close

19/01/2014

Tajuk Lingkungan

Harapan Baru dari Rawa Tripa

Hingga saat ini, perusakan lingkungan di Aceh oleh oknum yang tidak bertanggung jawab masih kerap terjadi. Belum ada upaya serius dari pemerintah Aceh untuk menghentikan aksi itu. Ironis memang, janji untuk menyelamatkan lingkungan yang sering diucapkan belum ada realisasinya.

“Kita akan meninjau kembali perusahaan yang bergerak pada lingkungan. Apabila lingkungan rusak, maka pihak pertama yang dirugikan adalah masyarakat. Jika dibiarkan akan merusak lingkungan,” kata Gubernur Zaini Abdullah sebelum dilantik kepada sejumlah awak media.

Pernyataaan itu telah memberikan harapan baru untuk rakyat Aceh dalam menata lingkungannya menjadi lebih baik. Namun, hal tersebut bukan hanya sebatas opini yang hanya didengungkan untuk menyenangkan hati rakyat sesaat, melainkan adanya perwujudan di lapangan. Ini penting, mengingat dengan adanya kerusakan lingkungan telah memberikan trauma yang mendalam serta hilangnya mata pencaharian masyarakat Aceh.

Contohnya, kawasan hutan gambut rawa tripa, Kabupaten Nagan Raya yang dulunya pernah menjadi kawasan terkaya pada level Sumatera dengan keanekaragaman hayati kini diambang lenyap. Sampai Mei 2012, hutan yang awalnya seluasa 62.000 hektar kini hanya tertinggal 50 persennya saja. Kawasan yang dulunya dijadikan sebagai
tempat untuk mengais rezeki oleh masyarakat setempat, kini sudah tidak ada lagi.

Karena itu, kepemimpinan baru Aceh bisa memberikan terobosan yang bisa memberikan memanfaat nyata bagi rakyat, bukan hanya umbar janji. Sekarang, kebijakan dan ketegasan dari pemerintah baru Aceh sangat dinanti-nantikan oleh tiga juta rakyat Aceh. Janji yang pernah diucapkan dulunya harus segera ditepati bukan dilupakan sehingga kehidupan rakyat Aceh akan semakin baik.[]

read more
Kebijakan Lingkungan

Ironi Bencana di Indonesia Tahun 2013

Bangsa Indonesia tidak terlepas dari ancaman bencana. Baik bencana alam seperti terjangan banjir bandang, demikian juga ada ancaman bencana stunami. Irononya, bencana yang terjadi di Indonesia rata-rata akibat ulah dari tangan manusia sendiri karena telah mengunduli hutan secara besar-besaran.

Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) Republik Indonesia. Bencana pada tahun 2013 turun drastis dibandingkan tahun 2012 lalu. Akan tetapi, ironisnya, jumlah korban dan kerugian harta justru meningkat akibat bencana tersebut.

Jumlah korban bencana pada tahun 2013 sebegaimana dilansir situs online beritalingkungan.com menyebutkan, bencana pada tahun 2013 sampai bulan November 2013 terdapat 973 bencana. Sedangkan bencana pada tahun 2012 lalu jauh lebih banyak yaitu mencapai 1.842 kasus.

Akan tetapi, anehnya, bencana yang notabena lebih sedikit dibandingkan tahun 2012, malah pada tahun 2013 jumlah korban dan kehilangan harta benda semakin meningkat. Tercatat pada pada tahun 2013 jumlah korban meninggal dan hilang meningkat dari 483 jiwa menjadi 690 jiwa. Jumlah penyintas yang mengungsi juga mengalami peningkatan dari 956.455 menjadi 3.168.775 jiwa. Kerusakan rumah juga mengalami peningkatan dari 54,626 menjadi 74,246.

Data Planas PRB itu menggambarkan tingkat kerentanan masyarakat menghadapi bencana semakin tinggi, padahal investasi anggaran untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat telah mengalami peningkatan. Pada tahun anggaran 2013, alokasi anggaran untuk kebencanaan yang dikelola langsung oleh BNPB mencapai Rp 1,3 triliun. Angka ini belum memasukkan data kebencanaan yang dikelola oleh kementerian atau lembaga lain selain pemerintah.

Menurut Syamsul Ardiansyah dari Planas PRB, kondisi ini menggambarkan peningkatan alokasi anggaran untuk kebencanaan, belum secara signifikan berkontribusi pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Syamsul menjelaskan, konsentrasi anggaran kebencanaan saat ini baru pada upaya penguatan kelembagaan pemerintah dalam penanggulangan bencana, belum menyasar pada upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi ancaman bencana. Pemerintah masih berkonsentrasi pada pendirian BPBD, khususnya di tingkat kabupaten dan kota dan peningkatan kapasitas aparaturnya.

Sementara masyarakat yang berada di “garis depan” dan berhadapan langsung dengan ancaman bencana belum banyak tersentuh oleh program-program penguatan kapasitas yang dilakukan pemerintah. Harus diakui, terobosan-terobosan kebijakan, seperti “desa tangguh” masih belum berdampak pada peningkatan kapasitas masyarakat.

Selain alokasi anggaran yang belum efektif, meningkatnya kerentanan masyarakat bisa jadi disebabkan oleh semakin buruknya daya dukung sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat. Investasi ekonomi yang tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan, khususnya di sektor perkebunan dan industri ekstraktif, telah turut memperburuk kerentanan masyarakat.

Investasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan tidak hanya memperburuk kondisi lingkungan, melainkan juga meningkatkan kerentanan sosial dalam bentuk konflik dan kekerasan. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), kekerasan berlatarkan sengketa agraria pada tahun 2013 telah mengakibatkan 21 jiwa tewas, 30 tertembak, 130 luka akibat penganiayaan, dan 239 warga ditahan.

Planas PRB merekomendasikan beberapa hal untuk pembenahan penanggulangan bencana di Indonesia, antara lain: Pertama, meningkatkan efektifitas penganggaran PB dari pemerintah. Meningkatnya jumlah korban jiwa pada tahun 2013 pada saat kejadian bencana yang justru menurun menunjukkan pentingnya mengakselerasi perbaikan kapasitas respon dari aparatur pemerintah di bidang PB.

Kedua, di samping program Desa Tangguh yang disponsori BNPB, pemerintah sebenarnya memiliki program-program sejenis yang berorientasi pada peningkatan ketangguhan masyarakat. Hanya saja, program-program tersebut terkesan berjalan sendiri-sendiri secara sektoral dan tidak terhubung. Kohesi antar program pemerintah untuk ketangguhan masyarakat akan memberikan kontribusi signifikan dalam pengurangan kerentanan masyarakat.

Ketiga, investasi pengurangan risiko bencana hendaknya secara konkret diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di garis depan (frontline) ancaman bencana. Upaya-upaya mitigasi struktur maupun non-struktur dalam bentuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di garis depan ancaman harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah.

Keempat, pembangunan ekonomi yang memperhatikan keberlanjutan sosial ekonomi dan lingkungan serta hak asasi manusia. Pada saat ini, sebagian wilayah di Indonesia sudah mulai menuai dampak buruk dari praktik-praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan hak asasi manusia.

Planas PRB juga memperkirakan dimasa yang akan datang, konflik yang disertai dengan kekerasan dan bencana akibat kerusakan lingkungan akan semakin mengalami peningkatan. Oleh karena itu, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah; pertama, melakukan audit lingkungan terhadap seluruh proyek-proyek investasi disektor perkebunan dan pertambangan. Kedua, secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip free prior informed consent (FPIC) terhadap seluruh proyek investasi yang akan dilaksanakan di Indonesia.

Kelima, tahun 2014 adalah tahun politik. Planas PRB mendorong agar isu kebencanaan menjadi salah-satu agenda politik nasional. Investasi pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mengurangi kerentanan di masa yang akan datang.[]

Sumber : beritalingkungan.com

read more
Flora Fauna

Kambing Hutan Sumatera Langka Turun Gunung

Erupsi Gunungapi Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut) masih berlanjut, dan belum menunjukkan penurunan dengan mengeluarkan debu vulkanik dan lava awan panas, serta batu-batu krikil kecil. Tak hanya masyarakat yang tinggal di radius dua hingga tujuh kilometer keluar dari desa mereka. Belum lama ini, masyarakat di kaki gunung melihat jejak kaki beruang, dan harimau Sumatera.

Pada Jumat siang (18/1/2014), masyarakat menemukan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis), yang keluar dari dalam hutan. Salah satu dugaan awal kambing hutan keluar karena aktivitas gunungapi terus meningkat. Dugaan lain, ketersediaan makanan sudah tidak ada, hingga harus turun gunung. Sebab menurut orang tua yang sudah tinggal turun temurun di desa itu, mereka sama sekali tak pernah melihat kambing hutan.

Kambing hutan Sumatera itu ditemukan sejumlah warga yang tinggal di  Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, pada Jumat siang. Kondisi sangat memprihatinkan. Tubuh tampak kurus, dan bagian wajah dan mata sayu. Hewan ini, ditemukan tengah terduduk lemah di belakang rumah warga yang tinggal tidak jauh dari perkebunan.

Jonris Karokaro, seorang warga, awalnya menduga satwa bertanduk ini rusa. Karena kondisi desa mereka sangat sepi ditinggal mengungsi ke Kota Kabanjahe dan Berastagi, ditambah aktivitas perdagangan nyaris tidak ada, membuat sejumlah pemuda yang menjaga desa mereka ingin menyembelih. Namun, sejumlah orang tua melarang, dan memerintahkan satwa ini dibawa ke Kabanjahe.

Menggunakan truk terbuka, kambing berbulu hitam ini dibawa ke kota. Tampak mata begitu tajam dan liar, saat sampai di Kabanjahe, ratusan orang ramai melihat.

Petugas dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Sumut, yang mendapatkan kabar mengenai temuan satwa ini langsung turun ke Kabupaten Karo bersama tim ahli.  Saat melihat kambing ini, petugas BKSDA terkejut, ternyata kambing hutan Sumatera, yang dianggap sangat langka dan sudah jarang ditemukan.

Istanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut menjelaskan, dari pemeriksaan tubuh menyeluruh,  satwa ini benar Capricornis sumatraensis sumatraensis.

Menurut dia, satwa ini endemik Sumatera, masuk daftar Appendices I, atau sangat langka dan tidak boleh diburu. Satwa ini hanya di hutan tropis Sumatera, dan sangat jarang sekali terlihat. Ia diperkirakan hidup di sekitat Hutan Tahura, di kawasan hutan Kabupaten Langkat, Sumut. “Ketika kita tahu satwa ini sangat langka dan tak boleh dibunuh, langsung kita bawa ke Medan. Kita ambil darah untuk dites memperkuat dugaan kami.”

Sementara waktu kambing dititipkan di Kebun Binatang Medan dan dengan perawatan maksimal. Istanto, menyebutkan satwa ini akan mendapatkan makanan layak dan dirawat sebaik mungkin. “Nanti akan ada serangkaian penelitian mengenai satwa ini.”

Namun dia belum berani memutuskan, apakah akan dilepasliarkan ke hutan atau menjadi penghuni tetap kebun binatang. Satwa ini sangat langka karena penebangan dan perusakan hutan. Kelompok penyelamat dan perlindungan satwa liar menyebutkan, di Sumut, 1990 jumlah kambing ini ditaksir ada 32 ekor, dan hidup di hutan Bukit Barisan, serta kawasan hutan lindung Bukit Batabuh, Riau.

Aktivitas Sinabung
Hingga saat ini, aktivitas Sinabung masih tinggi. Catatan tim pemantau, sejak Sabtu dinihari (18/1/14), terjadi 18 kali  erupsi dengan ketinggian 2.000 meter. Luncuran awan panas masih terjadi dengan daya jangkau 4,5 km ke arah selatan. Windi, tim pengamat pos pemantau Gunung Sinabung, di Tanah Karo, mengatakan, kegempaan masih tinggi terpantau kekuatan gempa 80 Magnitudo.

Tingginya aktivitas Sinabung menyebabkan pengungsi terus bertambah. Hingga saat ini, lebih dari 26 ribu jiwa. Mereka mengungsi di 36 titik pengungsian tersebar di radius 10  kilometer hingga 15 kilometer dari kaki gunung.

Sumber: mongabay.co.id

read more
Ragam

Kebun Binatang Surabaya Mendunia dan Bernasib Miris

Bermimpi mengembalikan kejayaan Kebun Bintang Surabaya (KBS) di Jawa Timur, Pemkot Surabaya justru dihadapkan pada sejumlah persoalan. Sejumlah satwa di kebun binatang itu, satu per satu menunggu ajal. Lantas apa penyebabnya?

Menurut Ketua Tim Pengelola Sementara (TPS) KBS, Tony Sumampau menilai adanya ketidakmampuan Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) bentukan Pemkot Surabaya, dalam mengurus satwa di KBS.

“Kita harus melihat ke belakang dulu. Sebelum dikelola Pemkot, KBS itu dikelola oleh sekelompok orang kemudian membentuk perkumpulan. Itu sudah ada sejak zaman Belanda,” papar Tony, Sabtu malam (18/1).

Selanjutnya, masih cerita Tony, ada persoalan di internal KBS. “Pak Said, mantan pengurus, disuruh mundur. Dan dia mengambil sertifikat KBS untuk diserahkan kepada Cak Narto (Sunarto Sumoprawira), yang waktu itu masih menjabat sebagai wali kota, dan sampai sekarang sertifikat itu dikuasai Pemkot.”

Sebenarnya, kata Tony, kepemilikan aset tanah KBS itu bukan milik Pemkot Surabaya, tapi pemerintah dan itu khusus untuk KBS. “Jadi tidak bisa dialihfungsikan ke yang lain,” terang Ketua TPS KBS non-aktif itu.

Karena terjadi konflik internal antar-pengurus itulah, Kementerian Kehutanan (kemenhut) membentuk TPS, yang terdiri dari empat unsur, yaitu dari pihak Kemhut sendiri, Pemprov Jawa Timur, Pemkot Surabaya dan para perkumpulan.

“Kelemahan di KBS sendiri, pengurusnya sedikit. Saat rapat, untuk mencari dukungan mereka merangkul karyawan. Ini yang akhirnya merusak mental karyawan. Mereka, juga ikut saling berebut menjadi ketua, mereka lupa mengurus binatang. Mereka justru membuat warung, bikin lapak dan sebagainya di area KBS,” beber Direktur Taman Safari tersebut.

Karena masalah tersebut, kata Tony, menjadi penyebab kematian demi kematian hewan di KBS. Dia juga menilai, kematian satwa di KBS merupakan bukti kegagalan Pemkot Surabaya mengelola kebun binatang.

“SDM (sumber daya manusia) pengelola baru (PDTS) KBS kurang menguasai pengelolaan satwa sehingga mengakibatkan banyak satwa yang kurang terurus dengan baik,” ujarnya.[]

Sumber : merdeka.com

read more