close

16/01/2014

Perubahan Iklim

Gunung Es Antartika Terus Mencair

Sebuah gunung es raksasa runtuh tahun lalu di kawasan gletser Pulau Pine di Antartika. Menurut sebuah penelitian, mencairnya gunung es raksasa tak terelakkan hingga ahir hayatnya dan akan berdampak lebih luas.

Selama 15 tahun, para ilmuwan telah mengamati bahwa gletser di Antartika kehilangan keseimbangannya: Lapisan es dan tepian gletser – terus luruh. Gletser menyusut dan menghanyutkan lebih banyak es ke lautan sekitar.

Salah satunya terjadi di gletser Pulau Pine, yang memiliki salah satu gunung es terbesar. Dampaknya sangat terasa pada hilangnya es di Antartika.

Para ilmuwan yang dipimpin oleh Gael Durand dari Universitas Grenoble di Perancis telah membuat perkiraan masa depan gletser dengan menggunakan tiga model yang berbeda. Ada kecenderungan yang sama dari model-model tersebut. “Bahkan tanpa lebih dipengaruhi oleh suhu laut atau udara, tetap akan terjadi pencairan. Ini adalah dinamika internal. Pertama, gunung es retak atau meleleh. Lalu akan memberi pengaruh terhadap kenaikan permukaan laut,”ujar Gael.

Dampaknya terhadap laut
Durand memperkirakan akan terjadi peningkatan permukaan air laut lebih lanjut hingga satu sentimeter dalam 20 tahun ke depan. “Untuk gletser ini saja, akibatnya akan benar-benar besar,” kata Durand.

Sebagai perbandingan pada tahun 2010, permukaan air laut global naik sebesar 3,2 milimeter – hampir dua kali lipat dari kurun waktu 20 tahun sebelumnya.

Hasil kajian yang ditunjukkan Angelika Humbert dari Alfred Wegener Institute (AWI) di Bremerhaven juga memperlihatkan hal serupa. Pakar geologi yang meneliti geltser Pulau Pine mencatat tingkat abstraksi gunung es itu. Dampaknya di masa depan tentu akan terasa pada kenaikan permukaan laut.

Tidak kembali
Studi terbaru tentang gletser ini disebut Humbert sebagai “kemajuan signifikan atas penelitian sebelumnya”. Dengan rekan-rekannya di AWI dan Universitas Kaiserslautern, mereka telah mengamati retaknya gletser di ujung Pine.

Ketika terjadi keruntuhan, banyak massa es yang mengambang. Tim peneliti mempelajari proses yang menyebabkan keruntuhan di ujung geltser ini dan dinamika gletsernya.

Studi baru menunjukkan bahwa dengan kecepatan luruh ini, gletser sekarang mencair pada tingkatan yang tak akan kembali lagi, kata Gael Durand. Es menghilang kuat karena massa mengambang dipengaruhi oleh arus laut hangat dari bawah. Oleh karena itu, terjadi percepatan melelehnya es dan hanyutnya lebih banyak es ke laut.

Bahkan jika suhu udara dan laut akan mendinginkan kembali ke 100 tahun yang lalu, gletser tidak akan pulih. Dan trennya tak akan mengarah ke situ lagi, kata Durand.

Pakar geltser Jerman, Angelika Humbert mengatakan, perlu waktu lima sampai sepuluh tahun untuk mengembangkan model guna membuat perkiraan yang sangat handal tentang pencairan es. Untuk mendapatkan data dasar bagi model tersebut, juga merupakan tantangan besar bagi ilmu pengetahuan. Pengukuran di bagian bawah gletser adalah contoh yang sangat kompleks, kata Humbert.

Titik kritis terlampaui
Gael Durand melihat hasil terbaru dari kajian geltser, sangat penting untuk penelitian iklim global: “Gletser ini telah sampai pada titik di mana tidak ada jalan untuk kembali normal lagi. Perilaku kita kita mengubah iklim. Ini akan terus berubah. Menurut pendapat saya ini adalah salah satu contoh pertama di mana kita telah melewati titik kritis.”

Durand membandingkan situasi dengan pengendara sepeda di puncak bukit, terdorong ke bawah secara kuat dan tidak lagi dapat lagi mengerem.

“Kita punya alasan untuk takut, bahwa penurunan keadaan akan terjadi terus-menerus, bahwa gletser lain di kawasan lain berperilaku sama dan bahwa bagian dari gunung es ini runtuh.“ Mungkin hal ini kan terjadi pada berabad-abad waktu nanti, tetapi dalam waktu dekat kenaikan permukaan laut akan terus terjadi.

Laporan terbaru dari IPCC memperingatkan, bahkan sebelum dampak destabilisasi yang terjadi di gletser, di Antartika barat. “Fakta bahwa ini telah terjadi di gletser Pulau Pine, dan ini ternyata sudah terbukti, ” kata Durand.
Sumber: dw.de

read more
Energi

Energi Surya Ini Mampu Bekerja Saat Mendung

Krisis energi surya? Kendati matahari sering bersembunyi di balik awan. Klaus Streitner punya instalasi energi surya yang juga bekerja penuh saat cuaca mendung. Instalasi ini bukan panel surya pada umumnya.

Pria pensiunan itu memiliki instalasi surya yang unik – tabung kaca hampa udara. Di dalamnya terdapat panel tembaga yang dibalut dengan Titanium Nitride Oxide. Melalui pipa kecil mengalir cairan yang sangat mudah dipanaskan.

Streitner memiliki instalasi ini sejak 3 tahun. Dari energi gas kini ia beralih ke energi surya. ” Untuk berhemat. Gas semakin mahal dan tarifnya akan naik setiap tahun. Selain itu untuk melindungi lingkungan dan cadangan gas suatu saat akan habis.”

Pria ini memproduksi instalasi energi surya terbaru itu. Reinhold Weiser bekerja di sektor energi terbarukan sejak dekade 80-an.

“Solarthermie”
Delapan tahun silam bersama mitranya dari industri lampu neon di Jerman Timur ia mengembangkan konsep yang dibaptis dengan nama Solarthermie ini. Tapi dibandingkan Panel Sel Surya, panel surya termis sering dianaktirikan. ” Panel surya disubsidi untuk waktu yang lama. Pemerintah bahkan menciptakan pasar khusus, sebaliknya untuk Solarthermie tidak ada.”

Solarthermie dulu punya masalah praktis. Tabungnya sulit dirangkai. Weiser sukses mengembangkan sistem perangkai praktis. Keunggulannya : tabung Solarthermie tetap dapat memproduksi panas bahkan pada suhu yang paling dingin sekalipun. Kehandalan Solarthermie bahkan sampai terdengar di Kanada.

“Kanada suhu luarnya sangat rendah. Saat musim dingin suhu di luar mencapai minus 50 derajat Celcius. Tapi instalasi kami masih mampu menghasilkan energi panas cukup tinggi. ”

Bagian dalam tabung dan cairan dingin mengalir melalui belahan di tengahnya. Kuncinya adalah, kondisi hampa udara membuat proses pemindahan panas lebih efektif. Ide ini berasal dari perusahaan Weiser.

Masih manual
Produksinya dilakukan sepenuhnya di Jerman dan sebagian besar masih secara manual, menggunakan tangan. Saat ini Weiser kebanjiran pesanan. Kendati begitu perusahaannya sulit berkembang pesat. Padahal di kawasan yang dingin, energi panas lebih penting ketimbang listrik.

” Jaringan listrik, instalasi tenaga angin, panel surya, subsidi photovoltaik, isu-isu yang dibahas oleh masyarakat itu cuma menggambarkan 30 persen saja dari masalah sebenarnya. Kalau kita ingin bergerak menuju energi terbarukan, kita harus melihat sisa 70 persen. Dan dalam hal ini saya harus katakan, energi panas sering dianak-tirikan oleh pemerintah Jerman,” kata Weiser.

Uji ketangguhan, Weiser memberikan 20 tahun garansi, termasuk kerusakan akibat badai. Weiser menghitung dengan perspektif jangka panjang.

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Bandung Kembangkan Pertanian Kota

Meski memiliki julukan kota kembang, dengan jumlah penduduk yang besar dan pembangunan yang pesat, Bandung tak lagi memiliki banyak lahan hijau.

Untuk itu, pemerintah setempat mengembangkan urban farming atau pertanian perkotaan mulai tahun ini, di mana para keluarga di setiap Rukun Warga atau RW wajib menanam berbagai tanaman produktif yang bernilai ekonomis bagi keluarga.

Tanaman produktif tersebut yaitu termasuk sayur-sayuran seperti tomat, cabe rawit, kangkung, bawang daun, dan caisim.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, Ely Wasliah mengatakan, program yang sepenuhnya diprakarsai oleh pemerintah kota Bandung tersebut akan menyasar seluruh warga. Pemerintah kota sendiri akan memberikan bantuan sarana seperti bibit, pupuk, dan pot-pot atau rak-rak tanaman, ujarnya.

“Dari urban farming ini karena nanti yang akan dikembangkan di sana itu di antaranya adalah komoditas sayuran, jadi kebutuhan pangan sayuran untuk rumah tangga tersebut dipasok dari lahan pekarangannya sendiri. Kami bantuannya nanti dalam bentuk barang, benih, pupuk, juga ada rak-rak vertikultur yang memang cocok dikembangkan di lahan pekarangan,” ujarnya.

Dalam program urban farming, masyarakat dapat bercocok tanam di pekarangan masing-masing dengan memanfaatkan lahan yang ada. Meski lahan yang dimiliki sempit, masyarakat bisa menanam tanaman dengan sistem vertical garden, atau menanam secara vertikal di dinding dengan menggunakan rak-rak tanaman yang disusun berderet.

“Kalau misalnya satu RW semuanya rumah ini mengembangkan urban farming, jadi lingkungan itu akan nyaman, asri, hijau, menambah kontribusi terhadap Ruang Terbuka Hijau, RTH dari privat. Kalau yang di jalan-jalan yang taman-taman kan fasilitasnya RTH umum, publik. Kalau kami RTH privat, RTH yang ada di masyarakat,” ujar Ely.

Jayadi, ketua RW di kawasan Margahayu Raya, Kota Bandung mengatakan, dengan program ini lingkungan warga menjadi semakin hijau dan asri. Warga pun dapat menikmati hasil cocok tanam mereka sendiri.

“Di taman, di halaman rumah masing-masing, di sekolah, dan di tempat olahraga lapangan voli. Lingkungan jadi hijau, bagus dipandang, ada hasilnya, kelihatannya juga indah,” ujarnya. Warga Kota Bandung pun menyambut baik program pertanian perkotaan ini.

“Untuk nambah-nambah oksigen lah, artinya lingkungan kan jadi tidak terlalu panas. Kalau tidak ada pohon kan kita kepanasan,” ujar seorang warga bernama Umi. Yang lain mengatakan program ini memudahkan mereka dalam memasak dan membuat lebih hemat.

“Satu hijau; kedua ada manfaatnya seperti tanaman (sayuran), setidaknya kita mengurangi beli di warung-warung,” ujar Eli.

Konsep urban farming telah ada di beberapa negara. Salah satunya di Montreal, Kanada, dengan nama Lufa Farm yaitu konsep pertanian perkotaan di atas atap atau rooftop farming.

Di Indonesia, konsep urban farming yang diwajibkan untuk seluruh warga baru ada pertama kali di Kota Bandung. Diharapkan konsep ini bisa menjadi budaya baru yang tak hanya bermanfaat secara ekologi tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan estetika.

Sumber: NGI/VOA Indonesia

read more