close

30/10/2013

Flora Fauna

Orangutan Mane Mati dalam Perjalanan Evakuasi

Orangutan (Pongo abelli) yang diamankan warga Mane, Pidie, dan dievakuasi kemarin ke Sumatra Utara, tadi pagi dikabarkan mati dalam perjalanan ke Sumatera Utara, Rabu (30/10/2013). Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ir Amon Zamora MSc mengkonfirmasi berita satwa lindung itu mati dalam perjalanan.

“Iya, Orangutan yang dievakuasi mati tadi pagi saat kita bawa ke Rumah Sakit Hewan Sibolangit, Sumatera Utara,” terangnya.

Menurut Amon, sebagai proses dari pertanggungjawaban, BKSDA Aceh akan meminta berita acara kematian orangutan dan selanjutnya, Kamis (31/10/2013) besok, BKSDA Aceh akan meminta satwa tersebut untuk diotopsi agar jelas penyebab kamatiannya.

Ia menambahkan, hasil otopsi kematian satwa tersebut nantinya akan dikabarkan kepada masyarakat umum dan lembaga pemerhati satwa.

Seperti diberitakan sebelumnya, Warga Dusun Alue Breuh, Desa Breuh, Mane, Pidie, Sabtu (26/10/2013) sore, mengamankan seekor Orangutan (Pongo Abelii) berkelamin betina. Satwa yang dilindungi tersebut ditemukan warga berada di pohon di dalam kebun milik masyarakat.

Kepala Dusun Alue Breuh, Adami, Senin (28/10/2013), kepada wartawan mengatakan Orangutan tersebut ditemukan dalam keadaan lemah dan tersangkut di pohon berduri setelah sebelumnya jatuh dari pohon Durian.[]

Sumber: Atjehlink.com

read more
Perubahan Iklim

Orang Indonesia Paling Tidak Peduli Perubahan Iklim

Sejumlah 33.500 orang di Asia telah diwawancara untuk mengetahui persepsi dan wawasan mereka mengenai perubahan iklim.   Lembaga Climate Asia, melakukan studi terbesar di dunia mengenai pengalaman masyarakat sehari-hari di Asia terkait perubahan iklim dan memaparkannya di Jakarta, Selasa (29/10/2013).

BBC Media Action bersama Kedubes Inggris di Jakarta menginisiasi studi Climate Asia dengan melakukan survei terhadap warga Bangladesh, Cina, India, Nepal, Pakistan, Indonesia dan Vietnam. Ditemukan bahwa warga Indonesia merupakan yang paling rendah tingkat wawasannya mengenai cara menanggapi perubahan lingkungan akibat perubahan iklim dan juga dalam hal kesediaan melakukan perubahan hidup.

Data survei yang diambil pada Juni-November 2012 ini menunjukkan bahwa 17 persen total responden dan 6 persen  responden Indonesia masuk kategori Surviving, mereka merasakan dampak perubahan iklim, tetapi sulit untuk beradapatasi dan tidak tahu caranya. Mereka tidak merasa terintegrasi dengan komunitas dan itu adalah satu alasan mengapa mereka tidak mengambil aksi.

Sebesar 21 persen total responden dan 23 persen responden Indonesia masuk kategori Struggling, mereka merasakan dampak perubahan iklim dan sadar bahwa dampaknya akan meningkat di masa depan, namun mereka tidak khawatir. Mereka tidak mengambil aksi karena ketiadaan uang dan informasi.

Sebesar 20% total responden dan 11% responden Indonesia masuk kategori Adapting, mereka merasakan dampak perubahan iklim dengan wawasan yang lebih luas dan memiliki penghasilan yang lebih besar. Mereka mengambil aksi baik dalam jangka panjang maupun pendek.

Sebesar 19% total responden dan 32% responden Indonesia masuk kategori Willing, mereka terdidik baik, berwawasan luas, akses informasi baik, dan terbuka untuk membuat penyesuaian hidup terkait dampak perubahan iklim. mereka bersedia melakukan perubahan, namun belum mengambil aksi saat ini.

Sebesar 23% total responden dan 27% responden Indonesia masuk kategori Unaffected, mereka tidak merasa mengalami dampak perubahan iklim dan merasa memiliki prioritas hidup lainnya yang lebih penting. Mereka tidak melakukan perubahan apa pun dalam hidupnya.

“Climate Asia didesain untuk meletakkan pengalaman pribadi masyarakat di jantung upaya perubahan iklim di masa depan. Survei ini menunjukkan bahwa sementara usaha penyebaran informasi telah mencapai populasi di area urban, masih banyak masyarakat pinggiran atau pedesaan dan kota-kota kecil yang menghadapi tantangan nyata dalam merespon perubahan lingkungan dan ingin melakukan lebih,” ujar Damian Wilson, Direktur Program Climate Asia pada konferensi Climate Asia di Wisma Antara, Jakarta Pusat. Data hasil studi itu dapat diakses juga  secara terbuka pada portal BBC Media Action.

Sumber: ekuator

read more
Flora Fauna

Pemerintah DKI Sita Puluhan Topeng Monyet

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Timur melakukan razia terhadap topeng monyet berserta pawangnya di kawasan Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (29/10/2013). Sebanyak 31 topeng monyet terjaring razia.

Sebelumnya, tujuh monyet diserahkan secara sukarela oleh pawangnya. Dari kegiatan razia tersebut, para pawang akan menjalani pembinaan di Panti Dinas Sosial, Cipayung, Jakarta Timur.

Wali Kota Jakarta Timur HR Krisdianto mengatakan, para pawang yang memiliki topeng monyet tersebut akan diberi kerahiman dengan jumlah total Rp 2.000.000. Nilai itu terdiri dari Rp 1.000.000 untuk sang pawang dan Rp 1.000.000 untuk ganti rugi peliharaannya.

“Pemiliknya kita berikan uang kerahiman Rp 1.000.000 dan pengganti monyet Rp 1.000.000 sehingga totalnya Rp 2.000.000,” kata Krisdianto kepada wartawan, Selasa (29/10/2013).

Untuk binatang primata tersebut, pihaknya akan menyerahkan ke kantor Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI) di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Adapun pawangnya dibawa oleh petugas ke Panti Sosial Ceger, Cipayung.

Menurut Krisdiyanto, pihaknya akan terus melakukan razia topeng monyet hingga Jakarta Timur dapat bersih dari topeng monyet. Hal ini dilakukan sesuai dengan program Pemprov DKI Jakarta agar bebas dari topeng monyet pada 2014.

Sementara itu, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Timur Sabdo Kurnianto mengatakan, tercatat pihaknya sudah mengamankan total 52 topeng monyet di kawasan Jakarta Timur.

“Kami juga mengimbau pada pengamen topeng monyet ini untuk segera alih profesi agar tidak terjaring razia petugas,” ujar Sabdo.

Sabdo mengatakan, agar tidak terjadi kekeliruan, dan juga pemanfaatan pemberian uang kerahiman, sejumlah topeng monyet yang dirazia dan diamankan akan dites. “Tes topeng monyet ini untuk memastikan apakah itu topeng monyet atau bukan dan mencegah agar tak ada mobilisasi monyet liar karena adanya magnet pemberian kerahiman Rp 1 juta dari Pemprov DKI,” ujar Sabdo.[]

Sumber: kompas.com

read more
Sains

Teleskop NASA Tangkap Objek “Hantu” Luar Angkasa

Beberapa astronom melihat objek di ruang angkasa yang penampilannya mirip hantu beberapa waktu lalu. Penampakan itu tertangkap oleh Teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA).

Science Daily melansir, Selasa (29/10/2013), para astronom kemudian mempelajari bentuk yang mirip hantu tersebut. Akhirnya, ditemukan bentuk yang menyeramkan itu adalah sebuah Nebula, atau awan antarbintang yang terdiri dari debu, gas, dan plasma.

Para astronom menemukan bahwa itu adalah Nebula Boomerang, yang terkenal sebagai obyek terdingin di alam semesta. Suhunya mencapai minus 458 derajat Fahrenheit.

“Obyek yang amat dingin itu sangat menarik untuk dipelajari, karena bentuknya dapat berubah-ubah. Dari berbentuk mirip hantu, kupu-kupu, dan lainnya,” kata Raghvendra Sahai, peneliti utama di Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California, AS.

Sahai menambahkan, Nebula Boomerang pertama kali terlihat pada tahun 2003 dengan teleskop Hubble. Ketika itu bentuknya seperti jam pasir. Tapi, belakangan objek itu terlihat oleh telekop ALMA lebih mirip seperti hantu.

“Di dalam nebula itu terdapat bintang kerdil putih yang memancarkan radiasi ultraviolet yang kuat, sehingga menyebabkan gas di nebula memancarkan cahaya yang terang. Selain itu, suhu dingin di dalam nebula juga menyebabkan bentuk awannya terus beruhab-ubah,” jelas Sahai.

Tim astronom juga menemukan posisi Nebula Boomerang terletak pada konstelasi Centaurus yang jaraknya 5.000 tahun cahaya dari Bumi.

Saat ini, tim astronom sedang meneliti lebih lanjut dengan keberadaan nebula-nebula lain di ruang angkasa dengan menggunakan teleskop Alma. Sebab, beberapa kali teleskop ALMA mendapati perubahan bentuk dari bintang mati menjadi sebuah nebula.

“Kami cukup beruntung sudah memiliki teleskop ALMA yang merupakan teleskop paling canggih di dunia. Teleskop ini mampu mengamati terbentuknya alam semesta, seperti melihat bagaimana bintang dan planet tercipta,” tutup Sahai. []

Sumber: vivanews.com

read more
Tajuk Lingkungan

Gas Beracun

Masih ada saja gas-gas berbahaya yang bocor dari industri ekstraksi minyak dan gas bumi. Insiden ini membahayakan masyarakat sekitar dan merusak lingkungan hidup. Bisa dibayangkan jika ada masyarakat yang menghirup gas beracun H2S, amoniak ataupun terpapar dengan merkuri. Penyakit berbahaya tentu akan menimpa manusia yang terkena, tidak pandang bulu, tua-muda, laki-perempuan. Celakanya pihak perusahaan hanya bereaksi sesaat saja terhadap kecelakaan tersebut, sekedar mengobati ala kadar tanpa ada tindakan konkrit dalam jangka panjang.

Lhokseumawe ataupun Aceh Utara menjadi “bulan-bulanan” dari bencana ini karena kedua daerah ini dikelilingi industri raksasa penghasil gas dan minyak bumi serta turunannya. PT Arun, Mobil Oil, PT PIM, PT AAF, PT KKA dan sebagainya merupakan ancaman bagi lingkungan seandainya saja pengelolaan limbahnya tidak dilakukan dengan benar dan secara konsekuen. Benar berarti sesuai dengan peraturan yang disepakati dalam Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan prinsip-prinsip keilmuan. Sedangkan konsekuen berarti pengelolaan dilakukan terus menerus dengan derajat yang sama setiap waktunya.

Selain kebocoran gas, isu hutan masih mendominasi Aceh secara khusus dan Indonesia secara umumnya. Hutan menjadi polemik yang tidak berkesudahan, peraturan terus saja dibuat dan pembabatan juga tak kalah cepatnya. Ada saja cara para perambah hutan baik secara resmi (HPH , HTI ) maupun penebang liar untuk menghabisi flora beserta ekosistemnya. Upaya penegak hukum untuk memberantas mereka tampaknya tidak membuahkan hasil signifikan. Tangkap, publikasi di media kemudian tak jelas kasus berujung kemana.

Persoalan hutan menjadi semakin komplek ketika musim kemarau ekstrim tiba, mengakibatkan kebakaran luas pada hutan. Cuaca dengan temperatur tinggi menyebabkan daun-daun menjadi meranggas, kering dan sangat mudah terbakar. Kebakaran bukan cuma disebabkan oleh alam semata namun juga oleh ulah jahil manusia. Mereka dalam rangka mencari nafkah seperti membuka ladang ataupun mengambil kayu, sengaja membakar hutan. Tanpa pikir panjang tentunya, hanya memikirkan kepentingan sendiri semata.

Semoga kita selalu peduli dan menjaga lingkungan. Ingat sebuah pepatah, “Manusia butuh lingkungan tetapi lingkungan tidak butuh manusia.”[m.nizar abdurrani]

read more