close

06/12/2013

Ragam

Tim Gabungan Hentikan Penambangan Emas Ilegal Nagan Raya

Tim gabungan bentukan Bupati Nagan Raya, Selasa (3/12) kemarin menghentikan aktivitas penambangan emas rakyat di sepanjang aliran Krueng Nagan, karena tidak berizin (ilegal) dan mencemari lingkungan hidup.

“Aktivitas penambangan rakyat itu selama ini dikelola oleh koperasi dan masyarakat. Tapi mereka tidak memiliki izin dari Pemkab Nagan Raya, sehingga aktivitasnya harus dihentikan karena melanggar perundang-undangan,” kata Kepala Satpol PP dan WH, Drs Muhajir Hasballah kepada media, Selasa (3/12/2013) siang.

Dia sebutkan bahwa tim yang melakukan penghentian aktivitas tambang emas itu terdiri atas personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Pertambangan dan Energi, polisi, TNI, unsur Kecamatan Seunagan Timur, serta petugas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Nagan Raya.

Menurut Muhajir, salah satu lokasi penambangan emas yang dihentikan aktivitasnya kemarin berada di Gampong Tuwi
Meuleusong, Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya. Di lokasi penambangan itu, kata Muhajir, terdapat sejumlah bukti yang mengindikasikan adanya aktivitas penambangan. Di antaranya satu unit beko dan dua buah tempat penyaringan emas.

Berdasarkan keterangan pemilik lokasi tambang kepada petugas, mereka belum menambang emas, karena masih dalam tahap membersihkan lahan lokasi penggalian.

Pihak koperasi tambang juga mengaku sudah memperoleh izin lahan untuk melakukan penambangan seluas 42 hektare. Namun, keterangan ini dibantah oleh petugas dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Nagan Raya, karena penambangan itu belum lengkap surat izin operasionalnya. Itu sebab, aktivitasnya harus dihentikan sementara waktu, sampai izin dari pemkab setempat dikeluarkan.

Sebelumnya, Bupati Nagan Raya, Drs HT Zulkarnaini menyatakan, meski sejumlah koperasi dan perusahaan pertambangan sudah mengajukan izin kepada pemkab setempat, tapi kini harus dievaluasi secara menyeluruh dan dilakukan audit lingkungan untuk mengetahui dampak penambangan itu terhadap kerusakan lingkungan hidup.

“Apalagi lokasi penambangan rakyat itu berada di sepanjang aliran Krueng Nagan dan dikhawatirkan sungai akan tercemar oleh limbah merkuri. Tentunya akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang sehari-hari mengonsumsi air sungai tersebut,” ujarnya. Semua usaha tambang itu ditutup, kata Bupati Nagan, supaya daerah dan masyarakat tidak dirugikan. []

Sumber: serambinews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

PN Meulaboh Tunda Sidang Putusan Gugatan Kallista

Majelis Hakim PN Meulaboh menunda sidang pembacaan putusan kasus perdata gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melawan PT Kallista Alam (KA), Kamis (5/12/2013). Ketua Majelis Hakim, Rahmawati SH, tidak hadir dipersidangan karena sakit sehingga sidang ditunda menjadi tanggal 30 Desember 2013.  KLH menggugat ganti rugi sebesar Rp.300 miliar karena KA dianggap melakukan pembakaran ilegal yang merusak hutan Rawa Tripa.

Dalam sidang yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB tersebut, pihak KLH diwakili oleh pengacara Fauzul Ahmad, SH dan Abdul Kadir SH yang mewakili kejaksaan. Sedangkan dari pengacara KA hadir Alfian C. Sarumaha SH, Rebecca F. E Siahaan dan Irianto Subiakto SH. yang merupakan pengacara dari kantor Luhut B Pangaribuan. Anggota majelis hakim hanya dihadiri oleh Rahma Novatiana SH, yang membuka sidang dan memberitahukan sidang ditunda lantaran ketua Majelis hakim, Rahmawati SH dalam keadaan sakit. Sidang dengan agenda pembacaan keputusan akhir disepakati dilanjutkan tanggal 30 Desember 2013.

Usai sidang, pengacara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Fauzul Akbar, SH, kepada wartawan mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada majelis soal penundaan sidang. ” Kalau soal kesehatan kami tidak bisa bilang apa-apa. Kerugian KLH jika sidang diundur, kerugian dari segi waktu, kami harus menyiapkan waktu lebih panjang. Kami berharap putusan perkara ini lebih baik, perkara ini sudah lebih setahun (sidangnya-red),” kata Fauzul.

Menurut Fauzul, dilihat dari segi waktu, masa persidang ini lebih panjang dari biasanya enam bulan. ” Tetapi ini lebih setahun, ini memang perkara komplek. Ini gugatan perdata pertama kali di Indonesia yang dilaksanakan di Meulaboh. PN Meulaboh mendapat kehormatan menyelesaikan perkara seperti ini,’ ujarnya.

Pihak KLH berharap putusan majelis merupakan putusan terbaik yang mempertimbangkan semua aspek, terutama aspek lingkungan.

Ketika ditanya apa pengunduran sidang tidak berpengaruh pada kualitas putusan, Fauzul menolak berkomentar lebih jauh. ” Kualitas putusan kami tidak bisa berkomentar. Kami memang berharap majelis mempertimbangkan betul-betul semua aspek pembuktian, semua kewenangan, fakta-fakta di lapangan. Kita selama berbulan-bulan mencari fakta kebenaran. Bagi kami ini sudah cukup untuk bisa diputuskan,” jelasnya.  Fauzul berharap putusan yang keluar adalah keputusan yang berkualitas.

Sementara itu pengacara Kallista Alam, Elfian, SH ketika diminta komentarnya mengatakan pihaknya mengikuti saja keputusan hakim. ” Ini udah sakit mau gimana lagi. Semoga tanggal 30 udah lebih sehat lah. Padahal kita berharap putusan perdata dulu, baru putusan sela pidana. Kami tidak dirugikan, cuma rugi ongkos dan tenaga. Hal-hal lain tidak,” katanya. Sebagai informasi, beberapa pimpinan KA juga dijerat secara pidana  untuk kasus pembakaran lahan di daerah yang sama.

Menurut Elfian, setidak-tidaknya putusan majelis hakim harusnya NO (gugatan tidak dapat diterima-red) karena dari pemeriksaan lapangan tidak seperti gugatan. ” Keadaan normal-normal aja. Setidak-tidaknya gugatan yang tidak jelas tidak diterima. Memang ada bekas terbakar, tapi bukan pembakaran sengaja. Kami akan melakukan upaya hukum banding jika gugatan KLH diterima,” jelasnya.

Gugatan perdata dengan nomor perkara No.12/PDT.G/2012/PN-MBO, adalah gugatan pembakaran lahan untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit. Negara menggugat KA atas adalah timbulnya kerugian-kerugian akibat pembakaran lahan hutan gambut yang terletak di Rawa Tripa, sebuah daerah yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.

Gugatan perdata ini meminta ganti rugi dari kerusakan yang timbul sesuai dengan perhitungan ahli dan perundangan yang berlaku. Pemerintah meminta dana recovery lahan karena pada akhirnya kerusakan lingkungan menjadi beban pemerintah. Jumlah ganti rugi sekitar Rp.300 miliar yang berupa ganti rugi uang tunai dan ganti rugi dalam bentuk tindakan tertentu seperti tindakan pemulihan hutan.

Sebelumnya majelis hakim persidangan ini telah menyita lahan seluas 5.769 hektar lahan milik PT. Kallista Alam yang terletak di hutan gambut Rawa Tripa. Lahan berada di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Hakim mengabulkan permintaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Kamis (7/11/2013) di PN Meulaboh, Aceh Barat.[m.nizar abdurrani]

read more
Kebijakan Lingkungan

Banyak Hewan Mati di Ragunan, Pemprov Bentuk Tim Pengawas

Laporan mengenai kematian belasan kanguru dan anak gorila yang berada di Taman Wisata Ragunan ternyata telah sampai di meja Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bahkan saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyiapkan tim pengawas.

“Kita sekarang lagi bentuk tim di mana masalahnya sekarang,” ungkapnya di Balai kota DKI Jakarta, Jumat (6/12).

Mengenai isi laporan, mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan, anak gorilla yang mati kemarin akibat terjerat lehernya di ayunannya. Dan kini semua hewan lain juga tengah dilakukan pemeriksaan.

“Jadi tanggapannya anak gorilla jerat lehernya di ayunannya. Kalau yang kena limbah memang bagian dari itu, terus mati. Ada yang flu burung. Tapi sekarang sudah ada autopsi segala macem. Anjing liar itu juga sudah ada dalam laporan,” ungkapnya.

Politikus Partai Gerindra ini membantah pernyataan bahwa hewan di Ragunan hanya tinggal 1000 spesies. Pasalnya dalam laporan tersebut mengatakan masih ada sekitar 2000 lebih spesies di Ragunan.

Selain itu, Ahok juga akan bekerja sama dengan pihak luar untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Taman Wisata Ragunan.

“Kita juga sudah ada orang dari luar untuk awasin,” tutupnya.

Sumber : merdeka.com

read more
Ragam

51 Titik Panas Terpantau di Kaltim dan Kaltara

Sebanyak 51 “hotspot” atau titik panas terpantau di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara). Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim, Wahyu Widhi Heranata di Samarinda, Kamis, mengatakan, titik panas tersebut terpantau selama periode 1 hingga 31 November 2013.

“Melalui data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Provinsi Kaltim, selama periode 1 hingga 31 November 2013 terpantau 51 titik panas di sembilan kabupatan/kota baik di Kaltim maupun Kaltara,” ujarnya.

Ia mengatakan, titik panas yang terpantau terbanyak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan 12 “hotspot” diantaranya berada di Kecamatan Samboja, Sungai Seluang, Kecamatan Marangkayu, Kecamatan Badak dan kawasan Bukit Soeharto.

Di Kabupaten Kutai Barat, juga terpantau 12 titk panas diantaranya di wilayah Long Apari, Long Iram, Long Hubung, Muara Lawa dan Muara Pahu.

Sebanyak 12 “hostspot” juga terpantau di Kabupaten Paser yang berada di kawasan Kecamatan Batu Sopang, Pasir Balengkong, Tanjung Aru, Bekoso, Tunes Keladen serta Labuang Kallo.

Di Kabupaten Kutai Timur terpantau lima titik panas diantaranya, Muara Wahau, Muara Bengkal, Muara Ancalong, Kelinjau Ilir dan Senambah. Sementara di Kabupaten Berau terpantau tiga “hotspot” yakni di Gunung Tabur dan bekas UPT Labanan Makmur serta di Kota Bontang terpantau satu titik panas.

Di wilayah Provinsi Kaltara, yakni di Kabupaten Nunukan terpantau tiga titik panas yakni di kawasan Buduk Kinangan, Lumbis dan Karyan, di Kabupaten Malinau terpantau satu titik panas yakni di kawasan Langap serta di Kabupaten Bulungan dengan dua titik panas yakni di kawasan Tanjung Palas dan Tanah Kuning.

“Ke-51 titik panas yang terpantau itu belum tentu semuanya akibat pembakaran lahan atau kebakaran hutan sebab bisa saja titik panas tersebut disebabkan atap rumah masyarakat yang terkena sinar matahari kemudian terdeteksi oleh satelit NOAAH sebagai titik panas,” katanya.

“Namun kami akan terus melakukan pemantauan baik secara langsung maupun titik panas yang terdeksi melalui satelit NOAAH untuk memastikan apakah ‘hptspot’ itu merupakan lahan yang terbakar,” ungkap Wahyu Widhi Heranata.

read more