close

17/12/2013

Flora Fauna

Jaksa Selidiki Restoran Sajikan Daging Lumba-Lumba

Jaksa di Civitavecchia, Italia, sedang menyelidiki dugaan adanya penyajian daging lumba-lumba secara ilegal di sejumlah restoran di daerah yang berada di utara ibu kota Roma itu.

Dilansir The Guardian, Selasa (17/12/2013), seorang wartawan dari stasiun Italia Uno diam-diam mendokumentasikan hidangan salad dengan irisan tipis daging lumba-lumba kering (dolphin fillet) pada salah satu restoran di Civitavecchia.

Menurut dia, setiap pelanggan sampai harus merogoh uang hingga 100 euro untuk bisa mencicipi daging mamalia laut cerdas tersebut. Seorang pedagang yang diwawancarai Italia Uno mengklaim, harga daging lumba-lumba yang dijual di Roma berkisar 900 euro per kilogramnya.

Dia mengatakan, beberapa restoran di ibu kota Italia yang menyajikan hidangan lumba-lumba, tidak mencantumkan makanan tersebut pada menu mereka. Para pelanggan harus menggunakan semacam sandi saat memesannya.

“Cara terbaik untuk menikmatinya adalah dengan bawang segar, seledri, dan tomat,” kata pedagang tersebut.

Seorang nelayan menuturkan, daging yang dijual di restoran-restoran tadi biasanya berasal dari lumba-lumba yang tak sengaja ikut terjaring saat menangkap ikan. “Mayoritas, lumba-lumba yang tertangkap itu sudah mati ketika ditarik dari air,” ujarnya.

Seorang pejabat di kepolisian lingkungan hidup Italia, Ciro Lungo mengatakan, instansinya saat ini tengah melakukan investigasi atas masalah ini. Ia mengaku sudah mendengar rumor soal adanya daging lumba-lumba yang disajikan di Italia, jauh-jauh sebelumnya.
Sumber: republika.co.id

read more
Kebijakan Lingkungan

Kebakaran terjadi Di Lahan Kallista Alam menurut Saksi

Dalam sidang lanjutan perkara pidana perusakan lingkungan dengan terdakwa SR, pemilik perusahaan PT Kallista Alam (KA) dan manajer perkebunan KA, KY, saksi dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Harimuddin SH mengatakan melihat bekas kebakaran di lahan KA. Di lahan tersebut terdapat batang sawit yang daunnya masih dalam keadaan utuh atau hijau dan tidak terbakar.

Sidang yang berlangsung Senin (16/12/2013) di PN Meulaboh dengan agenda pemeriksaan saksi untuk perkara bernomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO (terdakwa SR) dan 132/Pid.B/ 2013/PN-MBO (terdakwa KY). Sidang ini tergolong unik karena dengan dakwaan yang sama namun berkas dipecah menjadi dua.

Saksi pertama, Harimuddin SH, ditanyakan oleh majelis hakim Arman Surya Putra SH bersama hakim anggota Rahma Novatiana SH dan Dedy, SH seputar kegiatannya menyangkut pembakaran lahan di Rawa Tripa. Harimuddin menceritakan ia mendapat tugas ke Aceh untuk melihat langsung keadaan hutan Rawa Tripa yang terletak di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Nagan Raya. Ia mengechek apakah benar ada kejadian kebakaran sesuai dengan informasi hot spot dan laporan masyarakat yang UKP4 peroleh.

Saksi di lapangan melihat arang bekas kebakaran di lahan namun ia tidak melihat api dan asap, karena api sudah padam. Ia bersama rombongan melihat tugu penanda bahwa lahan tersebut berada dalam KEL. “ Saya mengunjungi lokasi dua kali,” katanya kepada hakim.

Berdasarkan peta yang ia pegang, titik panas terdapat di lahan garapan KA dan perusahaan lain seperti PT SPS2.
Hakim menggali informasi tentang kondisi perkebunan saat saksi datang ke lahan. Harimuddin menceritakan suasana perkebunan dan kondisi lahan gambut yang ia temui.

Sementara pengacara dari KA, Irianto SH, mencecar saksi dengan pertanyaan tentang lahan yang dikunjunginya, latar belakang lembaga tempat saksi bekerja dan tugas-tugas UKP4. Juga sempat ditanyakan keterlibatan negara Norwegia dalam UKP4. Namun saksi menjawab tidak tahu tentang keterlibatan Norwegia karena ia hanya staf saja.
KA belum punya HGU

Saksi kedua yaitu Dede Wahyudi, yang merupakan pegawai Badan Pertanahan Propinsi (BPN) Aceh saat kasus perusakan lingkungan terjadi, ditanyakan tentang sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) milik KA. Dede yang kini bekerja di BPN Bireuen mengatakan bahwa proses sertifikasi baru sampai tahap pemetaan bidang, yang dilakukan pada tahun 2010.

“Selain itu belum ada izin apa-apa. Kami mengukur seluas 900 ha sesuai dengan permohonan perusahaan selama satu minggu,” ujarnya. Ia menambahkan, mereka baru melakukan pemetaan awal, sesuai dengan permohonan izin lokasi di Desa Pulo Kruet Kabupaten Nagan Raya. Izin lokasi sendiri dikeluarkan oleh bupati, sedangkan HGU dikeluarkan oleh Kanwil BPN.

Saat ia ke lapangan bersama tim, Dede melihat bekas kebakaran di sebagian wilayah. Wilayah pengukuran sebagian termasuk dalam daerah yang terbakar.

Dede mengatakan sampai saat ini proses HGU untuk KA sudah terhenti prosesnya. Namun ia tidak tahu kenapa terhenti.[]

read more
Kebijakan Lingkungan

UKP4: Indonesia Masuki Babak Baru Pelaksanaan REDD+

Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, hari Selasa (17/12/2013) di Jakarta meyakinkan kembali bahwa Indonesia siap melaksanakan komitmen Presiden untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Pada 19 Desember 2013, UKP4 akan mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan REDD+ dan menyerahterimakan semua hasil pekerjaan Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+) termasuk pekerjaan yang sedang berjalan dan dalam perencanaan.

Pertemuan ini, yang digelar pada Kamis (19/12/2013), dirancang untuk memberikan informasi terkini dan peluang kepada semua pihak dari setiap elemen pemangku kepentingan REDD+ dan peminat isu ini, untuk bertemu dan bertukar informasi tentang kemajuan dan arahan kebijakan dan rencana aksi REDD+.

“Indonesia saat ini on track dalam usaha mencapai target penurunan emisi. Pertemuan ini bertujuan untuk melaporkan kemajuan dan tantangannya. Semua pihak harus berkoalisi untuk menghentikan perusakan hutan dan penurunan emisi.” ujar Kuntoro.

Komitmen Indonesia secara sukarela untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% atau sampai dengan 41% dengan bantuan internasional mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk dunia internasional. Langkah berani ini adalah bentuk kepemimpinan Indonesia dalam memerangi dampak buruk perubahan iklim dan menyejahterakan masyarakat Indonesia terutama yang secara langsung kehidupannya bergantung pada sumber daya alam.

Sebuah badan khusus yang bertugas mengelola kegiatan reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) yang bertanggung jawab kepada Presiden telah dibentuk akhir Agustus lalu. Persiapan beroperasinya Badan ini telah dilaksanakan oleh Satgas REDD+ termasuk sebuah strategi nasional; instrumen pendanaan; serta komponen pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV).

Peserta pertemuan tersebut mencakup pemangku kepentingan dari latar belakang yang beragam, sektor dan kepentingan, termasuk para pemimpin politik, anggota kabinet, DPR, DPRD Provinsi, para perwakilan negara sahabat dan pejabat diplomat senior serta pejabat kerja sama pembangunan. Pertemuan ini juga melibatkan masyarakat sipil, media massa, akademisi, dan sektor swasta termasuk asosiasi bisnis. Peserta juga termasuk pejabat dari tingkat pusat dan daerah yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang terkait dengan berbagai bagian dari agenda kebijakan REDD+.

Dalam pertemuan ini juga akan diselenggarakan sesi interaktif dengan bentuk bazaar tematis. Sesi ini akan memberikan kesempatan diskusi tatap muka antara berbagai pihak dan kelompok kepentingan.[rel]

read more
Kebijakan Lingkungan

Saksi Sebut Perusahaan Sebagai Penghancur Rawa Tripa

Persidangan kasus pembakaran lahan dan pembukaan kebun illegal dengan terdakwa pemilik perusahaan PT Kallista Alam (KA), SR dan Manajer Perkebunan KY, berlangsung, Senin (16/12/2013) di PN Meulaboh. Seorang saksi, Elvis (34 tahun) yang juga merupakan rekanan KA diakhir pemeriksaan mengatakan sudah tidak ada hutan lagi di Rawa Tripa Nagan Raya, perusahaan-perusahaan telah menghancurkannya.

Persidangan kemarin dengan agenda pemeriksaan para saksi untuk tiga kasus yaitu Kasus pidana atas dugaan perusakan lingkungan hidup oleh PT. Kallista Alam atas nama badan perseroan yang diwakili oleh Direkturnya berinisial SR bernomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO dan Manager Perkebunannya berinisial KY bernomor 132/Pid.B/ 2013/PN-MBO. Sedangkan satu lagi adalah kasus dengan nomor perkara 133/pid.B/2013/PN MBO adalah pembukaan perkebunan tanpa izin dengan terdakwa SR secara pribadi. Sidang ketiganya dilangsungkan secara serial dengan tempat dan hari yang sama.

Saksi Elvis adalah rekanan KA yang mendapat kontrak mengerjakan land clearing (pembersihan lahan) dalam lahan 1.605 hektar yang belum memiliki izin perkebunan.  Sekitar 200 hektar lahan sudah dibersihkannya sebelum pekerjaan diberhentikan oleh perusahaan karena bermasalah dengan perizinan.

Elvis yang ditanya hakim yang terdiri dari Arman Surya Putra SH bersama hakim anggota Rahma Novatiana dan Juanda Wijaya, mengaku tidak mengenal terdakwa SR sebelum mendapat kontrak. Ia meneken kontrak dengan manajer perkebunan, KY. Namun hakim mengkonfrontir keterangan tersebut dengan berita acara pemeriksaan (BAP) yang mengatakan bahwa Elvis mengerjakan pembersihan lahan atas perintah lisan KY.

Elvis tetap bersikukuh pada keterangan di muka sidang. Jaksa Penuntu Umum (JPU) Rahmat Nurhidayat SH menanyakan apakah saksi berada dalam tekanan ketika membuat BAP. Elvis menjawab ia tidak dalam keadaan tertekan. JPU terus mendesak keterangan bahwa Elvis tidak mengenal SR sebelumnya.

Hakim sampai mengingatkan Elvis bahwa ia sudah bersumpah di persidangan. Elvis menyatakan mencabut keterangan di BAP. Saksi bersikeras belum pernah bertemu SR, ia bekerja melalui terdakwa KY.

JPU kembali mengingatkan bahwa Elvis tidak berada dalam tekanan ketika memberikan BAP yang menyebutkan Elvis mengerjakan kontrak atas perintah lisan dari SR dan lahan tidak memiliki izin. Elvis mengatakan tidak pernah melihat izin perkebunan untuk lahan yang dikerjakannya. Ia tidak tahu izin-izin apa saja yang diperlukan untuk membuka perkebunan.  Luas lahan yang dikerjakan sebagaimana tercantum dalam kontrak adalah 500 hektar.

Namun Elvis meragukan keterangannya sendiri dalam BAP tersebut. Ia lagi-lagi mengaku tidak ingat isi BAP yang dibuatnya.

Pengacara KA, Irianto SH, menanyakan kepada Elvis apakah ia membakar lahan ketika melakukan pekerjaannya? Elvis menjawab ia tidak melakukan pembakaran lahan.

Kepada majelis Elvis menjelaskan pekerjaan apa saja yang dilakukannya di lahan yang menjadi sengketa, 1.605 hektar yang terletak di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yaitu hutan gambut Rawa Tripa.

SR diakhir pemeriksaan mengatakan tidak tahu kebenaran cerita Elvis. Ia baru mengenalnya lebih kurang enam bulan lalu.

Ketika sidang hendak diskor, Elvis diberikan kesempatan berbicara. “ Tidak ada hutan lagi di Rawa Tripa sejak dahulu. Hutan-hutannya telah ditebang dan banyak panglong disana. Perusahaan-perusahaan telah merusak daerah itu,” katanya tegas.[]

read more