close

10/11/2013

Ragam

Warga Lawan Polisi saat Penertiban Ilegal Logging di Aceh

Puluhan warga Desa Siron, Kecamatan Kuta Cut Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh menghadang aparat keamanan gabungan yang hendak menertibkan  kilang kayu yang diduga menampung kayu ilegal logging.

Karena mendapat perlawanan dari warga, aparat keamanan yang terdiri dari unsur kepolisian, Satpol PP dan Polisi Hutan mundur untuk menghindari bentrok fisik dengan warga. Meskipun jumlah personil gabungan yang dikerahkan mencapai 300 orang.

Kapolres Aceh Besar, AKBP Djajuli saat diminta tanggapan menyebutkan, operasi yang digelar tersebut diduga sudah bocor terlebih dahulu. “Operasi ini kita duga usah duluan bocor, makanya warga berkumpul menghadang kita,” kata Kapolres Aceh Besar, AKBP Djajuli, Minggu malam (10/11/2013).

Kata Djajuli, saat personil kepolisian tiba di lokasi, ada sekitar 50 warga langsung menghadang. Bahkan sempat terjadi adu mulut antara pihak keamanan dengan warga.

Setelah bernegosiasi, sebutnya, suasana kembali mencair, meskipun sebelumnya sempat bersitegang. “Karena situasi yang gak memungkin, pihak kepolisian gagal mengeksekusi sejumlah kilang kayu yang diduga menampung kayu ilegal logging,” jelasnya. Ratusan personil anggota gabungan kembali ke markas sekira pukul 11.00 Wib.

Batalnya dilakukan eksekusi, menurut Djajuli untuk menghindari kontak fisik dengan puluhan warga yang menghadang. Kendati demikian, Djajuli mengaku akan berkoordinasi dengan pemerintah Aceh Besar untuk mencari solusi yang lebih baik dan bijak.[]

read more
Galeri

Jurnalis ke Saree

Sejumlah jurnalis yang sedang mengikuti training investigasi lingkungan sedang mengunjungi wilayah pertanian di Saree, Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

read more
Hutan

Mengintip Keindahan Gunung Seulawah Agam

Aceh memiliki banyak gunung, ketinggiannya pun beragam mulai dari 3000-an sampai yang paling rendah. Hutannya pun masih tergolong relatif lebatan dan juga masih banyak yang masih perawan. Bahkan, sebagian gunung di Aceh sudah dikatagorikan sebagai hutan lindung oleh Pemerintah Aceh.

Gunung Seulawah Agam misalnya, gunung ini juga sudah masuk dalam hutan lindung. Gunung Seulawah Agam merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di Aceh. Di Aceh ada beberapa gunung berapi yang aktif, ada gunung Burnitelong di Bener Meriah, gunung Peut Sagoe di Gempang dan juga ada gunung Jaboi di Sabang. Demikian juga ada sejumlah gunung api lainnya di Aceh, baik yang masih aktif ataupun sudah tidak aktif.

Dari sekian banyak gunung di Aceh, ada sebuah gunung yang sering kali menarik perhatian para turis yang datang ke Banda Aceh, Seulawah Agam namanya. Jika anda sedang berkunjung ke Banda Aceh melalui bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, cobalah melihat ke arah timur dari tempat yang terbuka, pasti anda akan melihat mahakarya Sang Pencipta tersebut menjulang tinggi seakan menjadi pilar penopang langit.

Walaupun ketinggiannya hanya 1800 meter di atas permukaan laut (MDPL), Seulawah Agam banyak menyimpan keindahan yang belum tercemari. Gunung ini belum banyak dikunjungi orang, jadi bagi anda yang sedang mencari spot pendakian yang masih asri dan damai, Seulawah Agam bisa menjadi tujuan anda selanjutnya.

Daniel, seorang turis Manchester yang juga seorang pengelola website informasi pegunungan www.gunungbagging.com saat di temani oleh Tim Aceh Adventure yang di pandu langsung oleh Heri Bolang, ketika mendaki Seulawah Agam menjelaskan bahwa gunung di Aceh belum banyak dipadati orang tidak seperti di Jawa.

“Contohnya lihat saja Mahameru sekarang sudah padat hingga jumlah kuota pendakinya saja sudah dibatasi, begitu juga gunung Gede dan gunung lainnya. Padahal masih banyak gunung di Indonesia yang juga bisa di daki,” jelasnya dengan aksen British yang kental.

Turis berusia 32 tahun ini adalah seorang pendaki gunung yang sudah 5 tahun tinggal dan menjelajah gunung-gunung di Indonesia, dan kali ini giliran Seulawah Agam yang menjadi target selanjutnya.

Gunung Seulawah Agam cukup mudah dijangkau, dari Banda Aceh hanya 70 kilometer ke Arah Saree Aceh Besar yang berada di ketinggian 600 MDPL. Selanjutnya anda bisa memasuki perkampungan penduduk mengambil jalan lewat samping sekolah pertanian Saree menuju kampung Aceh dan bila memiliki kendaraan anda bisa menitipkannya di rumah penduduk.

Berikutnya sebelum memasuki area hutan anda akan melewati areal perkebunan masyarakat. Saree terkenal dengan hasil perkebunannya seperti ubi, ketela, pisang, dan sayur-mayur, jadi tidak heran di Saree sepanjang jalan anda akan melihat kios-kios kecil yang menjajakan berbagai jenis keripik.

Pinto Rimba

Tidak jauh dari areal perkebunan ada jalan kecil yang menjurus ke hutan. Dari sana anda hanya perlu berjalan sekitar 1 Km dan akan langsung bertemu dengan Pinto Rimba atau gerbang hutan. Ini adalah gerbang untuk memasuki Seulawah Agam yang penuh dengan misteri. Di Pinto Rimba ada air yang mengalir langsung ke perkampungan, anda bisa mempersiapkan suplai air untuk pendakian di sini sesuai kebutuhan, airnya cukup jernih dan menyegarkan. Pinto Rimba juga memiliki sebuah balai yang bisa dijadikan tempat peristirahatan, juga papan petunjuk dan peraturan-peraturan yang harus anda baca sebelum mendaki Seulawah Agam.

Selanjutnya dari Pinto Rimba bersiaplah mendaki, melewati jalan setapak yang ada di belakang balai, dan jalur pendakian tidak lagi semudah yang anda kira. Hutan yang sangat lebat membuat anda cukup sulit untuk mengintip dunia luar dari balik sela-sela pepohonan, kemiringan medan dapat membuat anda cukup kewalahan. Tentunya bukan pendakian dan tantangan namanya jika jalurnya seperti jalan protokol kota yang di aspal dan bertrotoar. Mudahnya, di jalur pendakian Seulawah sudah ada tanda berupa ikatan-ikatan tali pada ranting pohon yang dibuat oleh para pendaki sebelumnya untuk memudahkan para pendaki lainnya, ada juga berupa tanda penunjuk jalan yang terbuat dari seng yang dipaku di pohon-pohon, jadi anda tidak perlu khawatir mencari jalur.

Pinto Angen

Ada sebuah tempat yang sangat cocok menjadi tempat peristirahatan sebelum melanjutkan perjalanan. Pinto Angen (pintu angin) namanya, ketika sampai disana anda tidak akan ingin buru-buru pergi karena Pinto Angen adalah jendela Seulawah Agam. Dari sini anda dapat menikmati pemandangan alam di tepi tebing curam dari ketinggian 1100 MDPL, sungguh sangat melegakan. Tempat ini hanyalah satu-satunya tempat terbuka di jalur pendakian ini, jadi tidak salah untuk bersantai sejenak meluruskan otot-otot yang tegang dan mengambil gambar disini.

Beringin Tujoh

Selanjutnya pendakian akan lebih menantang, anda harus melewati hutan lebat dan barusaha menentukan arah. Di tengah perjalanan menuju puncak setelah melewati Pinto Angen, anda akan bertemu dengan pohon-pohon berukuran raksasa berakar seperti tentakel gurita yang menjalar membuat bulu kuduk merinding, lokasi seram ini dinamai Beringin Tujoh. Konon katanya ada tujuh pohon beringin berukuran raksasa yang tumbuh di area tersebut, namun sekarang hanya tinggal beberapa batang saja, selebihnya wallahualam!

Walaupun tampaknya seram pohon-pohon ini sebenarnya adalah rumah bagi berbagai macam hewan melata, serangga, dan burung. Di sini jalur cukup membingungkan para pendaki, sukar untuk menemukan tali penanda jalan. Beberapa orang mencoba mengaitkannya dengan hal-hal mistis. Tapi pada kondisi ini janganlah panik, cobalah santai dan lebih cermat memperhatikan, karena jalur yang benar bisa berada di antara ranting-ranting dan juga tertutup kayu. Cobalah cari ikatan tali, tanda jalan, ataupun pohon-pohon yang terkelupas karena pisau. Yang jelas jalan itu sebernarnya ada di dekat anda, coba lihat baik-baik.

Setelah melewati Beringin Tujoh dan jalan yang membingungkan, jalur semakin mendaki dan kemiringan pun semakin menjadi-jadi. Namun sekali lagi jangan khawatir karena anda sudah dekat dengan puncak, cobalah cek GPS anda. Di ketinggian 1600-1700 ini para pendaki akan dipukau oleh keindahan hutan Seulawah Agam, pandangan kiri-kanan anda serba hijau beserta bebatuan yang besar, pohon-pohon disini diselimuti lumut hijau tua layaknya karpet seperti di film-film Hollywood. “Kayak di film Lord of the Ring hutan ini,” kata Faisal Amin dari tim Aceh Adventure saat melakukan pendakian. Menurut Faisal, sangat nyaman bagi mata juga nyaman ketika disentuh membuat tubuh ingin beristirahat segera.

Batu Gajah

Masuk lebih jauh ke dalam hutan yang pohonnya berlumut tersebut anda akan menemukan sebuah batu besar berlumut ditumbuhi pohon-pohon menjulang tinggi membuat batu ini berbentuk seperti gajah lengkap dengan belalainya, ya, Batu Gajah namanya. Mungkin ini salah satu pesan Sang Pencipta untuk menjaga Seulawah Agam karena ia juga tempat persemayaman para gajah. Ditempat ini cobalah berhenti sejenak merenungi kewajiban yang kita emban akan alam yang indah ini.

Mendaki sekitar 1 jam lagi dari Batu Gajah anda akan bertemu dengan sebuah tempat yang sedikit lapang yang sudah dilengkapi dengan penampung air seadanya yang biasa dipakai untuk berkemah oleh para pendaki. Dari sana berjalanlah beberapa meter lagi, dan bersyukurlah karena anda sudah di puncak Seulawah Agam. Ditandai dengan sebuah tugu semen persegi panjang berdiri gagah di titik 1800 MDPL bertuliskan “P 17 puncak Seulawah” yang sudah agak pudar tergerus waktu, tugu ini sudah beberapa kali di perbaiki oleh para pecinta Alam. Coba perhatikan ada sebuah rumah pohon yang di bangun oleh pendaki-pendaki sebelumnya, bisa jadi tempat peristirahatan yang asik sambil menunggu malam. Mungkin anda tidak bisa menikmati pemandangan dari atas Seulawah karena tertutup lebatnya pohon, anda hanya bisa mengintip dari sela-sela dahan-dahan pohon saja tapi ada kepuasan tersendiri saat berada di puncak ini.

Puncak Seulawah Agam juga cukup dingin, jadi persiapkanlah jaket jika ingin bermalam disana. Saat anda kembali, berhati-hatilah ketika berada di turunan, malah kebanyakan kecelakaan pendakian terjadi saat menurun karena kaki anda akan menahan berat badan sehingga mudah goyah, jangan berlari dan cobalah berjalan santai untuk keselamatan diri anda sendiri. Selamat mencoba![Fahrul]

read more
Ragam

TRASHED, Ketika Sampah Menjadi Bencana

Sampah adalah permasalahan kita. Jika kita masih berpikir sampah adalah masalah orang lain, pikirkanlah kembali pendapat itu. Ini adalah kutipan pendapat yang kuat dari Karina Kartika Sari Dewi Soekarno.

“Saya senang bisa pulang kampung,” ujar Karina Kartika Sari Dewi Soekarno dalam acara makan siang bersama jurnalis di Erasmushuis, Jakarta Selatan (7/11/2013). Kartika merupakan putri termuda dari mendiang Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno. Masa kecilnya dihabiskan di kota mode dunia, Paris.

Kartika berkisah sejak tiga tahun lalu dia tinggal di Jakarta karena harus mengikuti pekerjaan suaminya. Selama di Indonesia dia dan keluarganya kerap melancong. Dia pun mengisahkan tentang kesan keindahan tempat-tempat di Indonesia, namun sekaligus juga kesan kesedihan tatkala menyaksikan sampah.

Menurutnya, sampah plastik telah bertebaran di mana-mana sementara jumlah tempat sampah tampaknya tak mencukupi. Kartika berujar, “Bencana itu adalah soal sampah.”

Siang itu, Erasmushuis bekerja sama dengan Kartika Soekarno Foundation menayangkan cuplikan film dokumenter Trashed yang disutradarai oleh Candida Brady dan dibintangi oleh pesohor asal inggris, Jeremy Irons. Sebagian dari kita mungkin masih ingat salah satu penampilan Jeremy di film The Man in the Iron Mask atau dalam Die Hard with a Vengeance bersama Bruce Willis.

Film Trashed bercerita tentang ulah manusia yang tak bertanggung jawab dengan membuang sampah dan limbah secara berlebihan. Akibatnya, timbulnya krisis sampah global, meningkatnya biaya lingkungan, kesehatan, dan masalah kemanusiaan. Pemutaran perdana film ini digelar pada Cannes Film Festival 2012, dan mendapat nominasi sebagai film dokumenter terbaik pada Raindance Film Festival.

Kartika berharap film ini menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah plastik,  sehingga ada perubahan dalam gaya hidup modern. “Saya berharap film ini dapat memberikan dampak yang kuat terhadap pemangku kepentingan, dan masyarakat.”

“Permasalahan yang disampaikan dalam film ini merupakan masalah sampah global. Bukan hanya Indonesia, tetapi juga negara-negara lain,” ujar  Wouter Plomp selaku perwakilan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda. Wouter yang duduk di samping Kartika pun mengingatkan, “Jangan lupa untuk datang ke Erasmus Huis untuk menyaksikan pemutaran perdana Trashed.”

Acara pemutaran perdana film tersebut digelar pada Senin, 11 November 2013 yang turut dihadiri Jeremy Irons.  Pemutaran perdana tersebut sekaligus membuka acara festival film dokumenter Erasmusindocs yang diselenggarakan pada 12-16 November 2013 di Erasmus Huis, Jakarta.

Berikut cuplikan filmnya.

Sumber: NatGeo Indonesia

read more
Ragam

Siswa SMP buat Pupuk Organik dari Sampah Buah

Sekelompok pelajar SMP 1 Rangkas Bitung, Provinsi Banten, membuat pengolahan sampah bonggol pisang menjadi mikroorganisme lokal, salah satu jenis Pupuk organik cair (POC). POC  adalah larutan dari pembusukan berbagai bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia, yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.

Pembuatannya terbilang mudah juga. Mikroorganisme lokal merupakan larutan hasil fermentasi yang berasal dari pembusukan yang mudah terurai. Dengan adanya mikroorganisme lokal, maka akan memudahkan petani menggunakan pupuk cair bersifat organik, sehingga penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi.

Biaya yang dibutuhkan pun murah. Bahan bisa didapat dari macam-macam buah yang hampir busuk—pisang, pepaya, mangga, mentimun— serta campuran gula merah dan air kelapa.

Kelebihan POC di antaranya adalah cepat mengatasi defisiensi hara dan tidak masalah dalam pencucian hara.

Para pelajar yang melakukan pengembangan ide pemanfaatan ini ialah Raditya Maulidhan Nugraha, Pieter Edward Riwu, dan Ria Yuliati.

Melalui proyek ini ketiganya di bawah pendampingan guru mereka Corina Margaretha, masuk sebagai salah satu nominator Kompetisi Anak dan Remaja Bumiku Rumahku untuk Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan.

Sampah bonggol pisang yang mereka olah ke pupuk menjadi berguna dan punya nilai ekonomi.

Sumber: NatGeo Indonesia

read more