close

18/01/2014

Green Style

Upaya Mengurangi Jutaan Kantong Plastik

Sekitar 150 juta kantong plastik diperkirakan dapat dikurangi tahun lalu melalui kampanye diet kantong plastik, menurut Greeneration Indonesia. Organisasi yang didirikan Muhammad Bijaksana Junerosano ini- membentuk gerakan empat tahun lalu dengan melakukan kampanye di sejumlah kota besar di Indonesia.

Upaya mengurangi sampah plastik ini juga dilakukan dengan mendirikan unit usaha yang disebut bagGoes, tas belanja untuk mengganti kantong plastik.

Yadi Irawan, manajer tas BagGoes, mengatakan dalam empat tahun terakhir produksi tas ini terus meningkat.

Dan tahun lalu, kata Yadi, melalui sekitar 40 mitra usaha rumahan, sekitar 150 ribu unit tas yang terjual.

“Tas ini dapat digunakan minimal 1.000 kali, dan tahun 2013 produksi tas ini mencapai 150.000. Jadi tinggal dikalikan dan mengurangi sekitar 150 juta plastik atau kresek,” kata Yadi saat mengunjungi salah satu mitra binaan di Baleendah, Bandung selatan.

Jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai sekitar 26.000 ton per hari, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun Yadi mengakui jangkauan yang mereka capai baru pada masyarakat kelas menengah ke atas melalui penjualan di ritel serta berbagai pesanan perusahaan dan instansi.

“Penggunaan kresek paling banyak di pasar-pasar dan selama tidak ada tekanan dan peraturan terhadap perusahaan-perusahaan yang memproduksi, upaya mengurangi penggunaan tas kresek akan sulit,” tambahnya.

Tahun ini, produksi tas yang dapat digunakan berulang kali ini direncanakan lebih dari 200.000, kata Yadi, termasuk melalui ritel dan pesanan berbagai perusahaan dan instansi.

Organiasi yang mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan ini dibentuk Junerosano tahun 2005 atas keprihatinan masalah sampah serta dampaknya di Indonesia.

Greeneration menjadi wirausaha sosial tiga tahun setelah pembentukannya.

“Unit usaha tas bagGoes memiliki pengaruh sosial tinggi dengan mitra binaan 46 saat ini,” kata Junerosano yang biasa dipanggil Sano.

“Sejauh ini, kami rasa tingkat kesadaran dalam mengatasi masalah sampah plastik meningkat. Buktinya semakin banyak yang mendukung kampanye diet kantong plastik,” kata Junerosano.

“Dan buktinya lagi,, gerakan ini menjadi gerakan bersama lintas organisasi yang tergabung di Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik,” tambahnya.

Namun dalam penerapannya, Sano mengatakan banyak pihak yang harus dilibatkan termasuk pemerintah daerah dan berbagai instansi serta perusahaan-perusahaan.

Sumber: tempo.co

read more
Kebijakan Lingkungan

Hamburg Hilangkan Ketergantungan terhadap Mobil

Kota terbesar kedua di Jerman, Hamburg, secara perlahan akan menghilangkan segala ketergantungan sekitar 8 juta penduduknya terhadap mobil pada 2034. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari usaha merenovasi tata kota dalam program “Green Network Plan”. Nantinya infrastruktur kota dibuat lebih mengutamakan pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi publik.

Pencanangan rencana ini seperti berbanding terbalik dengan sejarah Jerman sebagai negara otomotif, sekaligus rumah buat pabrikan BMW, Mercedes-Benz,dan Audi. Hingga kini, ketiganya bahkan terus berlomba menjadi produsen premium #1 di dunia, salah satu target meningkatkan penjualan di kampung halaman.

Dijelaskan, hampir 40 persen wilayah Hamburg nantinya diubah menjadi area hijau dan taman yang sudah terintegrasi dengan jalur sepeda dan pejalan kaki. Harapannya masyarakat bisa keliling kota tanpa menggunakan mobil pribadi.

Perwakilan dari Hamburg, Angelika Fritsch menjelaskan, “Kota lain, termasuk London, punya jalur hijau, tapi jaringan di Hamburg lebih unik, mencakup area pesisir hingga pusat kota. Dalam 15-20 tahun, kita semua bisa mengeksplorasi kota menggunakan sepeda atau berjalan kaki,” jelasnya seperti dilansir Autocar, Kamis (16/1/2014).

Dijelaskan juga, zona bebas mobil dan banyaknya ruang hijau bisa membantu mengurangi kadar CO2, menjaga kestabilan iklim kota, serta mencegah banjir yang selalu menjadi ancaman.
Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Mengapa Hujan Tetap Turun Meski Cuaca Dimodifikasi?

Sejak Selasa (14/1/2014), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memulai langkah teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi curah hujan dan mencegah banjir di Jakarta.

Hingga Jumat (17/1/2014), sudah empat hari sejak upaya modifikasi cuaca itu mulai dilakukan. Namun, hujan rupanya tetap turun. Bukan hanya sekadar turun, melainkan juga deras, dan dampak banjir tetap tak terelakkan.

Warga Jakarta lalu bertanya-tanya, dan tecermin di media sosial seperti Twitter. “Katanya modifikasi cuaca tapi kok tetap hujan :P,” begitu kicauan Maharani, salah satu pengguna Twitter. Nah, mengapa? Ada dua kemungkinan, belum optimal atau memang kurang efektif.

Belum optimal
F Heru Widodo, Kepala Unit Pelayanan Teknis Hujan Buatan BPPT, mengatakan, ada dua penjelasan terkait pertanyaan tersebut. Menurut Heru, saat ini memang sedang musim hujan sehingga mau tak mau, hujan memang turun di Jakarta.

Kedua, terkait konsep modifikasi cuaca, Heru mengatakan bahwa prinsip “menghalau hujan” bukanlah menghilangkan hujan sama sekali. “Jakarta tetap akan hujan, tetapi intensitas dan durasinya berkurang. Kalau tidak hujan, nanti kemarau, Jakarta bisa kekeringan,” katanya.

Dengan dua teknologi, yaitu teknologi powder yang dilakukan dengan menebar garam serta teknologi flare atau ground based generator (GBG), teknik modifikasi cuaca diperkirakan bisa mengurangi hujan hingga 35 persen.

Ketiga, terkait dengan keterbatasan. Salah satu kendala yang dialami tim modifikasi cuaca saat ini adalah minimnya jumlah pesawat untuk operasional. “Saat ini kita cuma punya satu pesawat,” kata Heru.

Dengan hanya satu pesawat, frekuensi penebaran awan masih terbatas. Padahal, saat ini wilayah Indonesia diliputi oleh massa uap air yang banyak serta terus bergerak dari wilayah barat menuju Jakarta.

“Dengan tiga pesawat kita bisa terbang lima sampai enam kali sehari ke berbagai lokasi. Bahkan, jika diperlukan, kita bisa gunakan dua pesawat sekaligus di satu lokasi,” ungkap Heru saat dihubungi, hari ini.

Memang kurang efektif
Zadrach, pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), punya pendapat berbeda tentang hujan yang masih turun di Jakarta setelah modifikasi cuaca. Menurutnya, keberhasilan dari teknik modifikasi cuaca memang sulit dipastikan.

“Modifikasi itu kan intinya mencegah awan jatuh ke tempat kita. Kita tebar garam agar awan cepat jadi hujan. Tapi kenyataannya kita tidak bisa mengontrol pergerakan awan,” terangnya.

Zadrach menambahkan, penebaran garam memang mempercepat awan menjadi hujan, tetapi di sisi lain juga memperlama durasi hujan.

“Jadi misalnya, yang harusnya hujan satu jam, karena kita cloud seeding, jadi satu setengah jam. Akhirnya ketika sampai Jakarta masih hujan,” urai Zadrach.

Zadrach sendiri menilai bahwa, selain mahal, efektivitas upaya modifikasi cuaca juga sulit diukur. Di sisi lain, saat ini juga tidak pernah ada studi serius yang benar-benar mengukur efektivitas modifikasi cuaca.

Menurut Zadrach, satu-satunya solusi penanganan banjir adalah mengukur jumlah air yang jatuh ke permukaan dan berupaya mengaturnya. Modifikasi cuaca bukan solusi.

Zadrach juga mengkritik upaya modifikasi cuaca. “Tujuannya apa? Apakah hanya sekadar agar hujan tidak di Jakarta? Bagaimana kalau hujan memang tidak turun di Jakarta, tetapi turun di tempat lain dan mengakibatkan banjir di sana?” tanyanya.

Sumber: NGI/Kompas.com

read more