close

12/12/2013

Sains

Peneliti Amerika Temukan Jejak Tsunami Aceh Ribuan Tahun

Ini merupakan penemuan yang mencengangkan. Ilmuan dan peneliti Amerika Serikat menemukan sebuah gua yang merekam jejak tsunami di Provinsi Aceh. Walhasil, para peneliti berkesimpulan, pernah terjadi tsunami ribuan tahun lalu di Tanah Rencong ini.

Sejarah akan mengingat hari saat Bumi berguncang hebat. Pada 26 Desember 2004, gempa bumi bawah laut berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera Utara, Indonesia. Lindu memicu tsunami 30 meter. Lebih dari 230.000 orang tewas dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.

Namun, tak ada catatan sejarah yang merekam gempa dahsyat serupa pada masa lalu. Dan baru-baru ini diketahui, justru alamlah yang menyimpan riwayat.

Ilmuwan menemukan sebuah gua di pesisir barat laut Sumatera, di Aceh, yang secara mengagumkan merekam kejadian tsunami dahsyat yang pernah terjadi di Samudera Hindia. Sejak ribuan tahun lalu.

Gua kapur yang berada dekat Banda Aceh ternyata menyimpan deposit pasir yang dielak paksa oleh gelombang raksasa — yang dipicu gempa selama ribuan tahun. Para ahli menggunakan situs itu untuk membantu menentukan frekuensi bencana — seperti peristiwa 26 Desember 2004.

Caranya, dengan melakukan pengukuran usia sedimen tsunami yang berada di dalam gua. Yang pola lapisannya mudah dilihat, di antara lapisan kotoran kelelawar.

“Pasir tsunami terlihat jelas karena dipisahkan lapisan kotoran kelelawar. Tak ada hal yang membingungkan saat penentuan lapisan,” kata ahli Dr Jessica Pilarczyk dalam pertemuan terbesar ahli geologi dunia, American Geophysical Union (AGU) Fall Meeting di San Francisco, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis (12/12/2013).

Dr Jessica Pilarczyk adalah bagian dari tim riset yang dipimpin Prof Charles Rubin dari Earth Observatory of Singapore — sebuah institut di Nanyang Technological University Singapura.

“Sebuah kerja lapangan yang menarik. Aku tidak berbohong kepada Anda. Kelelawar menjadi sangat agresif ketika manusia mengganggu habitat mereka. Tapi dari sudut pandang geologi, gua ini memiliki stratigrafi (lapisan) yang paling menakjubkan,” tambah dia.

Kedekatan Sumatera dengan perbatasan lempeng tektonik Indo-Australia dan Sunda. Gempa dahsyat sering terjadi di sana, dan itu berarti wilayah pesisirnya berisiko diterjang gelombang.

Dengan mengetahui seberapa sering itu terjadi sangat penting untuk perencanaan dan kebijakan di wilayah terdampak.

Gua di Aceh ini berada sekitar 100 meter dari zona cipratan pasang tertinggi saat ini. Liang masuknya sedikit meninggi, itu yang mencegah air laut masuk — kecuali tsunami dan badai yang parah.

Dr Pilarczyk dan para koleganya menggali parit di dalamnya, untuk menguak sejarah tsunami yang tercatat di dalamnya.

Para ilmuwan tahu mereka sedang melihat endapan tsunami di dalam parit itu. Apalagi, mereka dapat menemukan serpihan sedimen organisme dasar laut seperti foraminifera mikroskopis .

7-8 Tsunami
Investigasi masih berlangsung, namun tim yakin, gua itu menyimpan deposit dari 7-10 tsunami. Dari sisi geometri gua, diduga tsunami-tsunami itu dipicu oleh gempa dengan kekuatan 8 skala Richter atau lebih.

Sementara, menentukan usia deposit dilakukan dengan analisis radiokarbon serpihan organisme yang ada di sana — seperti moluska dan serpihan arang. Bahkan sisa-sisa serangga dimakan oleh kelelawar juga diteliti.

Saat ini, gua dipenuhi pasir dan kotoran kelelawar. “Deposit tsunami 2004 benar-benar membanjiri gua itu,” kata Prof Charles Rubin.

Namun, gua tersebut menyimpan lapisan deposit dari 7.500 sampai 3.000 tahun lalu.

“Gua pesisir ini adalah ‘gudang’ yang unik. Yang memberi petunjuk tentang yang terjadi beberapa ribu tahun lalu, yang memungkinkan kita untuk mengetahui kapan terjadinya setiap tsunami yang terjadi selama waktu itu,” timpal Dr Pilarczyk.

Tim investigasi lainnya di sepanjang pantai Aceh baru bisa mendapat petunjuk tsunami yang terjadi dari masa 3.000 tahun lalu hingga saat ini.

Jadi apa pentingnya studi ini? Pengetahuan yang didapat dalam riset teranyar adalah tsunami-tsunami terbesar tidak terjadi dalam jeda waktu tertentu. Bisa jadi ada jeda panjang, namun ada juga peristiwa besar yang terpisah hanya beberapa dekade.

Sementara, peneliti yang lain, Prof Kerry Sieh mengatakan, ini adalah kisah tentang peringatan alam.

“Tsunami 2004 mengagetkan semua orang. Mengapa? Karena tak ada yang melihat ke belakang, mencari tahu seberapa sering peristiwa itu terjadi,” kata dia.

“Bahkan, karena orang-orang tak punya catatan sejarah bencana seperti itu terjadi, mereka pikir itu tidak mungkin. Tidak ada yang siap, tak seorang pun bahkan pernah membayangkannya,” kata Prof Kerry Sieh.

Jadi, tambah dia, alasan tim ilmuwan melihat sejarah adalah untuk mempelajari bagaimana Bumi bekerja. Untuk mencari pertanda. Sebab, sejarah bisa jadi berulang.

Sumber: liputan6.com

read more
Energi

Membangun Biogas Plant Membantu Selamatkan Lingkungan

Biogas mengacu pada energi terbarukan yang dihasilkan melalui limbah biologis. Hal ini merupakan energi ramah lingkungan karena diproduksi dari semua jenis limbah makhluk hidup seperti tanaman, hewan dan kotoran manusia.

Plant (pembangkit-red) Biogas menangkap gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi bahan biodegradable dan membentuk energi yang dapat digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi apakah Anda pernah berpikir bagaimana plant ini bekerja. Plant pada dasarnya memiliki tangki yang besar disebut Digester, di mana limbah dikumpulkan. Plant juga bekerja sebagai converter karena sampah organik terkumpul dan berubah menjadi gas. Berikut beberapa manfaat dari biogas dan apa yang manfaat plant bagi lingkungan.

1. Generator listrik : Gas metana yang dihasilkan dalam digester dipindahkan ke ruang yang berbeda di mana gas dibakar dan energi yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akhirnya menghasilkan listrik. Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda dalam kehidupan kita sehari hari. Selain itu, listrik yang dihasilkan melalui plant gas ini lebih cerah dan lebih aman bila dibandingkan dengan lampu minyak tanah yang sebagian besar digunakan di daerah-daerah pertanian.

2. Pupuk : Sampah yang tersisa setelah pembakaran gas metana dapat digunakan sebagai pupuk tanaman karena mereka aman, kaya nutrisi dan juga organik. Pupuk ini bisa langsung dipakai pada tanaman untuk meningkatkan produktivitas. Pupuk ini murah dan memiliki dampak negatif yang lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk kimia yang banyak tersedia di pasar.

3. Energi Panas : Ketika metana dibakar, sejumlah besar panas dihasilkan. Panas ini ditangkap dan digunakan untuk beberapa tujuan seperti pemanas ruangan. Beberapa industri menggunakan panas ini untuk membuat gerakan mekanis yang akhirnya mengurangi polusi dan membantu melindungi alam.

4. Pengurangan Metana di Atmosfer : Metana adalah gas rumah kaca, yang dihasilkan oleh bakteri yang memecah sampah organik dari aktivitas manusia. Metana memiliki dampak yang besar pada pemanasan global, meskipun konsentrasi lebih rendah dari CO2 . Metana dianggap sebagai gas yang merusak setelah karbon dioksida. Saat ini para ilmuwan lebih terfokus pada pengurangan emisi metana. Plant Biogas memainkan peran utama di sini, mengumpulkan metana dan mengubahnya menjadi menjadi listrik sehingga membantu melindungi lingkungan kita. Gas yang dibebaskan setelah pembakaran metana adalah karbon dioksida. Meskipun juga merupakan gas rumah kaca, tetapi kerusakan yang disebabkan oleh ke atmosfer adalah 20 kali lebih sedikit dibandingkan bila dibandingkan dengan metana mentah.

5. Pengurangan bau : Jika Anda tinggal di dekat peternakan atau pertanian,  Anda akan tahu bahwa bau yang dipancarkan dari limbah peternakan ini adalah betapa menjengkelka. Plant Biogas membantu mengurangi bau. Plant mengumpulkan sampah bio dan membakarnya untuk menghasilkan listrik. Listrik ini dapat digunakan di daerah pertanian untuk memasak, penerangan rumah dan kegiatan lainnya. Mesin pertanian juga dapat dijalankan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh plant ini.

Sumber: greenerideal.com

read more
Energi

Peneliti: Limbah Kopi Sumber Biodiesel Menjanjikan

Peneliti Liu dan rekannya Qingshi Tu, keduanya mahasiswa tingkat doktoral di University of Cincinnati pada departemen Lingkungan serta Mingming Lu, associate professor pada departemen yang sama telah menggunakan tiga pendekatan untuk mengkonversi limbah kopi menjadi sumber energi, biodiesel dan karbon aktif. Mereka memakai tahap : ekstrasi minyak dari limbah kopi, pengeringan limbah kopi setelah minyaknya diekstrak sebagai penyaring kotoran dalam pembuatan biodiesel dan membakar limbah kopi sebagai bahan bakar sumber energi listrik, seperti halnya penggunaan biomassa.

Sekarang, peneliti dari University of Cincinnati menemukan fakta bahwa bahan-bahan yang terdapat dalam limbah bubuk kopi akan menjadi sumber energi yang lebih murah, lebih bersih untuk kendaraan bermotor dan pembangkit listrik.

Yang Liu dan timnya, mempresentasikan temua awal tersebut dalam pertemuan the American Chemical Society’s (ACS) 246th National Meeting & Exposition pekan ini di Indianapolis, Amerika Serikat.

Peneliti melaksanakan penelitian ini pada tahun 2010, mengumpulkan limbah bubuk kopi dari kedai waralaba Starbucks yang berada dekat kampus mereka. Setelah mengumpulkan limbah, mereka memisahkan minyak dari limbah bubuk kopi dan merubah senyawa triglycerides (oil) menjadi biodiesel dan produk sampingan lain yaitu glycerin.

Limbah tersebut kemudian dikeringkan dan digunakan sebagai pemurni kekeruhan biodiesel yang dihasilkan dari limbah kopi tersebut.

Hasil awal memperlihatkan bahwa minyak yang terkandung dalam limbah bubuk kopi berkisar antara 8,37-19,63 persen, dan biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar ASTM International D6751. Efisiensi penggunaan limbah bubuk kopi sebagai pemurni kekeruhan dalam minyak biodiesel seperti methanol dan residunya glycerin, agak rendah jika dibandingkan dengan produk pemurnis komersil lainnya.

Bagaimanapun, laporan penelitian ini memperlihatkan bahan bakar alternatif yang menjanjikan, apalagi terkait dengan mahalnya produk pemurnian di pasaran. Riset selanjutnya diharapkan akan fokus pada peningkatan efisiensi pemurnian limbah bubuk kopi atau dengan kata lain menjadi karbon aktif.

Dibandingkan dengan petroleum diesel, biodiesel merupakan bahan bakar ‘bersih’ yang mengurangi emis karbonmonoksida, hidrokarbons dan bahan pencemar lain (particular matters /PM).

Peneliti mengatakan metode yang mereka gunakan untuk membuat biodiesel akan mengurangi kebutuhan lahan untuk pembuangan limbah, selain juga menjanjikan pembuatan biodiesel alami yang permintaannya semakin meningkat. Pembuatan biodiesel selama ini berasal dari tanaman yang juga merupakan sumber pangan seperti jagung dan kedelai.

Penelitian ini mendapat dukungan dana sebesar $500 dari universitas.

Sumber: proquest

read more
Ragam

Mengunjungi Alam Liar Afrika Selatan

Mungkin kata apartheid dan Afrika Selatan tidak asing lagi bagi kita. Kata ini mulai banyak dibicarakan pada era 1970-an. Kata ini merujuk pada model kepemimpinan yang membedakan ras atau warna kulit dengan makna negatif yang terkandung didalamnya. Apartheid kian menjadi popular tahun 1994 dan tahun-tahun berikutnya; setelah perjuangan untuk menentang model kepemimpinan ini berhasil dilakukan.

Perjuangan ini dipelopori oleh Nelson Mandela yang kemudian menjadi Presiden pada pemilu tahun 1994. Tapi, saya tidak akan banyak bercerita dan melanjutkan sejarah Negeri Pelangi ini, karena saya bukanlah seorang sejarawan. Yang saya ingin berbagi disini adalah apa yang saya lihat, rasakan dan nikmati pada perjalanan tahun lalu ke Negeri Madiba (Madiba adalah panggilan khusus rakyat Afrika Selatan untuk Nelson Mandela). Karena setiap perjalanan pasti mempunyai catatan dan pelajaran untuk dibawa ke negeri sendiri.

Perjalanan saya ke Republik Afrika Selatan adalah untuk mengikuti International Workshop Reunite-Retreat-Reflect yang merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Climate Leadership Program (CLP) yang dilaksanakan oleh Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ German), CCROM-SEAP Institut Pertanian Bogor (IPB Indonesia) dan University of the Witwatersrand South Africa. Tentang program keren ini, saya akan bercerita di lain kesempatan.
Bertolak dari Soekarno Hatta Int’l Airport, saya menuju ke OR Tambo Int’l Airport melalui Doha Int’l Airport di Qatar.

Tak lama waktu yang saya tempuh untuk mencapai Johannesburg (Joburg), hanya  tujuh belas jam; sudah termasuk waktu menikmati indahnya bandara Doha Int’l; transit. Ditemani Padang Bulan Andrea Hirata dan alunan musik yang tersedia di pesawat (saya sedikit kurang puas, karena pesawat ini tidak ada musik dangdut) plus doa keselamatan akhirnya Alhamdulillah saya mendarat mulus di OR Tambo Int’l Airport yang berada di sebuah kota yang paling berdenyut di Afrika Selatan; Joburg.

Yup, seperti biasanya memasuki Negara orang, pastinya kita akan dimintai keterangan yang berurusan dengan keimigrasian. Dan satu kata untuk hal itu; lancar. Namun, yang terjadi selanjutnya adalah kejadian lucu yang mungkin akan terpatri di dalam hati saya untuk beberapa waktu yang sangat lama. Sambil menunggu koper keluar dari tempat persembunyiannya, beberapa teman dari Indonesia dan saya bercengkrama ria mengenai falsafah hidup. Yang kemudian, cengkrama kami diusik oleh seekor anjing dan tuannya (petugas bandara).

Dengan senang hati kami menerima usiknya mereka berdua; karena mereka sama sekali tak punya alasan untuk mengintegorasi kami mengenai apa yang ada dalam tas ransel dan tas tangan kami. Dan keduanya melenggang kangkung diikuti senyum lebar saya dan juga teman-teman.

Hanya berselang lima menit, anjing kecil nan lucu itu kembali memberikan endusannya, tak tanggung-tanggung, langsung menyapa manis ke ransel saya. Dan serta merta, majikannya pun penasaran, apalagi saya; luar biasa penasaran (sambil bertanya dalam hati, apakah Ibu saya memasukkan daging rendang atau dendeng kedalam ransel besar itu?) Petugas bandara tersebut melebarkan senyum dan meminta saya untuk membuka ransel hitam manis saya.

Bagaikan tertuduh tapi tak berbuat jahat, langsung dengan semangat saya membuka ransel yang isinya kraker, biscuit, keurupuk mulieng belum diolah (emping), dan tiga bungkus bubuk kopi Solong (ukuran ¼ kg) dan tentu beberapa benda yang tak penting tapi sangat ingin saya bawa serta. Dan kebenaran ada dipihak saya, bahwa saya tidak sedang membawa daging-daging dan sesuatu yang melanggar aturan perjalanan keluar negeri (misalnya narkoba, uang hasil korupsi dan lainnya). Tapi, anjing itu sangat bersikeras, dia sangat suka dengan isi ransel saya. Kejadian ini berakhir dengan majikan yang menarik keras anjingnya untuk menjauhi ransel saya dan seringai tawa dari teman-teman Indonesia.

Baru-baru ini saya mengetahui bahwa anjing sangat sensetif dengan bau kopi. Jadi, beruntungnya saya adalah bubuk kopi Solong dibungkus dengan plastic transparan yang dengan langsung bisa dilihat oleh petugas bandara, tanpa harus membuka dan mengeluarkan bubuk kopi tersebut. Terima kasih Solong!

Berada di Negara yang dulu selalu disebut-sebut dalam buku Sejarah SD hingga SMA, membuat saya terlalu bersemangat. Meski udara awal musim dingin mulai menyapa yang merupakan pertanda kurang baik bagi saya yang berasal dari Negara tropis. Semangat itu tetap membara, apalagi membayangkan hidangan makanan penuh cita rasa; undangan makan malam dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Afrika Selatan di Pretoria. Betapa bersyukur menjadi seorang yang hidup di daratan yang mempunyai hasil alam berlimpah dengan ragam rempah yang luar biasa.

Hanya semalam menginap di Joburg, esok hari kami dengan rombongan besar (Indonesian, South African, dan Germany) menuju ke Rustenburg (tempat berlangsungnya workshop yang saya sebutkan sebelumnya, sekitar dua jam tiga puluh menit dari Joburg). Perjalanan menuju Rustenburg, diselingi dengan kunjungan ke beberapa tempat bersejarah di Joburg. Kami mengelilingi kota Joburg dengan tiga orang pemandu yang merupakan para penggiat dari komunitas Fietas. Fietas adalah nama sebuah tempat; yaitu tempat berkumpulnya ras kulit berwarna, Malay, Indian sebelum tahun 1970an. Namun, setelah tahun tersebut, masyarakat yang beragam warna kulitnya kemudian direlokasikan ke tempat yang jauh karena adanya kebijakan apartheid.

Memanglah, membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulitnya adalah hal yang sangat menyedihkan (tak banyak cerita yang ingin saya bagi untuk hal ini, terlalu sedih). Selanjutnya adalah pemandangan beberapa mesjid di Negara yang mempunyai populasi penganut agama Islam sebesar kurang lebih dua persen. Mesjid yang terekam di otak saya adalah Mesjid Ahmadiyah dan Mesjid Hanafi.

Tak banyak yang bisa saya ceritakan tentang keduanya, karena kami hanya berlalu pandang didepan mereka. Ada yang membuat saya sangat antusias di kota Joburg ini, yaitu melihat tempat pemakaman umum; benar-benar umum, mendapatkan semua ras ada di pemakaman ini adalah hal yang luar biasa; Muslim, China, India, Yahudi, Nasrani dan lainnya). Ada satu makam seorang Muslim yang terlihat sangat anggun; beliau adalah seorang ulama yang menyebarkan Islam di Afrika dan diyakini berasal dari tanah Melayu, saya hanya mengingat nama akhirnya; Ja’far. Semoga Allah selalu memberkati beliau. Amiiin.

Tenaga untuk menjelajah Joburg masih banyak, semangat untuk mengambil hikmah disetiap langkah berjalan masih tinggi. Tujuan selanjutnya adalah Cradle of Humankind di Maropeng, salah satu bagiannya adalah Gua Sterkfontein. Tempat ini telah disahkan sebagai salah satu Warisan Dunia pada tanggal 2 Desember 1999 oleh UNESCO karena kekhasan lahannya yang mengandung sangat banyak fossil dan artifak masa lampau. Ditempat inilah, para peneliti ilmiah meyakini bahwa nenek moyang manusia berasal. Kalau kita ke Aceh Tengah, disungguhi dengan cerita Puteri Pukes dan juga Loyang Koro, maka disini suguhan ceritanya adalah tentang penemuan ilmiah manusia pertama di bumi (ini adalah katanya ilmuwan, bukan kata saya).

Ada satu peringatan yang selalu dilantunkan oleh pemandu, “tetaplah berada dekat dengan saya, karena jika tidak, anda akan tersesat dan akan ditemukan setelah empat ratus tahun kemudian”. Angka tersebut cukup membuat seseorang menjadi fosil yang kemudian akan diumumkan sebagai manusia yang pertama yang tersesat di gua tersebut. Saat itu, saya berpikir hanya ingin cepat keluar karena sama sekali tidak nyaman didalam gua yang gelap meski sangat indah dengan pemandangan stalaktit dan stalaknit dan juga danau yang berkedalaman empat puluh meter.

Berkunjung ke benua Afrika, tak lengkap rasanya jika tidak menikmati alam liar dengan melihat langsung kegiatan sehari-hari para binatang. Dan Taman Nasional Pilanesberg (TN Pilanesberg) adalah tujuan untuk memenuhi kesempatan bersafari ria. TN ini dulunya adalah tanah pertanian milik masyarakat yang kemudian diubah menjadi TN yang dilatarbelakangi oleh alasan wisata alam. Sebelum dijadikan TN, adalah proses yang sangat panjang menyertai kelahirannya. Proses dan tantangan menjadi dua hal yang menarik bagi saya yang hidup disebuah Negara yang mempunyai beberapa TN.

Misalnya, ada proses tawar-menawar dengan masyarakat setempat yang berakhir baik, juga penelitian yang komprehensif tentang tumbuhan apa saja dan jumlahnya berapa untuk bisa memenuhi kebutuhan binatang yang akan menghuni TN tersebut. Mungkin, ada baiknya Pengelola Taman Nasional di Aceh sesekali berkunjung ke Afrika Selatan untuk mengambil beberapa pelajaran yang bisa dibawa pulang dan dikembangkan (ini hanya sekedar saran dari seorang naif seperti saya).

Penulis adalah Anggota Aceh Climate Change Studies (ACCeS)  dan aktif di berbagai kegiatan lingkungan di Aceh

sumber: acehclimatechange.org

read more