close

09/03/2014

Energi

Mana Janjimu PLN?

Mana janjimu PLN? Kalimat pertama pada artikel ini muncul secara tiba-tiba dan  mengingatkan saya pada pernyataan seorang petinggi PLN Aceh beberapa bulan lalu yang menyebutkan, persolaan pemadaman listrik bergilir di Aceh akan tuntas akhir November 2013.

Kini tahun sudah berganti, janji lama tak ditepati, janji baru kembali ditebarkan, “Listrik Padam Bergilir hingga Akhir Tahun,” tulis sebuah media lokal beberapa bulan lalu.  Pemeliharaan PLTGU di Medan dan PLTU Labuhan Angin menjadi justifikasi mereka.

Terlepas alasan itu benar ataupun salah. Yang pasti, pemadaman bergilir akan terus terjadi. Sebagai salah satu pengelola listrik profesional di Aceh, seharusnya mereka harus mengonsepkan tentang bagaimana upaya untuk memerdekakan krisis persoalan listrik ini, dan langkah tanggap apa yang harus dilakukan agar Aceh tidak lagi bergantung energi pada orang lain.

Potensi Melimpah

Aceh yang diberikan kewenangan besar oleh pemerintah pusat melalui  disahkankan  Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU PA) telah memberikan peluang besar untuk mengelola listrik secara otonom. Dimana, manajemen  pendistribusian dan pengadaan pembangkit energi listrik bisa dikontrol oleh pemerintah Aceh. Apalagi, provinsi kita dikaruniakan Allah akan berbagai potensi listrik yang melimpah dari berbagai sumber.

Berdasarkan data Dari Dinas Pertambangan dan Energi Aceh  menyebutkan, pada alam Aceh terdapat banyak potensi listrik yang seperti, hydro power (tenaga air) yang terletak di Potensi daya yang tersedia di Jambu Air sebesar 37,2 Mega Watt, Krueng  Jambuaye sebesar 181,8 Mega Watt, Krueng sebesar 171,6 Mega Watt, Jambuaye/Bidin sebesar 246 Mega Watt, Krueng Peureulak sebesar 34.8 Mega Watt, W. Tampur sebesar 428 Mega Watt, Krueng Peusangan 90  Mega Watt, Krueng  Jambo Papeun 95,2  Mega Watt, Krueng  Kluet sebesar 141 Mega Watt, Krueng  Sibubung 121,1 Mega Watt, Krueng Teripa Tiga 172,6 Mega Watt, Krueng Teripa 306,4 Mega Watt, Krueng  Meulaboh sebesar 82,1 Mega Watt, Krueng Pameu sebesar 160,6 Mega Watt, Krueng Woyla sebesar 274 Mega Watt, Krueng Dolok 32,2 Mega Watt, Krueng Teunom 288,2 Mega Watt.

Lalu, potensi listrik dari geothermal (panas bumi), total kapasitas potensi daya yang tersedia di Provinsi Aceh sebesar 1.115 MWe. Energi itu terletak di Sabang dengan potensi sebesar 125 MWe, Aceh Besar sebesar 228 MWe, Pidie sebesar 150 MWe, Bener Meriah sebesar 200 MWe, Aceh Tengah sebesar 220 MWe, Aceh Timur sebesar 25 MWe, Aceh Tamiang sebesar 25 MWe, dan Kabupaten Gayo Lues sebesar 142 MWe.  Kemudian potensi energi listrik lain juga terdapat pada angin, tata surya (matahari) dan batu bara, yang daya dihasilkan belum diproyeksikan.

Namun demikian, jika diakumulasikan potensi energi listrik dari terbarukan jenis air saja, maka daya yang akan dihasilkan adalah  2862.8 Mega Watt.  Daya yang mampu dibangkitkan itu sudah melebihi beban puncak saat ini.  Belum lagi dengan potensi energi-energi listrik yang diciptakan Allah melalui biogas (tumbuhan, hewan dan manusia). Tentunya, jika ini mampu diwujudkan, Provinsi Aceh akan menjadi daerah “Swasembada Energi,”.

Lalu pertanyaan, kenapa potensi yang telah diciptakan Allah ini tidak dimanfaatkan dengan baik?. Aneh dan lucu. Sebagai negeri yang diberikan kekayaan  akan  potensi listrik, namun kita tidak pernah menggarapnya  dengan serius melainkan namun masih berharap sedekah dari provinsi tetangga.

Solusi

Hendaknya dengan ada potensi-potensi listrik yang diberikan Allah seperti ini, tentunya keseriusan PLN dan pemerintah daerah sangat diharapkan. Selama ini, pengelola listrik hanya berkesan  menunggu boh ara anyot, artinya pemerintah kurang bekerja keras dalam melobi para pihak untuk  berinvestasi di Aceh  pada bidang kelistrikan.

Jika saja, setengah dari potensi yang tersedia itu  digarap saja, maka tentunya Aceh mampu menyuplai energi untuk beberapa wilayah di provinsi lain dan memutus mata rantai pemasok energi dari luar. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah Aceh perlu melakukan beberapa hal.

Pertama adalah adanya keseriusan dari pemerintah Aceh dalam dalam menggarap potensi yang telah ada. Keseriusan itu harus dibuktikan dengan adanya upaya yang kuat untuk menyakinkan para investor baik dalam negeri maupun dari  luar negeri untuk membangun pembangkit energi listrik.  Kedua adalah, adanya jaminan keamanan dan kenyamana.  Keamanan tersebut  tidak hanya pada sisi keamaan semata,  tetapi juga berhubungan dengan birokrasi. Artinya, Pemerintah Aceh harus mempermudah para investor dalam berbagai aspek, seperti;  adanya kemudahan dalam pengurusan izin, pemetaan lahan yang berpotensi energi yang jelas, serta mempublikasi data-data penting yang berhubungan dengan energi  melalui website-website resmi secara jelas dan detil. Disamping itu, pemerintah Aceh juga harus membuat pola kerangka yang jelas bagi para investor yang ingin menanamkan saham di bidang kelistrikan dengan tidak mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat.  Insya Allah, jika  hal ini dilakukan,  ke depan Aceh negeri yang kaya akan potensi energi ini tidak lagi mengharap sedekah listrik dari provinsi lain. Dan janji-janji PLN akan bisa ditetapi.

Tentunya dengan semakin banyak pembangkit yang dibangun akan maka secara otomatis,  pengangguran di Aceh akan semakin berkurang. Waallahu a’alam bishawab. (email: teuku.multazam@gmail.com)

read more
Ragam

Pengelolaan Kekayaan Laut Aceh Masih Rendah

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantu nelayan Aceh sebesar Rp 75 miliar untuk pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Dana yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara diserahkan secara simbolis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cici Sutardjo di Lampulo, Banda Aceh, Sabtu 8 Maret 2014.

Menurut menteri Sharif, bantuan itu untuk meningkatkan produksi, mutu hasil tangkapan, dan produktivitas nelayan dengan  menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan. “Juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan daya saing nelayan Aceh,” ujarnya.

Bantuan yang diberikan untuk nelayan berupa 27 unit kapal Inkamina, bantuan program Perikanan Tangkap untuk 130 kelompok usaha bersama dan juga pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Lampulo Banda Aceh.

Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, meski Aceh dikelilingi kawasan perairan laut seluas 295 ribu kilometer persegi, namun pengelolaan sumber daya alam ini belum optimal. Potensi  perikanan laut Aceh yang diperkirakan mencapai 1,8 juta ton per tahun, baru bisa diproduksi 10 persen saja.

“Tidak heran jika kehidupan nelayan Aceh banyak yang berada di bawah garis kemiskinan,” kata Gubernur. Pemerintah Aceh dengan dukungan pusat juga terus mendorong produktivitas nelayan Aceh yang perkiraan jumlahnya mencapai 65.000 orang.

Kawasan perikanan Lampulo termasuk lokasi bisnis sangat strategis di Aceh. Selama dua bulan terakhir, produksi ikan yang didaratkan di Lampulo mencapai 70 ton pe hari dengan perputaran uang mencapai Rp 1,5 miliar per hari dan melibatkan 5.000 tenaga kerja.

“Kami berencana meningkatkan peran pelabuhan ini menjadi Internasional Fishing Port yang mampu menampung kapal perikanan berukuran diatas 100 Gross Ton,” ujar  Zaini.

Sumber: TGJ/tempo

read more
Kebijakan Lingkungan

Jakarta Juga Mampu Jadi Hutan Tropis Seperti Singapura

Pemprov DKI Jakarta terus mengupayakan target 30% Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Salah satu caranya dengan perbaikan dan penambahan taman maupun hutan kota yang tengah digalakkan Dinas Pemakaman dan Pertamanan DKI untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Pasalnya, saat ini yang berkembang di Ibukota hanya gedung-gedung percakar langit dibandingkan pepohonan. Padahal menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, seharusnya gedung dan pepohonan dapat tumbuh seimbang. Layaknya di Singapura dan negara lainnya yang mampu mempertahankan ruang terbuka hijau.

“Kasarnya, Singapura aja bisa. Dia kota di tengah hutan. Jakarta juga mampu, biar jadi hutan tropis. Gedung-gedung di tengah hutan,” kata pria yang akrab disapa Ahok usai meresmikan Taman Semanggi, Jakarta, Minggu (9/3/2014).

Untuk itu, Ahok harus dapat mengejar target 30% RTH guna memenuhi UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk mewujudkan itu, Dinas Pertamanan DKI terus melakukan pembelian lahan di beberapa wilayah Jakarta. Nantinya lahan itu dibangun taman, hutan kota, maupun pemakaman yang juga masuk sebagai RTH.

“Kita mau kejar 30, sekarang belum bisa. Makanya harus dikejar, pembelian tanah terus kita lakukan,” tambah Ahok.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemakaman dan Pertamanan Pemprov DKI Jakarta Nanda Sunandar mengakui, belum ada perkembangan yang signifikan terkait RTH Jakarta saat ini. Sebab, pihaknya masih dalam tahap pembebasan lahan yang seringkali terkendala sengketa.

“Karena masih pembebasan lahan. Banyak gugat-menggugat,” ujar Nanda. Namun, ia meyakini target RTRW sebanyak 30% dapat dicapai Jakarta hingga pada 2030 mendatang. []

Sumber: liputan6.com

read more
Green Style

RAN Ajak Masyarakat Peduli Kelestarian Hutan

RAN merupakan salah satu grup musik yang merasa prihatin dengan kerusakan lingkungan alam Indonesia. Mereka pun mengajak masyarakat untuk ikut peduli terhadap kelestarian hutan. RAN yang personilnya terdiri dari Rayi, Asta, dan Nino itu terlibat dalam acara ‘Konser Cinta Hutan’ yang merupakan rangkaian ajang ‘Festreetval Music 2014’.

Konser yang digagas oleh Kementrian Kehutanan dan PT Holcim Indonesia Tbk itu diadakan di Hutan Kota Tegalega, Bandung. Ribuan orang yang didominasi muda-mudi memadati arena hingga acara usai.

Tidak hanya RAN, band Nidji, Wali, juga penyanyi Ira Swara pun ikut meramaikan konser tersebut. Sebelumnya mereka bersama-sama telah melakukan aksi penanaman pohon di lokasi sebagai wujud kepedulian lingkungan.

“Saya senang sekali bisa terlibat acara ini,” kata Rayi. Mereka mengaku, ikut terlibat karena tema sesuai dengan semangat mereka bawa di grup RAN. “Kita senang dengan ide ini. Semoga nantinya ini bisa terus berlanjut demi melestarikan alam, dan menghijaukan Indonesia,” kata Nino.

Menurut Nino, beberapa lagu di RAN diciptakan mengambil ide dari lingkungan. Seperti,  lagu ‘Hari Baru’, dan juga ‘Sepeda’.  Secara general Nino mengatakan, itu berisi ajakan mengalami hari baru yang lebih baik. Tema lingkungan bisa dikaitkan dengan hal itu. Kaitannya mensyukuri apa yang diberikan oleh Tuhan, supaya saling menjaga. “Ada juga lagu ‘Sepeda’. Ini adalah cara kita ngajak pendengar untuk bisa memilih transportasi umum. Mengurangi polusi lebih baik,” katanya sambil tersenyum.

Kegiatan Festreeval Music 2014 dibuat dalam bentuk Lomba Kreasi Jingle lagu dan Konser Hutan yang bertujuan mengajak masyarakat untuk cinta, menanam pohon serta melestarikan hutan. Festreeval Music 2014 terdiri dari 2 tahap kegiatan yaitu Lomba Kreasi Jingle lagu  dimulai dari tanggal 5 Februari 2014 hingga akhir Februari dan ditutup dengan Konser Hutan sebagai puncak acaranya pada 8 Maret 2014 di Hutan Kota Tegalega – Bandung.

Panitia telah menerima ratusan jingle yang akan dikonversikan menjadi ribuan pohon dan dari kampanye sosial medianya. Tercatat lebih dari 3300 vote/ like dan puluhan ribu pengunjung konser nantinya akan dibagikan bibit pohon. Dengan diadakannya Festreeval Musik Holcim ini tidak kurang dari 30.000 pohon baru akan ditanam.

Dewan Juri Lomba Kreasi Jingle yang terdiri dari Ipang Lazuardi (musisi), Lawrence Larry (musisi), Dedy Vansophi (Creative Director), dan Yudi Buster (Music Director Radio Station) :  “Kami terkesan dengan animo yang tinggi dari para generasi muda untuk mencintai pohon  dan menjadikan budaya menanam pohon dan hutan demi generasi masa depan dan itu semua terwujud nyata dalam karya-karya jingle yang dikirimkan baik secara kuantitas dan kualitas musiknya” ujar Ipang.

Sumber: tempo.com

read more