close

17/11/2013

Green Style

Bangun Indepensi Greenpeace Dari Jalanan

Bila suatu ketika dalam sebuah perjalanan, Anda menjumpai sekelompok anak muda mengenakan kaos hijau Greenpeace tegap berdiri di jalanan, halte Busway, atau di pusat perbelanjaan, yang kemudian menyapa untuk berbagi waktu dua menit dan mengajak berdiskusi dengan mereka, maka kami pastikan Anda telah bertemu dengan Direct Dialogue Campaigner, bagian terpenting dalam keluarga Greenpeace.

Semua bermula pada tahun 2006 saat pertama kalinya kegiatan Direct Dialogue Campaigner atau biasa kami singkat DDC, dimulai di Indonesia. Kala itu kantor Greenpeace di Indonesia baru terbentuk beberapa bulan, dan untuk menjalankan kampanye penyelamatan hutan yang sudah dimulai, Greenpeace membutuhkan dukungan donasi publik.

Selama 40 tahun berdiri, Greenpeace memiliki kebijakan tegas untuk tidak menerima dana dari perusahaan, lembaga pemerintah, apalagi partai politik sebagai prinsip dasar dalam menjalankan kampanyenya. Dukungan finansial kami hanya berasal dari individu-individu yang kami sebut Supporter, yang kini tersebar di berbagai penjuru Indonesia.

Kegiatan DDC adalah kegiatan penggalangan dana pertama di jalanan yang ada pada waktu itu, menggunakan konsep direct dialogue (berbicara langsung), bertatap muka, dengan orang perorangan. Namun kegiatan tersebut bukan sekedar persoalan finansial saja, tapi ada kekuatan masyarakat (people power) di dalamnya.

Ketika publik mengetahui apa yang terjadi pada lingkungan Bumi mereka dan memberi dukungan terhadap kampanye yang kami lakukan, selalu ada kekuatan individu-individu untuk mendorong sebuah perubahan di dalamnya. Sebuah perjuangan yang melebihi apapun, dan itu telah terbukti dalam banyak kemenangan yang kita raih selama ini tidak lepas dari dukungan Supporter Greenpeace.

Mencari orang, menyatukan banyak orang, mengubah pikiran orang untuk mendorong perubahan adalah tantangan dalam keseharian bagi Tim DDC. Diacuhkan, mendapat penolakan atau pun harus berdiri lama bukanlah alasan untuk berhenti, karena bagi mereka peran ini sangatlah penting dalam gerakan perjuangan penyelamatan lingkungan untuk menginspirasi dan terus mendorong perubahan.

Kegiatan DDC hampir sepenuhnya sama, di berbagai negara manapun yang memiliki kantor Greenpeace, baik di Asia, Amerika hingga Afrika. Kami selalu bertemu langsung dengan orang perorangan, menyampaikan bagaimana kisah kami dan mengajak mereka menjadi bagian dari cerita ini untuk bersama-sama mewujudkan masa depan Bumi yang lebih baik.

Di Greenpeace, kami percaya setiap orang berhak mendapat informasi tentang Bumi, tentang rumah yang kita tinggali bersama, dan bagaimana kita bisa menjaganya agar tetap indah hingga nanti. Jadi jika suatu saat kamu berjumpa dengan tim DDC, berikan dua menit, balas senyuman mereka dan mari kita berbuat sesuatu untuk menjaga planet biru yang indah ini.

sumber: greenpeace.or.id

read more
Galeri

FOTO: Hijaunya Kota Singapura

Singapura adalah negara kota dan pulau dimana tanah adalah benda langka. Namun pemerintahnya menetapkan ruang hijau sebagai prioritas pembangunan. Direktur Dewan Fasilitas Umum Singapura  mengatakan bahwa membuat saluran air kota yang menarik dan subur membantu orang untuk menghargai lingkungan alam.

Sumber: treehugger.com

read more
Ragam

Perusahaan Tambang Hancurkan Lingkungan Aceh

Mantan Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar menilai tak ada keuntungan apapun yang diperoleh daerah dari operasional perusahaan tambang emas yang disebut-sebut melakukan eksplorasi di kawasan hutan Geumpang, Kabupaten Pidie.

“Boleh dibilang, kita rugi. Dari sisi pendapatan atau ekonomi kita rugi dari sisi kerusakan lingkungan juga tinggi sekali. Muaranya ya, ke bencana,” kata Zulfikar sebagaimana dilansir Serambi Indonesia, Sabtu (16/11/2013) terkait penghentian eksplorasi 14 perusahaan tambang emas di kawasan hutan Geumpang karena belum turunnya izin pinjam pakai kawasan hutan dari Gubernur Aceh.

Dari sisi pendapatan, menurut Zulfikar tidak ada yang menguntungkan dari karena disinyalir izin yangh dikantongi oleh perusahaan lebih banyak di bawah tangan sehingga tidak mengacu pada peraturan. “Kalau pun ada izin dari kabupaten, itu kan masih sepihak. Sementara kalau mengacu ke UUPA, harus juga ada koordinasi dengan provinsi. Itu satu hal dari sisi PAD yang menurut kita lebih banyak permainan antar-kekuasaan,” tandas Zulfikar.

Kemudian, lanjutnya, dari sisi kerusakan ekosistem, ketika dilakukan eksplorasi di wilayah-wilayah hutan lindung, dampaknya sangat tinggi apalagi mereka tidak mengantongi izin dari kementerian kehutanan. Padahal, seluruh aktivitas di hutan lindung harus ada izin dari menteri.

Dikatakan Zulfikar, telah terjadi kerusakan aliran sungai dan habitat di sana. Juga terjadi kerentanan pangan akibat terganggunya pasokan air dari berbagai daerah aliran sungai yang rusak dalam wilayah Geumpang dan sekitarnya.

“Bencana rutin lainnya adalah banjir bandang dan longsor. Konfkik satwa juga sangat tinggi di wilayah ini. Pemerintah Aceh harus segera turun tangan dengan tidak memperbolehkan penerbitan izin eksplorasi. Ini juga termasuk illegal mining. Ketika terjadi bencana seperti selama ini, harusnya Pusat ikut bertanggungjawab,” tegas Zulfikar.

Zulfikar menyerukan Gubernur Aceh segera menyurati kementerian terkait sekaligus menegur izin yang tidak sampai ke tingkat gubernur karena sebenarnya harus ada izin yang dikeluarkan di tingkat provinsi.

“Selama ini mereka mengantongi izin dari kabupaten tetapi pernah satu saat kita tanya ke kabupaten, mereka (pihak kabupaten) mengaku nggak tahu dan mengatakan kegiatan mereka (perusahaan) lebih banyak eksplorasi. Ini kan aneh, kok sudah lebih tiga tahun masih eksplorasi (mencari) terus, sementara beberapa hasil sudah ada yang dibawa, ini kan ilegal namanya,” demikian Zulfikar.()

Sumber: serambinews.com

read more
Ragam

14 Perusahaan Tambang di Pidie Tak Miliki Izin Pakai Hutan

Sebanyak 14 perusahaan tambang emas menghentikan kegiatan eksplorasi (penelitian) di kawasan hutan Geumpang, Pidie karena belum turun surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Gubernur Aceh. Para pengusaha memberhentikan operasi meski izin eksplorasi dari Pemkab Pidie berlaku hingga 2015.

Kepala Bidang (Kabid) Pertambangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Energi Sumber Daya Mineral (Disperindagkop-ESDM) Pidie, Teuku Irwansyah MM, menjawab Serambi, Sabtu (16/11/2013) mengatakan, ke-14 perusahaan tersebut tetap menghentikan eksplorasi sebelum keluar surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari gubernur, menyusul surat izin sebelumnya telah berakhir.

Dijelaskan Irwansyah, izin yang diberikan Pemkab Pidie kepada perusahaan tersebut masih berstatus eksplorasi, belum dinaikkan menjadi eksploitasi. Masa berakhir izin eksplorasi yang diberikan Pemkab Pidie kepada 14 perusahaan tambang emas tersebut bervariasi. Ada yang 2014 dan ada juga tahun 2015. Kegiatan eksplorasi berlangsung sejak 2009 dan 2010. “Untuk dinaikkan status menjadi eksploitasi, ke-14 perusahaan tersebut harus melakukan eksplorasi selama delapan tahun. Itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batubara,” kata Irwansyah.

Ia mengatakan, dari 14 perusahaan tambang emas yang telah memperoleh izin melakukan eksplorasi juga dibebankan membayar iuran tetap (landrent) per tahun berdasarkan luas lahan yang dikeluarkan izin.

Landrent tersebut, kata T Irwansyah, adalah penerimaan negara bukan pajak, yang disetor ke kas negara oleh perusahaan yang melakukan eksplorasi. Kemudian Pemkab Pidie menerima bagi hasil landrent yang dikirim dari pemerintah pusat. “Bagi hasil tersebut masuk ke dalam kas daerah yang kemudian menjadi pendapatan asli daerah (PAD),” katanya.

Ditanya berapa landrent yang telah masuk ke kas daerah, katanya, hingga kini pihak dinas sedang menghitung iuran tetap bersumber dari 14 perusahaan tambang tersebut. “Insya Allah, Senin (18/11) angka landrent sudah bisa kita berikan,” demikian Irwansyah.(naz)

Sumber: serambinews.com

read more
Flora Fauna

Garuda Indonesia Tolak Angkut Kargo Sirip Hiu

Setiap tahunnya Garuda Indonesia memfasilitasi pengiriman sebanyak 36 ton kargo bermuatan produk-produk sirip hiu. Namun sejak tahun 2012, Garuda Indonesia juga telah memberlakukan embargo dengan tidak menerima pengangkutan satwa mamalia hidup seperti lumba-lumba dan harimau, termasuk hewan peliharaan (domestic pet) mamalia seperti anjing, kucing, dll, sebagai bagasi tercatat, kecuali untuk service animal.

Melalui kebijakan ini, Garuda Indonesia bergabung dengan sejumlah maskapai penerbangan yang telah lebih dahulu menghentikan pengiriman produk-produk sirip hiu, seperti Air New Zealand, Cathay Pacific, Emirates Airlines, Fiji Airways, dan Korean Air.

Sehingga dengan mengeluarkan kebijakan embargo ini, Garuda Indonesia berkontribusi pada upaya pengurangan perdagangan sirip hiu di pasar global.

WWF-Indonesia mengapresiasi langkah manajemen maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia, yang baru-baru ini mengeluarkan kebijakan internal “Embargo On Shipment All Kind Shark Fin” atau embargo pengiriman semua jenis sirip hiu dalam penerbangannya yang mulai efektif diberlakukan tanggal 8 Oktober 2013.

“WWF memberikan apresiasi atas kebijakan embargo yang dikeluarkan Garuda Indonesia atas pengiriman produk sirip hiu. Hal ini merupakan langkah positif yang patut dicontoh oleh perusahaan-perusahaan lainnya, termasuk maskapai penerbangan, restoran, hotel, supermarket, yang terlibat dalam perdagangan hiu”, jelas Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Nazir Foead.

“Keputusan mengeluarkan kebijakan ini merupakan wujud dari komitmen Garuda Indonesia untuk mendukung kampanye antiperdagangan hiu #SOSharks yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia”, kata Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

Hiu telah menjadi perhatian global dan diperdagangkan dalam berbagai bentuk tidak hanya sirip kering saja. Setidaknya 1.145.087 ton produk hiu diperdagangkan secara global setiap tahunnya. Padahal hiu adalah spesies yang populasinya terancam punah dan lambat reproduksinya. Melonjaknya jumlah permintaan sirip dan produk-produk hiu lainnya menyebabkan terjadinya penangkapan besar-besaran terhadap satwa ini. Data FAO (2010) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.

Kampanye anti konsumsi hiu berhasil mendapatkan dukungan di sejumlah negara, seperti Cina dan Australia. Pemerintah Cina misalnya, memutuskan tidak lagi menghidangkan sup sirip hiu di acara kenegaraan. Australia bahkan melarang shark finning, yaitu praktik pengambilan sirip hiu dengan cara yang kejam.

Di Indonesia, Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama lembaga lainnya termasuk WWF, terus mendorong upaya penetapan National Plan OF Action (NPOA) untuk mengelola kelestarian sumberdaya hiu di Indonesia.

Pemprov DKI Jakarta, sebagaimana disampaikan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (15/6/2013), juga sedang menyiapkan Peraturan Gubernur yang meminta restoran atau rumah makan di Jakarta untuk berhenti menyajikan atau memperdagangkan produk-produk hiu serta turunannya.

Hingga saat ini kampanye Save Our Shark (#SOSharks) WWF didukung oleh sedikitnya 23 orang figur publik dan selebriti termasuk chef, pakar kesehatan, musisi, aktor hingga produser film. Info lebih lanjut tentang keterlibatan para publik figur Indonesia dalam kampanye hiu dapat dilihat di www.wwf.or.id/sosharks.

Sumber: hijauku.com

read more