close

30/01/2014

Flora Fauna

Polisi Aceh Tenggara Sita Gading Gajah dari Warga

Petugas Polres Aceh Tenggara, Aceh, menyita sepasang gading gajah berukuran 80 sentimeter dari warga Desa Bubun Alas, Kecamatan Leuser. Gading itu diambil oleh warga dari bangkai gajah yang mati akibat sengatan ranjau listrik di kebun jagung milik mereka.

Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto, mengatakan, berdasarkan penyelidikan bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam, sepasang gading tersebut bukan hasil perburuan.

“Kejadian ini bukan karena adanya perburuan, melainkan ketidaksengajaan. Gajah terperangkap di ladang warga,” ujar Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto di Aceh Tenggara, Kamis (30/1/2014).

Warga memasang ranjau listrik di perkebunan karena kawanan babi hutan sering merusak tanaman. Mereka tak menyangka seekor gajah masuk ke wilayah pemukiman warga. Setelah mengambil gadingnya,  bangkai gajah  langsung dikubur di sekitar lokasi kejadian.

“Warga memotong gading karena khawatir disalahgunakan oleh oknum tertentu. Mereka kemudian melaporkan kejadian ke kantor polisi,” terangnya.

Sumber: TGJ/okezone

read more
Hutan

Hutan Asia Tenggara Dirambah Sejak Ribuan Tahun Lalu

Manusia sudah merambah dan memanfaatkan hutan hujan perawan di kawasan Asia Tenggara sejak ribuan tahun lalu, demikian menurut hasil studi yang dipublikasikan di Journal of Archaeological Science.

Menurut hasil studi, hutan yang sekarang berada di wilayah Borneo, Sumatera, Jawa, Thailand dan Vietnam sudah mulai dibakar dan dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman pangan sejak 11.000 tahun lalu, segera setelah masa es berakhir.

“Sejak lama hutan di Timur Jauh dipercaya sebagai belantara perawan, tempat manusia punya pengaruh minimal. Kendati demikian, temuan kami mengindikasikan adanya sejarah gangguan vegetasi,” kata Chris Hunt, ahli paleoekologi dari Queen’s University of Belfast di Irlandia yang melakukan studi tersebut.

Dalam Journal of Archaeological Science edisi bulan lalu, Hunt dan koleganya menjelaskan bahwa perubahan-perubahan vegetasi itu tidak bersamaan dengan periode perubahan iklim yang diketahui, tapi lebih “terjadi akibat kegiatan manusia.”

Para peneliti menjelaskan, manusia kuno yang mendiami Asia Tenggara tidak benar-benar mengganti hutan tropis dengan barisan tanaman pangan dan kandang-kandang ternak, kegiatan-kegiatan yang biasanya berhubungan dengan awal pertanian, setidaknya dalam pandangan Eurosentris.

Sebaliknya, penduduk kawasan itu mengembangkan sistem bernuansa subsisten bersama kegiatan berburu dan mengumpulkan tradisional sebelum budidaya padi dan pertanian tanaman lain meluas, kata para peneliti.

Manusia, misalnya, tampaknya membakar hutan di Dataran Tinggi Kelabit Borneo untuk membersihkan lahan supaya bisa menanam tanaman pangan.

“Sampel serbuk sari dari sekitar 6.500 tahun lalu mengandung arang melimpah, menunjukkan adanya kebakaran,” kata Hunt seperti dilansir laman LiveScience.

Menurut para peneliti, kebakaran yang terjadi secara alamiah atau disengaja biasanya diikuti oleh gulma spesifik dan pohon-pohon yang berkembang di lahan hangus.

“Kami menemukan bukti bahwa kebakaran yang seperti ini diikuti dengan pertumbuhan pohon-pohon buah. Ini menunjukkan bahwa orang yang tinggal di lahan itu sengaja membersihkan vegetasi hutan dan menanam sumber makanan di tempatnya.”

Hunt juga menunjuk bukti bahwa pohon sagu New Guinea pertama muncul lebih dari 10.000 tahun lalu di sepanjang garis pantai Pulau Borneo.

“Ini tentunya melibatkan perjalanan lebih dari 2.200 kilometer dari asalnya di New Guinea, dan kedatangannya di pulau konsisten dengan pelayaran maritim lain di kawasan pada waktu itu–bukti bahwa orang mengimpor bibit sagu dan menanamnya,” kata Hunt.

Sumber: antaranews

read more
Ragam

Enam Perusahaan Aceh Jual Konsesi Tambang ke Asing

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mengindikasikan enam perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, telah menjual konsesi kepada perusahaan asing asal Australia sejak 2008 sampai 2011.

“Dan sampai hari ini, persoalan penjualan konsesi pertambangan perusahaan ini masih ditelaah di Kementerian ESDM. Indikasi sementara kerugian sudah mencapai lebih Rp20 miliar,” kata Koordinator GeRAK Aceh Asqalani di Meulaboh, Rabu (29/1/2014).

Ia menjelaskan, enam perusahaan itu mengantongi izin Kuasa Pertambangan (KP) emas dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diperoleh sejak 2006 hingga 2011 dari pemerintah daerah. akan tetapi, perizinan itu tidak pergunakan dan kemudian dijual ke perusahaan asing.

Perusahaan pembeli asal Australia tersebut bernama Prosperiti Resources, sedangkan enam perusahaan di Aceh Selatan, yakni PT Bintang Agung Mining, PT Multi Mineral Utama, PT Mulia Kencana Makmur, PT Aneka Mining Nasional, PT Aspirasi Widya Chandra dan PT Arus Tirta Power.

Asqalani menjelaskan, dari total enam perusahaan tersebut diperkirakan lebih 40 ribu hektare konsesi pertambangan emas sudah dijual ke pengusaha asing dengan transaksi ilegal senilai Rp1,5 miliar diberikan sebagai modal dasar.

Kata dia, enam perusahaan tambang emas di Aceh Selatan tersebut hanya sebagai sub dan ada satu perusahaan induk berada di luar yang menampung produksi penjualan serta mencari donor tanpa diketahui pihak pemerintah daerah.

“Mereka melakukan transaksi ilegal dengan donor dan dengan dana Rp1,5 miliar per perusahaan. Dana ini digunakan untuk membangun perusahaan dan mendapat izin lain yang belum didapatkan di daerah,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, ke enam perusahaan tersebut hanya membayarkan pajak pada tahun pertama dan kedua (2006-2008) sebagai kedok bersih. Dari sisi lain, tidak diketahui pasti apakah donasi ke enam perusahaan tersebut sampai ke pihak lain di pemerintah pusat.

Hasil investigasi GeRAK, kata Asqalani, kesalahan awal munculnya peluang tersebut adalah kebijakan yang keliru kepala daerah Aceh Selatan periode 2007-2012. Hal ini terjadi karena terjadi konflik kepentingan pribadi dan pemerintah dalam proses pemberian izin KP.

“Hal ini juga kami sudah menyiapkan laporan tertulis. Sebab, menurut kami persoalan Bupati Aceh Selatan ini ada kasus lain yang harus diselesaikan di PN Tipikor dan ditindaklanjuti KPK,”kata Asqalani.(Ant)

Sumber: metrotvnews

read more