close

28/11/2013

Energi

Politisi Senayan Yakinkan Calon Investor Soal Energi di Aceh

Anggota Komisi VII DPR RI, Teuku Riefky Harsya menyebutkan krisis energi yang selama ini dihadapi Aceh akan terjawab melalui kesiapan PLTU Nagan Raya yang diharapkan beroperasi Desember 2013 ini. Ia meyakinkan para investor untuk melihat Aceh sebagai tujuan investasi yang potensial untuk kepentingan jangka panjang.

“Ketersediaan energi menjadi salah satu pra-syarat penting bagi investor. Alhamdulillah Aceh sekarang memiliki PLTU di Nagan Raya dengan kapasitas 220 Megawatt. Kita harap Desember bisa beroperasi sehingga bisa menjawab segala tuntutan kalangan investor,” demikian ujar Riefky Rabu (27/11/2013) menyikapi pelaksanaan Aceh Business Forum yang digelar oleh Badan Investasi dan Promosi Aceh di Jakarta Senin kemarin.

Masih menurut Riefky selama ini ketersediaan listrik di Aceh hanya mencapai 300 Megawatt. Suntikan energy listrik dari PLTU Nagan Raya sebesar 220 Megawatt akan menutupi kebutuhan listrik di sektor industry, khususnya di wilayah Barat-Selatan.

Sementara itu, pada 2016 mendatang PLTA Peusangan di Aceh Tengah diperkirakan juga akan beroperasi secara optimal. Penyedian energy listrik sebanyak 88 Megawatt akan memberikan kemudahan bagi pra investor yang ingin berinvestasi di wilayah Tengah Aceh, khususnya di sektor perkebunan.

Di lain hal, dia berharap Pemerintah Aceh dapat melakukan berbagai terobosan lainnya untuk menarik minat investor. Selain harus melakukan perbaikan infrastruktur secara memadai hingga ke seluruh kabupaten dan kota di Aceh, gerakan promosi dan publikasi Aceh harus dilakukan secara terus-menerus dan terstruktur.

Tidak hanya itu, dia juga memberikan penekanan khusus berkaitan dengan upaya pemangkasan birokrasi sehingga memudahkan para investor untuk datang Aceh.

Sumber: theglobejournal.com

read more
Energi

Pembangunan Energi Geothermal Indonesia Lamban

Menurut Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswo Utomo, di Jakarta, Selasa (26/11/2013), upaya menambah sumber listrik baru sudah tidak dapat dihindari agar tidak terjadi krisis listrik.

“Bahwa tantangan pemerintah Indonesia adalah bagaimana cara kita bisa membangun pembangkit listrik paling tidak 5.000 megawatt per tahun, kemudian kalau untuk geotermal itu kira-kira paling kita 400 megawatt per tahun, ini terus dilaksanakan, harus dilaksanakan kalau tidak nanti Indonesia bisa krisis,” ujar Susilo.

Pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa mengatakan untuk memenuhi kebutuhan geotermal di tanah air butuh waktu dan investasi besar.

“Untuk listrik, itu proyeksi kebutuhan kita sampai dengan 2020 dibutuhkan 4.000 – 5.000 megawatt new install capacity setiap tahun untuk memenuhi tingkat pertumbuhan listrik saat ini. Jadi memang dibutuhkan pembangkit baru,” kata Fabby Tumiwa.

“Rencana sampai tahun 2020 itu panas buminya itu diharapkan bisa terbangun tambahan 4.000 megawatt, 10 tahun kita 400 megawatt per tahun, tapi kalau kita liat track dari 2010 sampai dengan saat ini kayaknya realisasi untuk bisa 4.000 megawatt tambahan sampai dengan 2020 itu susah terpenuhi, kurang realistis target itu mungkin, pembangunan panas bumi lambat sekali,” lanjutnya.

Fabby menambahkan, pemerintah harus mempermudah aturan agar para calon investor berminat berinvestasi sektor geotermal, terutama masalah perizinan. Ia menilai untuk mengembangkan geotermal di Indonesia membutuhkan pihak asing karena selama ini Indonesia masih harus banyak belajar pada tiga negara yaitu Selandia Baru, Islandia, dan Amerika Serikat.

“Masalah lelang, perizinan itu selalu jadi isu, lelang yang dilakukan oleh pemerintah biasanya tidak menghasilkan kandidat investor yang baik, yang mendapatkan WKP, wilayah kerja panas bumi itu tidak mampu untuk merealisasikan investasi karena masalah perizinan, sudah dapat izin tapi begitu mau eksekusi masih ada kendala masalah izin penggunaan kawasan hutan,” jelas Fabby.

“Ada beberapa yang beralasan masalah regulasi tapi kalau saya lihat regulasi panas bumi sudah lebih bagus ya, tetapi memang kualitas investor juga tak mau mengambil resiko, finansialnya terbatas, modal investasi 2.500 sampai 4.000 dollar per kilowatt tergantung pada lokasi, tergantung pada ukuran kualitas uap steam-nya, kita juga banyak belajar panas bumi dari New Zealand, dari Islandia juga banyak  tapi untuk teknologi itu Amerika sudah mengembangkan,” kata pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Service Reform ini.

Hingga saat ini  kemampuan produksi listrik nasional sebesar 40.000 megawatt sementara kebutuhan listrik nasional sebesar 32.000 megawatt. Meski masih surplus 8.000 megawatt, pemerintah tetap berupaya menambah 5.000 megawatt setiap tahun untuk cadangan.

Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi listrik sebesar Rp100 trilyun, namun anggaran subsidi listrik tahun depan akan turun menjadi sebesar Rp72 triliun.

Sumber: NatGeo Indonesia

read more
Flora Fauna

Ditemukan Fosil Pohon Letusan Sinabung 800 Tahun Lalu

Para penambang pasir di kawasan hutan kaki Gunungapi Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menemukan ratusan batang pohon tertimbun tanah dengan kedalaman 20 meter dari permukaan bumi.  Pohon-pohon ini ini berdiri kokoh dan diperkirakan telah berusia 800 tahun.

Ratusan bahan pohon ini, tampak berwarna hitam bekas terbakar. Para ahli Vulkanologi menduga, bekas bakaran kayu itu, akibat letusan Gunung Sinabung ratusan tahun lalu. Lokasi temuan ini berada di  salah satu lembah, di sebelah anak sungai yang mengalirkan air dari Danau Lau Kawar, menuju bagian sebelah utara kaki Gunung Sinabung. Aliran sungai itu bernama Sungai Lau Borus.

Para penambang pasir, awalnya tidak mengetahui kalau kayu-kayu itu, sisa peninggalan sejarah masa lalu meskipun mereka sudah menambang di sana turun temurun. Anwar Sitepu, penambang pasir, Sabtu (23/11/2013), mengatakan, pasir terus digali dan ditemukan kayu-kayu ukuran besar berdiri kokoh tertimbun pasir.

Dulu, katanya, bangunan rumah dan gedung-gedung, dibuat menggunakan kayu. Lama-lama kayu di hutan menipis, membangun rumah menggunakan semen, batu, dan pasir. “Di sinilah ditemukan kayu-kayu itu. Tertimbun pasir cukup dalam, tapi tak tumbang meski kedalaman berkurang dan saat ini sudah 20 meter, ” katanya.

Ucapan ini dibenarkan Sabar Sembiring, ketua adat di Desa Beras Sitepu. Kala usia muda, dia pernah menambang pasir aliran sungai Danau Lau Kawar. Meskipun menemukan sekitar 100-an pohon batu itu, para penambang tidak merusak atau menghancurkan. Mereka membiarkan kayu-kayu itu.

Hingga kini, kayu-kayu peninggalan sejarah dan cerita ketika Gunung Sinabung meletus di masa silam ini, masih berdiri kokoh. Walau beberapa, tampak tumbang dan terjatuh ke aliran sungai, serta melintang di tengah aliran sungai.

Sembiring menambahkan,  para penambang pasir kebanyakan warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Jumlah mereka antara 30-40 orang berusia di atas 20 tahun. Mereka mengeruk pasir, batu, dan kerikil, yang diduga sisa letusan Sinabung. Truk-truk besar mengangkuti meterial-material ini. Sementara Agus Budianto, Kepala Sub Bidang Evaluasi Bencana Gunung Sinabung, membenarkan kalau kayu-kayu sisa terbakar dan tertimbun dalam pasir itu, berusia ratusan tahun. Menurut dia, peneliti dari Badan Geologi Nasional, sudah melakukan analisis dan pengambilan sampel kayu, tahun 2010.

Dari uji sampel, diketahui, kayu yang diperiksa, berusia sekitar 800 tahun. Hasil uji ditemukan dugaan kuat, kayu-kayu itu tertimbun akibat longsor material vulkanik dari letusan Gunung Sinabung. ”Hasil penelitian diketahui usia kayu-kayu itu berusia 800 tahun, tertimbun pasir, dan material vulkanik, ” katanya.

Dia berharap, para penambang pasir tetap menjaga dan tidak menebang atau merusak kayu masa lalu itu. “Itu akan menjadi sejarah nanti. Mudah-mudahan yang ditebang atau dirusak, supaya ada penelitian lebih lanjut soal itu.”

Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, tempat ditemukan kayu-kayu fosil berusia ratusan tahun itu, berada di radius 4,5 kilo meter dari pusat semburan kawah Sinabung. Letak desa ini persis berada di parit yang mengalirkan lava pijar maupun lahar dingin dari puncak gunungapi.

Saat ini, sebagian besar warga desa ini dievakuasi ke pengungsian, karena aktivitas gunung terus meningkat, erupsi terus terjadi, hingga pengungsi bertambah 12.300 jiwa ditampung di 28 lokasi. Meski begitu, puluhan penambang pasir tetap beraktivitas, walau sudah ada larangan. Guna mengantisipasi korban jiwa, TNI-Polri dan tim SAR hingga Sabtu sore terus menyisir lokasi, yang berjarak antara dua sampai 4,5 km dari kaki gunungapi.

Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sejak September 2013, sedikitnya terjadi 75 kali erupsi. Potensi erupsi masih tinggi ditandai lava pijar, awan panas, dan erupsi freatik-eksplosif. PVMBG melaporkan, deformasi badan gunung mengembang sekitar dua mili meter per hari, hingga masih banyak energi tersimpan di tubuh gunung menjelang erupsi. Seismisitas gunung masih sangat tinggi, statuspun kini Awas IV.

Sumber: NatGeo Indonesia/mongabay.co.id

read more
Ragam

Indonesia Miliki Ratusan Spesies Bambu

Kementerian Lingkungan Hidup bersama Komunitas Bambu Indonesia menyelenggarakan Refleksi Setahun Deklarasi Persaudaraan Pecinta Bambu Indonesia dalam rangka Konservasi dan Pemanfaatan Bambu yang telah dideklarasikan pada 26 November 2012 di Bandung. Pada tanggal tersebut juga dideklarasikan pembentukan Forum Komunitas Bambu dan sekaligus mencanangkan bahwa setiap 26 November diperingati sebagai Hari Bambu Indonesia.

Kegiatan ini berisi dialog interaktif tentang “Pengembangan Bambu Secara Berkelanjutan di Indonesia” yang dihadiri narasumber yaitu Ir. Sarwono Kusumaatmadja (Mantan Menteri Lingkungan Hidup), Prof. Elizabeth A. Wijaya (pakar bambu LIPI), Direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, serta Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup.

Selain dialog interaktif, kegiatan peringatan Hari Bambu Indonesia juga diisi oleh pameran produk bambu dan gerakan aksi penanaman bambu.

Tujuan acara ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tanaman bambu sebagai salah satu keanekaragaman hayati Indonesia dan yang perlu dilestarikan. Acara ini sekaligus dalam rangka memperingati pengakuan angklung sebagai warisan budaya tak benda yang dicanangkan oleh UNESCO pada tanggal 16 November 2011 dan memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional tanggal 5 November yang tahun ini bertemakan “Puspa dan Satwa Sahabat Kita Bersama, STOP Kepunahan”.

Peringatan tersebut sejalan dengan penetapan Biodiversity Decade 2010-2020 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mendukung tercapainya target global penurunan kemerosotan keanekaragaman hayati pada tahun 2020 (Aichi Target).

Dalam sambutan mewakili Menteri Lingkungan Hidup, Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. Hermien Roosita, MM, mengatakan, “Melalui forum ini, peringatan Hari Bambu Indonesia 2013 menjadi gerakan nasional untuk melestarikan dan melindungi bambu indonesia dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan bersama, menjalin komunikasi dan pertukaran informasi antara sesama pemangku kepentingan sera menyusun rumusan konseptual dan konkrit demi pelestarian dan pemanfaatan bambu secara berkelanjutan”.

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies yang tinggi di dunia. Kondisi keanekaragaman hayati Indonesia semakin hari semakin merosot, baik pada tingkat ekosistem spesies maupun genetik. Dalam rangka mengamankan dan melestarikan keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan nasional,

Pemerintah Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya yang merupakan instrumen untuk mencegah pencurian sumber daya genetik. Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, memiliki keanekaragaman jenis bambu. Dari sekitar 1500 jenis bambu yang sudah dikenal di dunia, 147 di antaranya merupakan jenis asli Indonesia termasuk jenis-jenis bambu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Kekayaan akan bambu ini harus dicatat sebagai aset yang mempunyai peranan penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi ekonomi, kebudayaan maupun ekologi. Hal ini, mengharuskan kita untuk dapat melindungi spesies dan genetik bambu Indonesia, termasuk hasil pemanfaatan dari bambu khas Indonesia.

Bambu mempunyai manfaat yang sangat banyak baik dari segi ekonomi, segi ekologi maupun sosial budaya. Dari segi ekonomi, kebanyakan etnik nusantara menggunakan bambu dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terlihat dari penggunaan bambu untuk bahan bangunan rumah, peralatan rumah tangga, peralatan kesenian, dan peralatan berburu, bahkan untuk bahan makanan dan bahan obat-obatan. Dari segi ekologi, bambu dapat menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat air dan tanah.

Tanaman bambu yang rapat dapat mengikat tanah pada daerah lereng, sehingga berfungsi mengurangi erosi, sedimentasi dan longsor. Tan aman bambu juga mampu menyerap air hujan dan dengan daun berbentuk jarum yang penguapannya kecil, tanaman bambu berfungsi menyimpan air.

Sementara itu, dalam kaitan dengan upaya mitigasi perubahan iklim, pengembangan tanaman bambu juga mendukung meningkatk an penyerapan karbon. Dari suatu penelitian, tanaman bambu dapat menyerap lebih dari 62 ton/Ha/tahun karbon dioksida).

Bambu juga merupakan bagian dalam kehidupan seni dan budaya antara lain sebagai alat musik (angklung, kulintang bambu, jegog bali, dan lain-lain) dan digunakan dalam banyak ritual lainnya. Dari segi sosial budaya, bambu bermanfat untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, mencegah urbanisasi serta mendorong pariwisata.

Sumber: menlh.go.id

read more
Perubahan Iklim

Studi: Pengurangan CO2 Drastis dapat Cegah Kenaikan Suhu Bumi

Sebuah makalah yang diterbitkan di Nature Climate Change menegaskan studi sebelumnya menemukan bahwa pengurangan drastis dan agresif karbon dioksida ( CO2 ) dan short-lived climate pollutants ( SLCPs ) diperlukan untuk menjaga suhu global di bawah 2 ° C sampai akhir abad ini.

Hal ini menegaskan penelitian sebelumnya oleh Dr V. Ramanathan dari S , Dr Drew Shindell di NASA Goddard Institute of Space Studies dan lain-lain bahwa mitigasi tiga dari empat SLCPs (black carbon, metana dan tropospheric ozone, akan menghindarkan sekitar 0,5-0,6 ° C, tapi tanpa pengurangan agresif dan langsung CO2 temperatur akan terus meningkat sampai akhir abad dan seterusnya.

” Manfaat pengurangan SLCPs jauh lebih besar ketika perhitungan termasuk manfaat jangka pendek dari mengurangi SLCP lainnya seperti hidrofluorokarbon atau HFC yang digunakan sebagai pendingin, karena hal ini dapat menghindari tambahan 0,5 ° C pemanasan pada akhir abad, “menurut Durwood Zaelke, Presiden Institute for Governance & Pembangunan Berkelanjutan. ” Pentahapan bawah HFC di bawah Protokol Montreal mungkin tindakan mitigasi terbesar , tercepat dan termurah dalam jangka pendek hingga 2100, tetapi HFC sayangnya tidak termasuk dalam penelitian ini. ”

” Tantangan yang sebenarnya untuk CO2 dan SLCPs bukanlah ilmu, melainkan politik bagaimana untuk mendapatkan pengurangan, ” kata Zaelke. ” Ada perbedaan besar antara mengetahui apa yang harus dilakukan dan mencari tahu bagaimana untuk menyelesaikannya. ”

” California misalnya mengurangi emisi karbon hingga 90 %, menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Dr Ramanathan, ” tambah Zaelke. Hal ini kontras dengan kenaikan 58 % di CO2 sejak tahun 1990 yang dilaporkan minggu ini oleh Global Carbon Anggaran. (tahun 1990 adalah tahun acuan bagi perjanjian iklim Protokol Kyoto).

” Politik mitigasi SLCP yang menggembirakan, ” kata Zaelke. “Sebagian karena manfaat jaminan yang signifikan untuk kesehatan dan pertanian, dan sebagian karena dapat dikurangi dengan teknologi yang ada dan dalam kebanyakan kasus dengan hukum dan lembaga-lembaga yang ada tanpa menunggu negosiasi iklim PBB untuk menyimpulkan perjanjian baru yang diharapkan dapat mulai berlaku pada tahun 2020. ”

Studi baru mencatat manfaat dari mitigasi SLCP dan juga menyebutkan argumen bahwa keberhasilan dengan SLCPs dapat membangun momentum politik untuk mitigasi CO2.

” Pendukung pengurangan SLCP tahu bahwa mitigasi CO2 penting, tetapi juga tahu bahwa kita berada di COP 19 dan emisi CO2 salah tujuan dalam 19 tahun terakhir. ”

” Kita perlu lebih politik yang canggih, sehingga kita dapat belajar bagaimana memecahkan bagian masalah iklim yang hari ini, sementara terus mengembangkan teknologi dan kemauan politik untuk menyelesaikan bagian-bagian lain, ” ujar Zaelke.

Paper baru menyimpulkan bahwa, ” Tindakan segera pada SLCPs berpotensi ‘ membeli waktu ‘ untuk adaptasi dengan mengurangi pemanasan jangka pendek , ” titik penting yang luar biasa untuk semua orang yang rentan dan tempat-tempat yang sudah menderita dampak iklim . “[]

Sumber: enn.com

 

read more