close

24/10/2013

Flora Fauna

Terbukti Memiliki Offset Harimau, 2 Prajurit TNI Dipenjara di Aceh

Dua orang prajurit TNI di Aceh dihukum penjara karena terbukti menyimpan offset harimau dan beruang oleh Mahkamah Militer (Mahmil) di Banda Aceh. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Budi Parnomo dimulai sejak pukul 11.00 WIB berlangsung tertib dan hakim langsung membacakan vonis terhadap tersangka Serka Jaka Rianto dan Praka Rawali B.

Sebelumnya, hakim telah menghadirkan sejumlah saksi dan Barang Bukti (BB) ke dalam ruang persidangan yang berlangsung Kamis (24/10/2013) di Mahmil Banda Aceh.

Menurut penjelasan hakim, keduanya terbukti melanggar pasal 40 ayat 2 dan pasal 21 ayat b Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kedua tersangka mendapat hukum masing-masing Serka Jaka Rianto 2 bulan kurungan, denda 5 juta dan subsider 3 bulan. Sedangkan Praka Rawali B diganjar 3 bulan kurungan, denda 2,5 juta dan subsider 3 bulan.

“Kalau tidak bayar denda maka akan dikurung badan selama masing-masing Jaka Rianto 3 bulan dan Rawali 3 bulan, mereka terbukti melanggar UU Nomor 5 tahun 1990,” kata Hakim Ketua, Budi Parnomo dalam persidangan.

Kedua tersangka yang berasal dari Kabupaten Aceh Tengah mengaku menyimpan offset tersebut bukan untuk koleksi. Tersangka Jaka Rianto justru menyimpan harimau dan beruang untuk pengobatan alternatif dikarenakan istrinya sedang sakit. Sedangkan Rawali menyimpan offset harimau sebagai jaminan utang-piutang dengan temannya.

“Tersangka Jaka Rianto itu menyimpan offset harimau dan beruang untuk mengobati istrinya yang sedang sakit, karena menurut penjelasan saudaranya, istrinya bisa disembuhkan dengan adanya kuku beruang dan kulit harimau di rumahnya,” kata Budi Parnomo mengutip penjelasan dari tersangka Jaka Rianto.

Sedangkan untuk tersangka Rawali, sebut Budi Parwono, menyimpan offset seekor harimau sebagai jaminan utang dengan rekannya. “Rawali meminjamkan uang untuk rekannya sebanyak Rp 9 juta dan offset harimau menjadi jaminannya,” tukas Budi.

Kendati demikian, Budi Parnomo menyebutkan mereka tetap dijerat pidana karena telah menyimpan satwa liar yang telah dilindungi. Katanya, bila tidak dihukum, nantinya perbuatan yang sama akan diikuti oleh orang lain yang mengakibatkan akan punah satwa harimau Sumatera yang dilindungi itu.

“Kalau nanti harimau Sumatera dan beruang itu punah, mana lagi kekayaan Aceh itu, karena ini memang satwa liar yang dilindungi,” tambah Budi.

Barang Bukti offset 2 ekor harimau dan 1 ekor beruang akan diserahkan pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk disimpan. Menurut hakim ketua, BB tersebut mengingat satwa yang dilindungi dan telah tewas, maka itu akan disimpan di BKSDA yang berfungsi untuk konservasi.

“Bila nantinya harimau sumatera itu punah seperti dinaosorus, itu di BKSDA masih ada yang telah diawetkan, makanya tidak kita musnahkan, kita serahkan pengelolaan dan menyimpan di BKSDA Aceh,” sebut Budi.

Sementara itu, kedua tersangka yang telah divonis, majelis hakim mempertanyakan apakah akan menerima, pikir-pikir atau langsung banding. Kedua tersangka menjawab akan pikir-pikir. “Siap, saya pikir-pikir,” jawab kedua tersangka singkat.[]

read more
Flora Fauna

Bandara SIM Blang Bintang Sita Kayu Gaharu Senilai Rp 800 Juta

Pihak Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang Aceh berhasil menyita kayu Gaharu yang bernilai tinggi seberat 54 Kg dengan total nilai Rp 800 juta.

Selain itu, pihak bandara SIM juga berhasil menyita 3 satwa burung liar yang dilindungi disebabkan tidak mampu menunjukkan dokumen lengkap. Ketiga burung tersebut berjenis Karcer satu ekor dan Cecak Rowo Hijau 2 ekor. Ketiga burung tersebut akan dilepaskan kembali di alam liar nantinya.

Petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang berkantor di Bandara SIM Blang Bintang, Drh.Taing Lunis menyebutkan, Barang Bukti (BB) berupa kayu Gaharu disita semenjak tahun 2012 sampai dengan 2013 ini. “Itu kayu bernilai dan sudah dilindungi, siapapun yang menjualnya harus memiliki surat dan dokumen resmi dari pemerintah,” kata Drh Taing Lubis, Kamis (24/10/2013) di pelataran parkir Bandara SIM Blang Bintang.

BB berupa Gaharu yang akrap disebut di Aceh adalab “Bak Sialen” dimusnahkan secara simbolis di pelataran parkir Bandara SIM, Blang Bintang. “Selebihnya itu menjadi alat bukti di dalam persidangan nantinya, karena tersangka sekarang sedang menjalani proses hukum,” ungkap Taing.

Dijelaskannya, sedangkan burung yang disita saat diselundupkan dari bandara SIM itu karena tidak memiliki dokumen resmi dari pemerintah. Burung tersebut diselundupkan dengan cara dimasukkan dalam pipa paralon. “Burung itu nantinya akan dilepas di dalam hutan, karena burung tidak boleh dilepas di Bandara, takut nanti ditangkap lagi,” tambahnya.

Sementara itu, Ganeral Manager Angkasa Pura II, Bandara SIM Blang Bintang, Slamat Samiaji menyebutkan, ini bentuk dari angkasa pura dalam menjaga agar tidak ada yang lolos setiap barang seludupan dari bandara. “Ini juga bagian kita mencegah agar tidak ada satwa yang dilindungi bisa lolos dibawa keluar Aceh,” tukas Slamet.

Hal tersebut juga ikut dibenarkan oleh Komandan Lanud SIM Blang Bintang, Komandan Lanud, Kolonel Wisnu Murendro mengajak agar menghentikan ekplorasi besar-besaran terhadap satwa dan sumber daya hutan lainnya yang dilindungi.

“Kayu Gaharu itu sumber daya hutan yang dilindungi, jadi tidak boleh semberangan diekplorasi,” tukas Wisnu.

Lanjutnya, semestinya bila Gaharu bisa dikelola dengan baik, tentu akan bisa melahirkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Ini kan potensi daerah bisa menambah penghasilan Aceh bila tidak diseludupkan,” tutupnya.

Oleh sebab itu ia mengajak seluruh masyarakat Aceh agar sama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan. Katanya, sudah saatnya untuk moratorium burung dan menghentikan menebang pohon secara illegal.

read more
Tajuk Lingkungan

Hati-hati dengan Air

Siapa makhluk hidup di atas bumi ini yang tidak butuh air? Coba anda bayangkan jika anda selama tiga hari berturut-turut hidup tanpa memasukan air setetes pun ke dalam tubuh. Pasti anda akan sekarat, dan sebaiknya memang jangan dicoba. Begitu juga dengan makhluk lain di dunia ini, semua membutuhkan air dalam kadar tertentu untuk menunjang hidupnya.

Kekurangan air bisa menimbulkan masalah serius, kebanyakan air bisa menimbulkan masalah yang juga tidak kalah seriusnya. Air dalam jumlah massive yang tidak bisa dikelola dengan baik maka bisa mengancam jiwa makhluk hidup. Bagaimana air dalam jumlah sangat besar tersebut ? Misalnya saja air yang terdapat dalam waduk atau dam atau bendungan. Air dalam infrastruktur pengairan ini berfungsi untuk menahan selama mungkin air berada di atas permukaan bumi, tidak mengalir ke laut, agar bisa dimanfaatkan untuk kebaikan umat manusia.

Waduk atau embung biasanya dibuat di daerah yang curah hujannya sedikit. Curah hujan yang sedikit itu tentu saja menghasilkan kumpulan air yang sedikit juga. Nah, kumpulan air yang sedikit ini, kalau dikumpulkan dalam waktu yang lama akan bertambah semakin banyak dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama pula. Kalau air yang sedikit itu tidak dikumpulkan atau istilahnya di konservasi maka air secara alami akan menguap ke langit dan mengalir ke daratan yang lebih rendah hingga ujungnya ke laut.

Bagi Aceh, waduk atau embung banyak dibangun di daerah pantai timur, mulai dari Aceh Besar, Pidie hingga Tamiang. Ini dapat dimaklumi karena curah hujan di daerah-daerah ini relatif kecil. Sedangkan kebutuhan air baik untuk minum, pertanian, industri dan sebagainya berlangsung sepanjang tahun. Sedangkan di pantai barat seperti Aceh Jaya, Aceh Barat hingga Singkil nyaris tidak ada dibangun waduk atau embung mengingat curah hujannya relatif besar dan berlangsung lama. Wilayah ini cenderung membangun saluran agar air cepat mengalir sehingga tidak terjadi banjir.

Membangun infrastruktur pengairan bukanlah hal yang mudah, juga bukanlah hal yang sulit jika memang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Waduk yang baru saja selesai dibangun seperti waduk Keuliling di Aceh Besar merupakan sebuah waduk yang lumayan besar (+ 40 hektar) dan diharapkan dapat mengairi persawahan sekitarnya. Waduk ini diharapkan dapat bertahan ratusan tahun.

Maka berhati-hatilah dengan air. Kecil menjadi teman, besar menjadi lawan. Bukan sekedar lawan biasa, tapi bisa juga menjadi “pembunuh” nomor wahid.

read more
Sains

Mikroplastik Mencemari Ekosistem Perairan

Ini bukan berita baru bahwa plastik tidak bisa terurai. Namun hampir 50 persennya tidak pernah berakhir di tempat sampah. Parahnya, sekitar 80 persen sampah plastik di lautan kita berasal dari tanah. Plastik pasti menjadi bagian dari ekosistem kita dari atas ke bawah. Tentu saja, kita berpikir tentang lingkungan yang paling murni seperti yang di puncak gunung tertinggi. Air meresap ke hulu di puncak gunung turun melompat batu dan jatuh melalui hutan ke danau, akhirnya muncul ke sungai yang lebih besar dan akhirnya masuk ke lautan. Sepanjang jalan pengaruh manusia mempengaruhi kemurnian air. Secara umum, air menjadi lebih tercemar dengan tiap tingkatan aliran tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa air tidak semurni seperti yang kita pikir ketika mulai mengalir.

Para peneliti baru-baru ini menemukan fakta terkait microplastics yang mengkhawatirkan di Danau Garda, sebuah danau sub alpine terletak di Pegunungan Adamello – Presanella, bagian dari Pegunungan Alpen Italia. Microplastics ditemukan di Danau Garda adalah kejutan.

Microplastics, potongan-potongan kecil plastik, biasanya kurang dari 5 milimeter ( 0,2 inci ), buatan manusia. Beberapa dari mereka terbentuk dari serpihan plastik besar di lingkungan. Jenis lain berasal dari serat sintetis dipecah dari pakaian, konsumen lainnya dan produk perawatan pribadi serta bahan bangunan.

Penelitian yang dipimpin oleh Christian Laforsch dari University of Bayreuth Jerman melakukan penelitian Danau Garda dan menemukan jumlah partikel microplastic dalam sampel sedimen di Danau Garda, serupa dengan yang ditemukan dalam studi sedimen pantai laut. Laforsch berkata, ” Keberadaan partikel microplastic dalam subalpine hulu menunjukkan relevansi yang lebih tinggi dari partikel plastik di perairan dataran rendah.

“Bahan kimia plastik bersifat karsinogen, endokrin – mengganggu atau beracun, ” kata Laforsch. ” Selain itu, polimer dapat menyerap racun polutan organik hidrofobik dan mengangkut senyawa berbahaya untuk habitat yang kurang tercemar. Sejalan dengan hal ini, sampah plastik dapat bertindak sebagai vektor untuk spesies asing dan penyakit. ”

Penelitian microplastic lainnya sedang dilakukan di Great Lakes. Sherri Mason, Associate Professor Kimia di Universitas Negeri New York ( SUNY ) mengukur kandungan microplastics di Great Lakes. Penelitian awal pada Lakes Superior, Huron dan Erie diselesaikan pada tahun 2012 . Sisa dua lagi, Danau Ontario dan Michigan akan selesai tahun ini. Jumlah tertinggi partikel microplastic sejauh ini ditemukan di Danau Erie di mana lebih dari 600.000 potongan per kilometer persegi yang ditemukan di bagian danau.

Karena microplastics tidak biodegradable, mereka bertahan di lingkungan selama bertahun-tahun. Ketika terperangkap dalam sedimen mereka akan bertahan selama beberapa dekade. Pembersihan polusi cenderung mahal dan sulit.

Semua ilmuwan prihatin bahwa microplastics dapat mengganggu kemampuan organisme untuk menyediakan makan, menyebabkan gangguan dalam jaring makanan akuatik . Selain itu, microplastics mungkin memainkan peran dalam transfer kontaminan kimia biota perairan yang mempengaruhi kondisi lautan dan daerah aliran sungai di dunia.

Sumber: enn.com

read more