close

20/11/2013

Ragam

Pengadilan St Petersburg Rusia Bebaskan Aktivis Greenpeace

Pengadilan di St Petersburg, Rusia, Selasa (19/11/2013), mengabulkan permohonan bebas dengan jaminan atas beberapa warga asing yang ditangkap dalam aksi protes Greenpeace di anjungan minyak lepas pantai Arktik dua bulan lalu.

Pengadilan mengatakan aktivis asal Argentina, Kanada, Brasil, Italia, Selandia Baru, dan Polandia akan dibebaskan bila mereka mampu membayar uang jaminan masing-masing sekitar 60.000 dolar AS. Uang jaminan harus diserahkan ke pengadilan dalam waktu empat hari.

Mereka adalah sebagian dari 30 aktivis Greenpeace yang ditahan pihak berwenang Rusia setelah menggelar aksi di dekat anjungan minyak milik perusahaan energi Rusia, Gazprom. Terdakwa lainnya dijadwalkan akan disidangkan pekan ini.

Pada Senin (18/11/2013) pengadilan membebaskan dengan jaminan tiga warga Rusia, termasuk seorang dokter di kapal Greenpeace dan seorang juru bicara. Pengadilan terpisah memutuskan perpanjangan penahanan atas aktivis asal Australia, Colin Russell, selama tiga bulan lagi.

Semula ke-30 aktivis dikenai dakwaan perompakan dengan ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara, tetapi pihak berwenang membatalkan dakwaan itu menggantinya dengan dakwaan hooliganisme dengan ancaman hukuman lebih ringan.

Dua anggota Greenpeace berusaha memanjat anjungan sebagai protes atas pengeboran minyak di Arktik, tetapi kapal organisasi lingkungan itu digerebek oleh orang-orang bersenjata Rusia yang mengenakan penutup kepala dan diturunkan dari helikopter. Kapal dan seluruh penumpangnya kemudian digiring ke pelabuhan Murmansk, di kawasan lingkar Artik Rusia.[]

Sumber : BBC Indonesia

read more
Flora Fauna

Masyarakat Peureulak Serahkan Gajah ke BKSDA Aceh

Masyarakat menyerahkan gajah yang ditangkap di kawasan hutan Seumanah Jaya, Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). BKSDA akan merawat gajah liar tangkapan masyarakat tersebut.

“Gajah itu saat ini sudah kami tempatkan di pusat pelatihan gajah Saree, Aceh Besar, setelah sebelumnya diserahkan masyarakat kepada petugas BKSDA,” kata Kepala BKSDA Aceh Amon Zamora di Banda Aceh, yang dituliskan Rabu (20/11/2013).

Ia menjelaskan, gajah liar itu ditangkap masyarakat pekan lalu karena dinilai telah menganggu areal perkebunan mereka.

“Kami juga tidak mengetahui bagaimana cara masyarakat menangkap binatang berbelalai itu. Kami mengetahui setelah dilaporkan ada gajah liar betina dewasa ditangkap penduduk setempat,” kata dia menambahkan.

Pada awalnya, masyarakat tidak mau menyerahkan gajah liar betina itu kepada petugas BKSDA. Tapi setelah beberapa hari, warga kembali menghubungi petugas BKSDA dan menyatakan untuk menyerahkan gajah tersebut.

“Setelah tim kami ke Aceh Timur, masih mendapatkan gajah liar betina itu terikat dan selanjutnya diangkut ke PLG Saree untuk diamankan. Di Saree, gajah liar itu bergabung dengan puluhan gajah lainnya,” kata Amon.

Amon memperkirakan, masyarakat tidak mampu memberikan makan dan mandi gajah itu sehingga berencana kembali menyerahkan binatang dilindungi tersebut kepada petugas BKDSA.

“Masyarakat juga harus mengetahui bahwa gajah dan binatang dilindungi lainnya tidak boleh dipelihara. Kalau ada yang sengaja memeliharanya maka pihaknya bersama kepolisian akan menindak tegas sesuai hukum berlaku,” ia menjelaskan.

Dipihak lain, dia menjelaskan konflik manusia dan satwa terutama gajah di Aceh itu disebabkan terganggunya habitat dan daerah lintasan binatang tersebut oleh penduduk terutama akibat pembukaan lahan baru. []

Sumber: theglobejournal.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Kelompok Masyarakat Sipil Menentang Solusi Batubara Bersih

Masyarakat sipil Indonesia menyayangkan KTT Perubahan Iklim COP-19 sedang berlangsung di Warsawa, Polandia, karena konferensi tersebut menjadi arena cuci tangan sejumlah negara supaya dapat terus mengandalkan batubara untuk pembangunan.

Pemerintah Polandia menggalang dukungan eksploitasi batubara, melalui Konferensi Batubara, yang berlangsung di sela-sela KTT Perubahan Iklim. Pemerintah Polandia mengatakan negosiasi mesti terus bergerak dan maju,  dan pada saat yang sama Rekomendasi Konferensi Batubara tersebut adalah batubara bersih (clean coal energy).

Batubara bersih upaya aplikasi pengembangan pembangkit listrik dari batubara yang diklaim sangat efisien, dengan menggunakan Supercritical Boiler dan Ultra Supercritical Boiler. Kedua teknologi tersebut telah dipropagandakan di banyak negara salah satunya Indonesia. Para pendukungnya mengatakan teknologi ini telah dipergunakan di ladang-ladang minyak dan gas lepas pantai.

Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) Mida Saragih, menegaskan negara-negara khususnya Pemerintah Polandia perlu memahami pentingnya perwujudan keselamatan manusia, utamanya di negara-negara sumber produksi batubara seperti Indonesia. Kontribusi emisi karbon dari tambang batubara semestinya membuka mata Polandia dan negara-negara lainnya untuk mengurangi, bahkan menyetop pemanfaatan batubara. Untuk perwujudan keselamatan manusia, mereka tidak semestinya mengundang dan bekerjasama dengan negara-negara serta perusahaan asing, terlebih untuk terus menerus mengeksploitasi bahan bakar fosil.

Sementara koordinator JATAM, Hendrik Siregar, biaya dari batubara dari hulu ke hilir sangat mahal terhadap manusia dan lingkungan yang belum tentu setiap negara mampu mengantisipasi resiko yang begitu mahal diakibat oleh sumber energi kotor dari batubara.

Delegasi masyarakat dari negara-negara ASEAN, plus dari India, China, dan Bolivia yang bertemu di Bangkok dalam Forum Equitable and Low Carbon Society, pada tanggal 18-19 November 2013—juga menentang solusi palsu batubara bersih, karena tidak menjawab akar persoalan.

Pasalnya, pilihan dari penanganan perubahan iklim global saat ini hanya ada dua, pertama kesungguhan negara-negara untuk menurunkan emisi karbon dan kedua, membangun kapasitas untuk menjalankan adaptasi dan mitigasi yang merujuk pada prinsip keadilan.[]

Sumber: jatam.org

read more
Energi

Citra Biodiesel Merosot Akibat Dampak Buruk Etanol

Biodiesel dan etanol keduanya masuk dalam kategori ” biofuel , ” yang menggambarkan bahan bakar apapun disintesis dari materi tanaman atau hewan. Cukup banyak kesamaan diantara keduanya.

Biodiesel memberikan dampak lingkungan yang minimal secara signifikan dibandingkan baik dengan etanol dan ataupun bahan bakar standar yang berasal dari derivat petroleum diesel. Biodiesel dapat digunakan dalam mesin diesel standar dengan sedikit atau tidak berdampak negatif pada kondisi mesin. Sementara itu, etanol patut dicermati karena emisi yang relatif tinggi dan dapat merusak mesin yang tidak secara khusus dirancang untuk etanol.

Dalam beberapa tahun terakhir, etanol telah menjadi sasaran dari ahli lingkungan dan kritikus limbah dari pemerintah, yang berpendapat bahwa manfaat terbatas bahan bakar tidak membenarkan dukungan federal selama beberapa dekade terakhir. The Renewable Fuels Standard, yang menetapkan mandat produksi untuk etanol dan biodiesel, baru-baru ini menjadi target reformis yang ingin melihat pemotongan standar untuk mencerminkan rendahnya permintaan etanol. Jika itu terjadi, produksi biodiesel dalam reformasi, dengan EPA memilih untuk tidak menaikkan target produksi untuk biodiesel pada tahun 2014.

Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati, lemak hewan atau makanan daur ulang seperti minyak restoran, atau dari ganggang. Biodiesel dapat dijual dalam berbagai variasi campuran dengan minyak solar atau sebagai murni 100 persen yang dikenal sebagai B100 .

Biaya bahan bakar untuk konsumen bervariasi tergantung pada campuran dan lokasi, tetapi menurut survei terbaru oleh Departemen Energi, biaya setara satu galon B100 adalah $ 4,13 musim panas ini , atau sekitar $ 0,50 per galon lebih daripada biaya standar bensin atau $ 0,63 lebih dari diesel . Biaya tambahan ini membawa manfaat terhadap pengurangan 50 persen emisi gas rumah kaca  menurut sebuah studi 2010 oleh Argonne National Laboratory .

Industri biodiesel saat ini menargetkan 1,7 miliar galon produksi untuk 2014 , namun usulan EPA adalah untuk menjaga produksi sejalan dengan tingkat 2013 ini : 1,28 miliar galon . Mungkin etanol telah memberikan biofuel nama buruk, menyeret produksi biodiesel turun.

Sumber: enn.com

read more
Perubahan Iklim

Kerugian Akibat Bencana Alam Capai $3,8 Triliun

Sejak tahun 1980-an kerugian akibat bencana terus mengalami peningkatan. Pada periode 1980-2012, kerugian total akibat bencana alam telah menembus angka $3,8 triliun. Sebanyak 74% dari kerugian ini disebabkan oleh cuaca ekstrem dan bencana hidro-meteorologis dengan nilai mencapai $2,6 triliun.

Cuaca ekstrem dan bencana hidro-meteorologis juga mendominasi jenis bencana alam yang terjadi yaitu mencapai 87% (18.200 bencana) dan sebanyak 61% (1,4 juta) nyawa melayang akibat dua jenis bencana yang dipicu oleh pemanasan global dan perubahan iklim ini.

Di Thailand misalnya, banjr besar yang terjadi pada 2011 telah menimbulkan kerugian sebesar $45 miliar atau setara dengan 13% dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Di Tanduk Afrika (Horn of Africa), kekeringan dalam periode 2008–2011 menyebabkan 13,3 juta penduduk menderita kelaparan dengan kerugian (di wilayah Kenya saja) mencapai $12,1 miliar.

Hal ini terungkap dalam laporan berjudul Building Resilience: Integrating Climate and Disaster Risk into Development, yang diterbitkan oleh Bank Dunia, Senin (18/11/2013). Laporan ini diluncurkan bersamaan dengan Konferensi Perubahan Iklim (COP19) yang saat ini masih berlangsung di Warsawa, Polandia.

Tujuannya tidak lain adalah untuk menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan agar bersiap dengan peningkatan risiko akibat bencana alam terutama bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang semakin sering dan ekstrem.

Perubahan iklim dipicu oleh ulah manusia yang terus memroduksi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Pemanasan global telah mengubah pola cuaca yang memicu banjir, badai dan kekeringan di berbagai wilayah dunia. Menurut Bank Dunia, wilayah yang terdampak gelombang panas akan naik dua kali lipat pada 2020.

Kerugian yang diderita kota-kota besar di wilayah pesisir pantai akibat cuaca ekstrem diperkirakan akan mencapai $1 triliun pada pertengahan abad ini (2050). Dan negara yang paling berisiko adalah negara miskin dan berkembang yang menurut laporan Munich Re menjadi lokasi 85% korban jiwa akibat semua bencana ini. Jangan sia-siakan (lagi) peluang di Warsawa untuk menciptakan perubahan dalam aksi mengatasi perubahan iklim.

Sumber: Hijauku.com

read more