close

15/03/2014

Kebijakan Lingkungan

Jepang Akan Beri Tiongkok Latihan Hukum Lingkungan

Jepang akan membantu melatih para pengacara dan para aktivis lingkungan Tiongkok dalam mendapatkan keahlian menangani permasalahan lingkungan melalui proses hukum. Kedua negara menandatangani sebuah kesepakatan di Beijing pada Kamis (13/3/2014). Jepang akan menyumbang hingga sekitar US$ 88.000 dalam bentuk bantuan.

Polusi lingkungan menjadi masalah serius di Tiongkok di tengah pembangunan ekonominya yang pesat. Tidak banyak kemajuan yang terlihat dari langkah-langkah yang diambil pihak otoritas.

Salah satu penyebabnya dikatakan karena kurangnya para ahli yang mengerti gugatan hukum lingkungan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah akan melatih 30 pengacara dan aktivis lingkungan Tiongkok.

Kesepakatan itu juga berencana membuat sebuah buku tentang gugatan-gugatan hukum serta kegiatan-kegiatan yang terkait lingkungan oleh para warga di masa lalu.[]

Sumber: beritasatu.com

read more
Hutan

LSM Cemaskan Lahan Gambut Rawa Tripa yang Menyusut

Yayasan Ekosistem Leuser mengkhawatirkan penyusutan gambut akibat dari pengeringan yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit  berdampak pada penurunan permukaan tanah sekitar 20 – 50 cm/tahun untuk tahun-tahun pertama pascapengeringan (drainase).

“Untuk  beberapa tahun ke depan diperkirakan sebagian daratan di Kabupaten Nagan Raya (Kecamatan Darul Makmur) dan Aceh Barat Daya  (Babahrot) yang dalam dua tahun terakhir ini sering mengalami banjir akan berada di bawah permukaan laut,” kata Staf Komunikasi YEL, TM Zulfikar di Banda Aceh, Jumat.

Dampak lain dari pengeringan itu juga akan menghilangkan semua potensi pertanian dan perkebunan serta perikanan darat di areal tersebut, termasuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri, kata dia menjelaskan.
Lima perusahaan besar yang memperoleh konsesi untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah itu masing-masing  PT Kalista Alam , PT Surya Panen Subur 2 (eks PT Agra Para Citra), PT Gelora Sawita Makmur, PT Dua Perkasa Lestari, dan PT Cemerlang Abadi.

Dijelaskan, salah satu kontribusi terbesar bagi emisi gas rumah kaca di Indonesia berasal dari konversi hutan rawa gambut. Gambut pada dasarnya adalah karbon dan air, dan rawa-rawa gambut secara alami menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Sementara hutan hujan tropis di tanah mineral juga menyimpan karbon dalam jumlah yang relatif besar dibanding padang rumput misalnya, jumlah yang disimpan hutan di lahan gambut adalah 10 sampai 20 kali lebih besar.
Diperkirakan bahwa hutan primer yang tersisa di Tripa mengandung sekitar 110  ton karbon/hektare di atas permukaan tetapi sampai 1.300 ton/hektare di bawah permukaan di gambut. Secara keseluruhan stok karbon di Tripa diperkirakan tidak  kurang dari 50 sampai 100 juta ton.

Zulfikar juga menyebutkan ketika tsunami menerjang pesisir pantai barat Aceh 26 Desember 2004, Rawa Tripa merupakan benteng alami yang mencegah kerusakan bagi wilayah Nagan Raya dan Aceh Barat Daya.

Karenanya, YEL yang juga tercatat sebagai anggota Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) yang  peduli terhadap kerusakan kawasan rawa gambut Tripa telah melakukan kajian hukum tentang legalitas perkebunan kelapa sawit dan telah memantau terhadap kerusakan.

Selain YEL, juga terdapat beberapa lembaga lainnya yang telah melakukan survey dan penelitian di wilayah rawa gambut Tripa. Salah satunya adalah Tim Peneliti dari Universitas Syiah Kuala.

“Untuk itu TKPRT bekerja sama dengan YEL berinisiatif melaksanakan lokakarya hasil penelitian gambut di kawasan rawa Tripa-Babahrot, sehingga dapat menjadi bahan bersama guna menggali potensi yang ada sehingga pengelolaan lebih lanjut menuju atas kawasan lestari dalam dilaksanakan secara tepat,” kata TM Zulfikar.[]

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Daging Halal Organik, Islami & Ramah Lingkungan

Peternakan Willowbrook di Hampton Gay, Inggris berdiri di atas lahan seluas 18 hektar. Semua produk yang dihasilkan, mulai dari telur angsa sampai daging domba pemakan rumput, adalah organik dan terjamin halal.

Lutfi Radwan dulu adalah dosen geografi. Namun, pada 2002 ia memutuskan membangun peternakan organik halal setelah kecewa dengan kurangnya pilihan daging organik untuk muslim. Iapun mempelajari ilmu peternakan selama setahun di Sudan.

“Kami merasa sisi kesejahteraan hewan maupun sisi ritual yakni penyebutan nama Tuhan tak dijalankan dengan baik di industri pangan modern,” Lutfi berpendapat, seperti diberitakan BBC Asian Network (04/02/2014).

Ia bermimpi memelihara hewan dan tanamannya sendiri dengan membawa nilai religius dan kecintaannya akan alam sekaligus.

“Kami mendirikan Willowbrook berdasarkan apa yang kami yakini sebagai prinsip-prinsip Islam, yang sangat dekat dengan gagasan organik, keberlanjutan, dan praktik-praktik yang ramah lingkungan,” tutur Lutfi.

Pasar daging halal Inggris diperkirakan bernilai sekitar 3 miliar poundsterling (Rp 56,6 triliun). Muslim berjumlah kurang dari 5% populasi Inggris namun mengonsumsi lebih dari 20% daging merah yang diproduksi di Inggris. Sebuah studi di tahun 2012 menemukan bahwa satu dari tiga orang muslim makan daging setiap hari. Angka ini lebih banyak dibandingkan orang-orang nonmuslim.

Di Willowbrook, hewan dibawa ke rumah potong halal setempat yang proses penyembelihannya diawasi keluarga Radwan. Istri Lutfi, Ruby, dan kelima anaknya juga bekerja di peternakan. Khalil (20) misalnya, mengatakan akan mengikuti jejak orang tuanya untuk hanya memakan daging halal organik.

“Daging halal organik lebih menyehatkan serta sesuai dengan moral dan etika. Tak hanya untuk muslim, tapi untuk semua orang. Tak peduli apakah mereka meyakini agama tertentu atau tidak,” jelas Khalil.

Ruby merasa kebanyakan daging halal di pasaran tak memenuhi standar Islam jika melihat cara hewan diternakkan, dirawat, dan akhirnya disembelih. Lutfi juga yakin beternak secara berlebihan bisa menyebabkan hewan berada di kondisi buruk.

“Benar-benar seperti kamp konsentrasi. Ayam dijejalkan ke kandang sesak, di mana mereka menderita bahkan bisa dibuang begitu saja jika sudah berkembang biak terlalu banyak. Namun, pelanggan tak melihatnya sampai ayam diserahkan ke mereka,” kata Lutfi.

Lutfi berharap muslim lebih memikirkan asal daging yang mereka konsumsi serta kondisi tempat diternakkannya hewan-hewan tersebut.

“Nabi Muhammad melarang memakan makanan dari hewan yang disiksa. Karena itu, kita tidak dapat menutup mata akan apa yang terjadi di sekitar kita,” pungkas Lutfi.[]

Sumber: detikfood.com

read more