close

22/01/2014

Perubahan Iklim

Perubahan Iklim Bukan Penyebab Utama Banjir

Perdebatan tentang perubahan iklim telah mengalihkan perhatian kita dari penyebab sebenarnya dari bencana banjir, sekelompok ilmuwan terkemuka telah memperingatkan.

Pembetonan, penebang pohon, dan perluasan kota telah membuat banjir jauh lebih buruk, dan kita perlu untuk bertindak atas pengetahuan itu, kata mereka.

Hubungan yang tepat antara pemanasan global dan banjir sedikit sekali pengaruhnya, dan mereka yang terus menghembuskan isu ini telah mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya yaitu pembangunan yang berlebihan, seperti dikatakan para pakar sebuah makalah penelitian.

Perdana Menteri Inggris David Cameron telah memicu perdebatan ini ketika puncak banjir melanda Inggris baru-baru ini dengan menyatakan bahwa ia ‘sangat’ mencurigai kehancuran itu disebabkan oleh perubahan iklim.

Namun, Menteri Lingkungan Owen Paterson menolak untuk mendukung pandangan ini dan Kantor Meteorologi setempat mengatakan tidak ada bukti bahwa banjir musim dingin disebabkan oleh pemanasan global buatan manusia.

Makalah penelitian, yang diterbitkan dalam Jurnal Hydrological Sciences, baru-baru ini mengatakan: “Ada kehebohan seperti kekhawatiran tentang hubungan antara rumah kaca dan banjir yang menyebabkan masyarakat kehilangan fokus pada hal-hal yang sudah kita ketahui dengan pasti tentang banjir dan bagaimana untuk mengurangi dan beradaptasi dengannya.”

“Menyalahkan perubahan iklim atas bencana banjir membuat isu global yang tampaknya keluar dari kontrol lembaga regional atau nasional. Komunitas ilmiah perlu menekankan bahwa masalah kerugian banjir terutama tentang apa yang kita lakukan pada lanskap dan yang akan menjadi kasus untuk dekade yang akan datang.

Sumber: pikiranrakyat.com

read more
Perubahan Iklim

LPDS Gelar Lomba Jurnalistik tentang Perubahan Iklim

Lembaga Pers Dr. Soetomo, sekolah wartawan di Jakarta, mengadakan lomba jurnalistik Meliput Perubahan Iklim (MPI). Hadiah lomba berupa liputan ke daerah ketiga (travel fellowship) dan kunjungan kawasan (field trip) di sebuah daerah berhutan di dalam negeri pada awal 2014.

Warief Djajanto Basorie, pengajar jurnalistik di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) menjelaskan untuk bisa mengikuti lomba ini dikenakan persyaratan sebagai berikut :
1. Lomba MPI terbuka bagi wartawan Indonesia di seluruh tanah air.
2. Peserta lomba mengirim karya asli hasil liputan isu lokal perubahan iklim yang diterbitkan atau disiarkan setelah 31 Januari 2013. Wartawan cetak dan online dapat mengirim karyanya lewat email ke LPDS. Wartawan radio dan televisi dapat mengirim transkrip karya jurnalistiknya dengan email.
3. Lomba ditutup 28 Februari 2014. Hasil lomba diumumkan 15 Hasil lomba diumumkan 15 Maret 2014.

Hadiahnya :
1.Liputan ke Daerah Ketiga (travel fellowship). Sebanyak 20 wartawan dapat memenangkan hadiah Liputan ke Daerah Ketiga (LDK) atau travel fellowship ini. LPDS mengadakan dua gelombang LDK dengan 10 peserta dalam setiap gelombang. Sepuluh peserta per gelombang tersebut masing-masing mewakili 10 provinsi/kota asal berbeda. LDK berlangsung 10 hari. Peserta LDK dari 10 provinsi berkumpul di Jakarta. Berdasarkan undian, peserta lalu menyebar ke daerah ketiga (bukan provinsi asal mereka) untuk meliput isu lokal perubahan iklim. Jadi, peserta asal provinsi A berjalan ke provinsi D untuk meliput masalah perubahan iklim setempat. Para peserta kemudian kembali ke Jakarta untuk menulis hasil liputan mereka. Peserta memaparkan hasil liputannya. Karya mereka kemudian dibedah peserta lain dan tim mentor LPDS.

2.Kunjungan Kawasan (field trip). Bagi 10 pemenang lomba MPI, LPDS mengadakan satu kunjungan kawasan atau field trip di salah satu provinsi bermasalah dampak perubahan iklim. Kunjungan kawasan ini berlangsung empat hari. Setiap pemenang mewakili satu dari 10 provinsi/kota asal peserta lomba. Sepuluh pemenang lomba berkumpul di ibukota provinsi kunjungan kawasan diadakan. Setelah memperoleh arahan, 10 peserta tersebut menuju satu kawasan di tempat mereka tinggal selama satu malam dua hari. Peserta kemudian kembali ke kota titik berangkat untuk menulis hasil liputannya. Esok harinya mereka memaparkan karyanya untuk dibahas sesama peserta dan tim mentor.

Karya liputan peserta lomba dapat peluang memenangkan hadiah bila memenuhi tolok ukur berikut:
1. Topik liputan menyangkut isu lokal perubahan iklim.
2. Karya asli dibuat peserta dan telah dimuat atau disiarkan setelah 31 Januari 2013. Karya asli berarti hasil kerja sungguh-sungguh peserta dan bukan karya orang lain.
3. Karya merupakan hasil pengadaan bahan berita (reporting) dan bukan pernyataan sikap peserta.
4. Karya berupa feature interpretatif 600 – 800 kata. Feature interpretatif ialah feature yang menjelaskan hal ihwal yang diliput.
5. Karya menjelaskan isu, dampak, dan solusi.
6. Karya tulis memakai lead efektif.
7. Karya berdaya gereget dan berdampak.
8. Peserta lomba dapat mengirim lebih dari satu karya untuk memperbesar peluang menang hadiah. Liputan berkelanjutan menunjukkan konsistensi dalam meliput isu perubahan iklim.
9. Nama peliput (byline) tercantum dalam karya.

“Karya jurnalistik dapat dikirim dengan email ke server LPDS atau Google Mail (Gmail): jurnalistik@lpds.or.id ataulpdsjurnalistik@gmail.com. Harap tulis di surat pengantar: Lomba MPI, nama dan posisi peserta, nama dan alamat media,” tutur Warief.

Sumber: lensaindonesia.com

read more
Ragam

Stadion Sepakbola Ini Ditengah Hutan Amazon

Estadio Vivaldo Lima mulanya didirikan pada 1958 dan kemudian dipugar kembali 12 tahun kemudian, pada 1970 silam. Stadion Vivaldo Lima terpilih sebagai salah satu tempat untuk menggelar laga Piala Dunia 2014 pada 31 Mei. Stadion yang ada dinilai tak memenuhi standar internasional FIFA.
Berita Terkait

Sejak itulah stadion Vivaldo dirobohkan dan kemudian 19 Maret 2010 dibangun kembali untuk menyesuaikan dengan level stadion internasional. Stadion baru itu kemudian diberi nama Arena Amazonia dengan kapasitas 47.000 orang.

Pada Juni 2013 lalu, Arena Amazonia sempat dipakai untuk menggelar laga sepakbola bertaraf internasional Piala Konfederasi yang diikuti oleh peserta para jawara zona antarbenua.

Arena Amazonia yang dirancang arsitek Severiano Mario Porto itu tidak hanya mempunyai lapangan hijau untuk laga sepakbola berkelas internasional, tapi juga diperlengkapi dengan berbagai fasilitas modern untuk aktivitas olahraga dan rekreasi. Di Arena Amazonia juga tersedia mal untuk keperluan belanja para pengunjungnya.

Stadion Megah di Jantung Hutan Amazon
Arena Amazonia dibangun di Kota Manaus. Keberadaan stadion yang amat megah ini menjadi kebanggaan Manaus. Bisa dikatakan, Arena Amazonia yang dulu lebih dikenal dengan nama Stadion Vivaldo Lima itu kini telah berubah menjadi ikon bagi Kota Manaus.

Kota Manaus berada di jantung hutan hujan Amazon. Di sinilah hujan tropis terbesar di dunia berada. Karena itulah, pembangunan stadion disesuaikan dengan kondisi cuaca di Manaus. Stadion dibangun tertutup oleh struktur logam yang dirancang seperti bentuk keranjang jerami.

Atap stadion dirancang khusus untuk bisa menampung air hujan yang akan dimanfaatkan kembali untuk keperluan kebutuhan air di area stadion. Tak hanya air hujan. Berlimpahnya sinar Matahari pun dimanfaatkan perancang stadion untuk keperluan tenaga listrik. Suhu di dalam stadion dapat disetel dengan menggunakan sistem eletronik berenergi surya.

Fasilitas yang ditawarkan bagi para tamu yang akan datang menyaksikan gelaran akbar sejagad Piala Dunia 2014 itu antara lain: restoran, parkir bawah tanah, terminal bus, dan jasa transportasi monorel.

Laga Piala Dunia 2014 yang akan digelar di Arena Amazonia antara lain, partai Grup D antara Inggris versus Italia 14 Juni. Lalu tanggal 18 Juni laga Grup A antara Kamerun versus Kroasia. Ada juga pertandingan Grup G antara Amerika Serikat melawan Portugal yang akan digelar 22 Juni.

Sumber: liputan6

read more
Hutan

Prediksi Iklim Tunjukkan Peran Laut Dalam Kekeringan Amazon

Tempat terbaik untuk melihat bukti mengenai potensi kekeringan di hutan Amazon Peru adalah pada sisi lain Amerika Selatan, lepas pantai Brasil di Samudera Atlantik, demikian menurut ilmuwan.

Selama 10 tahun terakhir, kenaikan suhu permukaan laut di Atlantik tropis berkaitan dengan presipitasi di bawah normal Amazon barat, memungkinkan ilmuwan untuk memprediksi kekeringan sekitar tiga bulan ke depan pada musim kering Juli-hingga-September.

Pengetahuan itu dapat memberi peringatan dini yang cukup bagi petani dan pejabat pemerintah lokal untuk mengambil langkah mencegah kebakaran dan kerusakan serius hutan, harta benda dan pertanian, demikian menurut ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

“Masyarakat Amazon menggunakan api setiap tahun membersihkan lahan untuk pertanian,” kata Katia Fernandez, ilmuwan riset mitra Institut Penelitian Internasional untuk Iklim dan Masyarakat (International Research Institute for Climate and Society), Universitas Columbia di New York yang dengan CIFOR meneliti iklim dan kebakaran di Peru.

Pergeseran angin
“Risiko dalam tahun kering adalah kebakaran yang akan di luar kontrol manusia. Jika pengambil kebijakan tahu lebih dini bahwa tahun tersebut akan lebih kering dari biasanya, mereka bisa merelokasi sumber daya pemadam kebakaran ke tempat berisiko tinggi dan mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan api jika dalam beberapa hari berturut-turut tidak turun hujan.”

Samudera Atlantik mempengaruhi hujan di Amazon barat karena Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ), sekelompok awan mengelilingi planet karena pertukaran angin dari bagian bumi utara dan selatan bertemu. Hembusan angin ke arah barat membawa kelembaban dari samudera yang jatuh sebagai hujan di Daerah Aliran Sungai Amazon. ITCZ biasanya mengitari bumi dekat Ekuator, tetapi ketika suhu permukaan laut naik di utara Samudera Atlantik tropis lepas pantai Brasil, zona itu bergeser ke utara.

Perubahan ini menyebabkan hujan jatuh lebih jauh ke utara dan menyebabkan kekeringan di Peru dan Brasil barat seperti yang terjadi 2005 dan 2010, kata Fernandes. Di Amazon barat, hujan umumnya sangat rendah – dan risiko kebakaran hutan sangat tinggi – antara Juli dan Oktober.

Fernandes dan mitranya, termasuk ilmuwan CIFOR Miguel Pinedo-Vasquez dan Christine Padoch, menemukan bahwa dengan mengukur suhu permukaan laut April, Mei dan Juni, mereka bisa memprediksi apakah musim kering akan lebih kering dari biasanya.

Perbedaan antara suhu permukaan laut di wilayah utara dan selatan Samudera Atlantik tropis bisa menjadi indikator lebih kuat, kata Fernandes, menambahkan bahwa perbedan lebih besar suhu, lebih tinggi pula peluang kekeringan.

Ilmuwan masih menguji model prediksi untuk menentukan seberapa besar variasi suhu permukaan laut disebabkan oleh siklus alami, dan seberapa besar diakibatkan perubahan iklim. Tujuan mereka adalah menyiapkan informasi lebih tepat bagi petani dan pejabat pemerintah.

Untuk berhasil, mereka harus memahami tren dan variabilitas iklim, karena suhu dan presipitasi bervariasi dari tahun ke tahun, seperti juga siklus lebih panjang dari satu dekade atau lebih.

Sebagai bagian projek CIFOR, Fernandes tengah mempelajari bagaimana siklus tersebut terkait, tidak hanya di daerah aliran sungai Amazon barat, tetapi juga di wilayah tropsi lain, termasuk Kalimantan Barat, Afrika Barat dan wilayah Ghats di barat India.

Sumber: cifor.or.id

read more