jakarta secara konsisten dan berkelanjutan, Kementerian Pekerjaan Umum untuk kedua kalinya menyelenggarakan acara HiddenPark yang merupakan suatu kegiatan kampanye publik kreatif ruang terbuka hijau dimana pada tahun ini mengambil lokasi di Taman Tebet Jakarta Selatan.

Menurut penjelasan LeafPlus, konsultan komunikasi lingkungan yang menjadi konseptor dan pelaksana HiddenPark, selama ini ruang terbuka hijau seperti taman belum banyak dilirik dan bukanlah top of mind masyarakat ibukota Jakarta sebagai ruang beraktivitas, berkreasi dan berkumpul. Tetapi melalui penyelenggaraan HiddenPark tahun lalu yang berlokasi di Taman Langsat, awareness dan kebutuhan masayarakat urban Jakarta mulai meningkat.

Diharapkan melalui kegiatan kampanye yang berkelanjutan dapat makin mengangkat potensi RTH sebagai ruang budaya, edukasi, rekreasi, berkumpul dan sebagai melting pot yang dapat menumbuhkan kolaborasi dan kreativitas.

“Selain itu kami ingin menjadikan acara HiddenPark sebagai medium bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi terkait kebutuhan akan ruang-ruang publik yang menunjang happiness factor kehidupan di kota metropolitan,” tutur Public Relations LEAFPL Rahma Nurdina .

Berdasarkan UU no 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, proporsi ruang terbuka hijau (RTH) pada suatu wilayah kota paling sedikit sebesar 30 persen dari luas kota tersebut. Saat ini di DKI Jakarta RTH yang tersedia baru mencapai lima persen dan ditargetkan akan mencapai 20 persen dalam waktu lima tahun kedepan.

Hidden Park 2013 dalam rangkaian kegiatannya berusaha menggabungkan aneka kegiatan mulai dari kegiatan‘Planting on Farm Bed’ program Urban Farming yang diikuti oleh 75 siswa dari 3 sekolah di sekitar Taman Tebet dan telah dilakasanakan pada Jumat (18/10/2013), kegiatan Park Clean Up dan HiddenPark Volunteer Training yang berlangsung Minggu (20/10) lalu dilanjutkan dengan rangkaian aneka kegiatan lainnya setiap Sabtu dan Minggu yang dimulai pada 26 Oktober hingga 17 November mendatang, dimana setiap pekannya memiliki tema masing – masing yaitu Kids/Family, Art & Music, Sport & Play dan Community.

Kegiatan kampanye public HiddenPark yang berlangsung selama 1 bulan akan diawali dengan sejumlah acara diantarannya, Parenting Talkshow, aneka permainan tradisional, acara barbeque, sosialisasi perpustakaan diruang terbuka, dongeng anak – anak layar tancap (moonlight theater) dan pesta es krim.

Pada akhir pekan kedua, HiddenPark akan dibuka dengan peninjauan oleh Bapak Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, yang selanjutnya diikuti oleh kegiatan-kegiatan membatik di taman, klinik fotografi, kelas gitar gratis, belajar membuat keramik dari tanah liat, edukasi pemanfaatan kertas daur ulang, kolaborasi melukis, layar tancap, seni lukis dengan kapur tulis oleh anak – anak, dan lain – lain.

Pada pekan ketiga, yang mengambil tema sport and play akan disajikan kegiatan diantaranya,Yoga, Zumba Class, Fitness untukanak – anak, atraksi BMX, karate, urban camping dan layar tancap. akan menampilkan kegiatan sejumlah komunitas yang berisi kegiatan diskusi, bersih – bersih taman dan launching Hidden Park Community, dan lain – lain.

Sejumlah komunitas yang akan berpartisipasi dalam HiddenPark tahun ini adalah, Indonesia Berkebun (komunitas urban farming), Taman Suropati Chambers (orchestra taman), Piknik Asik (komunitas piknik), WikenTanpa ke Mal (komunitas jalan-jalan urban), Movie Explorer (komunitas pecinta film), Komunitas Historia Indonesia (komunitassejarah), ID Folding Bike (komunitas sepeda), Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI), Klab Cekatan (komunitas mendongeng), Komunitas Liburan Anak, Social Yoga, Indorunners, fitnessku, Culindra (komunitas taman Bandung), Green Map Network, Trashi (Transformasi Hijau), dan lain – lain.

Ditambahkan oleh Dina, HiddenPark akan memeriahkan Taman Tebet dengan berbagai instalasi danhiasan seni yang atraktif selama acara. Bekerjasama dengan mitra dari pihak swasta, HiddenPark juga mengusahakan penambahan fasilitas taman yang diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung.

“Diantaranya adalah, Gamelan musical tree, HiddenPark Doorway, Outdoor library, Colored trees, Umbrella canopy, Mood Wheel, Wish Ribbons, Animals from used cans, Light installations, Campaign signage, Park Lighting, Wifi, Sand for playground, dan lain – lain.

Sumber: kompasiana

read more
Sains

Pendeteksi Tsunami Teranyar, Wifi Bawah Air

Tsunami selama ini sulit dideteksi karena teknologi yang belum memadai. Tim peneliti dari Universitas Buffalo, mencoba pendekatan baru.  Pendekatan baru ini dengan menggunakan teknologi nirkabel.

Jaringan internet dengan sistem wireless fidelity (wifi) tengah diujicoba di dalam air. Tim peneliti dari Universitas Buffalo, New York, AS, mengatakan, teknologi ini mampu mendeteksi bencana alam jauh lebih cepat dan akurat. Sistem peringatan dini pun dapat berkembang dengan jaringan ini.

Berbeda dengan jaringan wifi darat yang menggunakan gelombang radio, wifi bawah air memanfaatkan gelombang suara. Walaupun gelombang radio dapat menembus kepadatan air, tapi jangkauan dan stabilitasnya terbatas.

Karena itu, para peneliti memilih gelombang suara, seperti yang dilakukan oleh mamalia laut, yaitu paus dan lumba-lumba. Sistem ini terbukti dapat digunakan, tapi ada satu permasalahan yang belum dapat diselesaikan, yaitu menghubungkan jaringan antar organisasi. Pasalnya, setiap organisasi menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mewujudkan jaringan wifi bawah air.

Tim dari Universitas Buffalo mencoba ciptakan standar sistem jaringan. “Jaringan di dalam laut menghasilkan kemampuan mengoleksi dan analisa,” kata pimpinan peneliti, Tommaso Melodia. Hal ini, membuat informasi yang diberikan dapat diakses melalui ponsel pintar atau komputer setiap orang ketika bencana tsunami mendekat.

Uji coba dilakukan di Danau Erie dengan menjatuhkan sensor berbobot 18 kilogram. Kemudian tim berhasil mendapatkan transmisi informasi dari sensor melalui komputer. Tim berharap, sensor ini dapat mendeteksi dan menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Rencananya, pada bulan November, tim peneliti akan menjelaskan tentang teknologi ini pada konferensi untuk jaringan bawah air di Taiwan.

Sumber: nationalgeographic.co.id & BBC

read more
Flora Fauna

Nelayan Peru Bantai 15 Ribu Lumba-lumba untuk Umpan Hiu dan Konsumsi

Fakta yang mengenaskan terjadi di Peru, sebuah negara di Amerika Latin. Sebanyak lima belas ribu lumba-lumba dibunuh setiap tahunnya hanya untuk dijadikan umpan ikan hiu dan konsumsi manusia oleh nelayan Peru.

Sebuah ekspedisi yang dilakukan oleh organisasi konservasi kelautan berbasis di Amerika Serikat , BlueVoice  dan Mundo Azul, berbasis di Peru, berhasil mendokumentasikan pembantaian ini melalui video dan foto dari perburuan besar-besaran lumba-lumba yang dilakukan oleh nelayan Peru. Ekspedisi ini mengikuti ekspedisi sebelumnya oleh dua kelompok ini bekerjasama dengan lembaga Ecostorm yang berbasis di Inggris.

Kedua ekspedisi kembali dengan membawa gambar video dan bukti foto pembunuhan lumba-lumba besar-besaran oleh nelayan Peru. Lumba-lumba ditembak dengan senjata harpun, kemudian dipukuli sampai mati dan dibantai untuk digunakan sebagai umpan ikan hiu. Lumba-lumba juga dibunuh untuk konsumsi manusia.

Presiden Mundo Azul, Stefan Austermuhle yang menumpang kapal nelayan Peru untuk mengumpulkan bukti, melaporkan ” Kami merekam dari perahu dan dalam air dan melihat hal yang mengerikan. Aku mati rasa melihat lumba-lumba dipukuli dengan tongkat sampai mati.  Yang bisa saya lakukan adalah terus merekam dengan harapan membuat dunia menyadari tragedi ini, entah bagaimana dapat mengakhirinya. ”

Berdasarkan jumlah kapal dalam armada perikanan dan kesaksian nelayan, Austermuhle memperkirakan hingga lima belas ribu lumba-lumba dibunuh untuk umpan dan konsumsi manusia dengan cara ini . Selain itu, lumba-lumba yang tidak diketahui jumlahnya juga dibunuh karena jaring nelayan di Peru.

” Membunuh lumba-lumba ilegal di Peru. Hukum sulit untuk ditegakkan di laut lepas, namun daging lumba-lumba yang dijual di pasar dapat dikendalikan jika polisi bersedia untuk melakukannya, ” kata direktur eksekutif BlueVoice Hardy Jones.

Hiu biru dan Hiu Mako dan hiu juga menjadi sasaran oleh kapal penangkap ikan Peru. Seorang nelayan yang minta namanya dirahasiakan menceritakan proses pembantaian hiu-hiu ini dengan kekejaman luar biasa dan memakan waktu selama satu jam bagi hiu hingga mati.

” Meskipun diketahui bahwa nelayan Peru menangkap ratusan hiu, sekarang dunia telah menyadari ada pembantaian besar lumba-lumba dari Peru, ” kata Jones. ” Banyak yang menyadari pembunuhan mengerikan lumba-lumba di Taiji, Jepang dan menganggap itu adalah pembantaian terbesar lumba-lumba di dunia, jauh dari itu. Ini (di Peru-red) lebih besar dari itu.”

Jones telah menghabiskan tiga dekade mengekspos pembantaian lumba-lumba di Jepang dan di tempat lain di belahan dunia.

” Stefan Austermuhle menghabiskan tiga minggu di dalam kapal nelayan yang menempatkan dirinya pada risiko pribadi. Dan dia membawa kembali bukti tragis yang kita butuhkan untuk disebarluaskan, ” kata Jones.

BlueVoice dan Mundo Azul mengumumkan Kamis, sebuah inisiatif sebuah kampanye internasional untuk mengakhiri pembantaian lumba-lumba. Langkah pertamanya adalah menampilkan bukti-bukti kehadapan badan internasional yang peduli terhadap konservasi laut dan pelestarian hewan.

Sumber: enn.com

read more