close

23/01/2014

Flora Fauna

MUI Keluarkan Fatwa Lindungi Satwa Langka

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang perlindungan satwa langka dan meminta pemerintah bersikap tegas melindungi satwa langka untuk menghindari kepunahanan dan menjaga keseimbangan ekosistem.

“Pada hari ini, Rabu ( 22/1) MUI menetapkan fatwa tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem dalam rangka memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian satwa langka,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Rabu.

Dalam fatwanya, MUI menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup memiliki hak untuk melangsungkan kehidupannya dan didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan manusia.

“Memperlakukan satwa langka dengan baik, dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya hukumnya wajib,” kata Niam.

Perlindungan dan pelestarian satwa langka antara lain dengan jalan menjamin kebutuhan dasarnya, seperti pangan, tempat tinggal, dan kebutuhan berkembang biak, tidak memberikan beban yang di luar batas kemampuannya.

Berikutnya, tidak menyatukan jenis satwa lain yang membahayakannya, menjaga keutuhan habitat, mencegah perburuan dan perdagangan ilegal, mencegah konflik dengan manusia, serta menjaga kesejahteraan hewan.

Dalam fatwa MUI juga disebutkan bahwa satwa langka boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan satwa langka antara lain dengan jalan menjaga keseimbangan ekosistem, menggunakannya untuk kepentingan ekowisata, pendidikan dan penelitian, menggunakannya untuk menjaga keamanan lingkungan, serta membudidayakan untuk kepentingan kemaslahatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Membunuh, menyakiti, menganiaya, memburu, dan atau melakukan tindakan yang mengancam kepunahan satwa langka hukumnya haram kecuali ada alasan syar’i, seperti melindungi dan menyelamatkan jiwa manusia,” kata Niam.

MUI juga menyatakan perburuan dan perdagangan ilegal satwa langka hukumnya haram.
Sumber: beritasatu.com

read more
Sains

Menanam di Lahan Gambut untuk Tekan Emisi

Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) akan mengoptimalkan lahan-lahan gambut yang terlantar guna meredam emisi gas rumah kaca. Caranya dengan menanam tanaman sela di lahan gambut.

Pemanfaatan lahan gambut tidur ini sudah dilakukan di lima provinsi. Salah satunya di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang telah dilakukan sejak 2010 lalu.

Syamsidar Thamrin, Kepala Sekretariat ICCTF menjelaskan, lahan ini sempat terbakar pada 2005 sehingga mengalami degradasi.

“Karbon yang tersimpan dalam lahan gambut (carbon sink) sangat tinggi. Setiap perubahan penggunaan lahan gambut, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar,” ucap Syamsidar saat dihubungi, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, lahan gambut seluas lima hektare tersebut ditanami tanaman pokok karet (seedling) dan tanaman sela diantaranya padi, jagung dan nanas. “Lahan gambut di Kalimantan Tengah ini bertujuan meningkatkan usaha mitigasi terhadap peningkatan karbon dan menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga memperoleh model usaha tani yang ramah lingkungan,” jelas Syamsidar.

Guna menekan emisi karbon, ICCTF bekerjasama dengan Kementerian Pertanian menebar amelioran atau sejenis pupuk organik (pupuk kandang ayam dan tanah mineral) sehingga mampu menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 36%-47%.

Pencatatan data iklim di lokasi ini menggunakan Automatic Weather Station alias AWS. Pengambilan GRK atau CO2 dilakukan rutin setiap tiga hari di posisi lahan bawah tanaman karet, antar tanaman karet dan tanaman sela. Pengukuran emisi CO2 menggunakan Mobile GC.

Sumber: perubahaniklim.co

read more
Sains

Membuat Plastik dari Kulit Pisang

Mahasiswa Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia berhasil membuat plastik ramah lingkungan dari kulit pisang. Adalah Muhammad Yusuf Maulana, yang menjadi inovator dalam menambah nilai dari zat dalam kulit pisang sebagai bahan pembuat plastik ramah lingkungan.

Maulan telah menunjukkan ketertarikannya pada kulit pisang sejak duduk di bangku SMA. Dalam sebuah karya tulis, ia pernah menelit kulit pisang yang berkaitan dengan daya listrik. Karya tulis itu kemudian menghantarkannya menjadi juara dua di kota kelahirannya, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Berbekal pengetahuan tersebut, Yusuf kemudian meneliti lebih lanjut kandungan lain yang terdapat dalam kulit pisang. Dia lalu mengetahui zat amilopektin yang terdapat dalam kulit pisang. Hal tersebut dikaitkannya dengan permasalahan lingkungan, salah satunya adalah masalah plastik.

Ide ini terinspirasi dari pembuatan plastik dari singkong yang dilakukan oleh salah satu ilmuwan di Tangerang, Banten. Singkong masih satu keluarga dengan pisang. Plastik dari singkong tersebut saat ini telah dikomersialisasikan.

Menurut Yusuf, produk plastik yang dihasilkan dari kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk plastik botol air mineral. Lantaran bentuk akhirnya berupa gel, maka kulit pisang dapat juga dimanfaatkan menjadi styrofoam ramah lingkungan. Saat ini, Yusuf dan tim masih terus melakukan uji coba untuk mendapatkan formula terbaik untuk dapat menghasilkan sebuah plastik.

Adapun cara untuk mendapatkan sebuah plastik, adalah dengan mengeringkan kulit pisang terlebih dahulu. Setelah kulit pisang menjadi kering dan busuk, kulit pisang kemudian dipotong-potong kecil. Potongan kecil tersebut kemudian diolah dengan sedikit campuran kimia dan didiamkan selama satu hari.

Setelah satu hari zat amilopektin dari kulit pisang akan keluar. Dari setiap kali pengolahan, kata Yusuf, akan dihasilkan lebih kurang 20 persen zat amilopektin. Yusuf dan tim terus berusaha menggodok penelitiannya hingga mencapai purwarupa (prototype). “Saat ini belum prototype, prosesnya masih panjang. Sejauh ini kami baru tahap ekstraksi,” ungkapnya.

Perkembangan penelitian kulit pisang tersebut, menghantarkan Yusuf dan tim mendapat berbagai penghargaan. Emisi beracun di dalam proses produksi kantong plastik berkontribusi terhadap pemanasan global, hujan asam, dank abut asap. Sampah plastik juga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan lantaran sulit terurai.

Sumber: perubahaniklim.co

read more