close

26/03/2014

Ragam

Caleg Jarang Sentuh Masalah Lingkungan

Calon LegislatiF DPR yang bertarung pada Pemilihan Umum 2014 di sebanyak 77 daerah pemilihan di Indonesia hampir tidak menyentuh persoalan pertambangan, dan bahkan para caleg tersebut mengabaikan persoalan pertambangan selama ini, ketika terjadi konflik pertambangan dengan masyarakat.

Bahkan, akibat perusakan pertambangan mengakibatkan rusaknya lingkungan sekitar, dan lahan pertanian tergusur akibat pertambangan dan properti.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam diskusi mengemukakan, para legislator yang terpilih kerap lupa pada pemilihnya. JATAM merilis beberapa persoalan masyarakat dengan pengembang dalam konflik yang terjadi selalu pihak masyarakat yang dirugikan.

“Para caleg selama ini hampir jarang menyentuh masalah lingkungan, dan kalau pun membicarakan lingkungan ketika terpilih selalu lupa akan janji-janji yang dilakukan selama ini, “ujar Koordinator JATAM Hendrik Siregar, dalam diskusi bertajuk “Peta Krisis Dapil dan Politik Penjarahan”, di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Rabu (26/3).

Hendrik mengemukakan, Pemilu tahun ini lebih mengedepankan Pemilu yang bersih dan jujur, namun melupakan esensi pemilu adalah mencari para caleg yang peduli lingkungan. Sayangnya, masalah lingkungan hanya sekedar slogan tanpa adanya implementasi dari para caleg setelah jadi.

“Dan itu terbukti setelah jadi mereka jadi lupa akan janji, dan bahkan ketika konflik terjadi meninggalkan masyarakat. Bila ada pembelaan biasanya hanya sekedar, selebihnya masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri,” ujarnya.

Di tempat yang sama, warga korban Lumpur Lapindo Sidiarjo, Jawa Timur, Herawati mengatatan, selama 8 tahun mencari keadilan diabaikan pemerintah dan DPR dari daerah pemilihan jawa Timur, khususnya daerah Sidiardjo.

“Mereka tidak bisa diharapkan dan hanya janji-janji saja,” paparnya. Lebih lanjut dia mengemukakan, Pemilu 2009 selama ini tidak menyelesaikan apa-apa mengenai korban bencana lumpur Lapindo.

“Mereka (DPR) duduk di kursi yang empuk, tapi tidak tahu apa yang akan dilakukan,” ujar Herawati.

Dia mengemukakan, masyarakat Porong Sidiardjo pada Pemilu 2014 tidak akan berharap adanya perubahan pada Pemilu 2014.  Bahkan, katanya, masyarakat lebih memilih tidak memilih (golput) dalam menghadapi pesta demokrasi tahun ini.

Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Adrinof Chaniago mengemukakan, hampir semua Partai politik memiliki anggota pengusaha Tambang. Menurutnya, tidak heran bila kasus  Lapindo tidak dapat terselesaikan sampai saat ini.

“Bagaiman mungkin anggota DPR daerah pemilihan yang mewakili Sidiardjo, Jawa Timur dapat menyelesaikan masalah masyarakat korban lumpur Lapindo sementara pemilik pengembang perusaahaan yang bermasalah adalah milik Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie,” ungkap Andrinof.

Sumber: jaringnews.com

read more
Energi

Inovasi Bahan Bakar Bio dari Buah Zaitun

Buah zaitun bukan hanya cemilan lezat, namun juga dianggap berharga karena minyak yang dihasilkan. Kini zaitun dimanfaatkan periset dalam membuat bahan bakar nabati untuk mengurangi emisi CO2.

Para ilmuwan Universitas Teknologi Wina bekerja di sekitar sebuah konstruksi baja setinggi hampir enam meter. Ini adalah generasi baru ‘instalasi gasifikasi,’ yang dicetuskan pertama kali oleh universitas tersebut dua dekade lalu. Instalasi mampu mengubah biomassa menjadi gas, dan di Austria serta sejumlah negara Eropa lainnya, gas ini digunakan untuk menjalankan generator dan memproduksi listrik.

Kini masalahnya adalah membeli biomassa yang terjangkau agar dapat bersaing dengan sumber energi terbarukan dan bahan bakar fosil. Mengingat harga kayu dan hasil pertanian yang terus melambung, Uni Eropa membiayai sebuah proyek yang bertujuan mengubah pomace – apa yang tersisa dari buah zaitun setelah minyaknya diperas – menjadi bahan bakar bio.

“Pada akhir proses terdapat residu dan tidak ada minyak zaitun lagi yang tersisa. Jadi ini semacam materi limbah dari kilang minyak zaitun, namun konten energinya masih cukup tinggi,” ungkap Stefan Müller, seorang periset senior di Universitas Teknologi Wina, kepada DW.

Lebih dari sekedar cemilan
Proyek Phenolive bertujuan memaksimalkan nilai buah zaitun. Di laboratorium Phenobia, sebuah start-up yang digagas Universitas Bordeaux, para peneliti mengidentifikasi senyawa yang dapat diambil dari pomace zaitun setelah minyaknya diperas dan sebelum diubah menjadi energi.

“Laboratorium khusus menganalisa fenol dari berbegai tipe bahan mentah untuk produk akhir seperti kosmetik, suplemen makanan atau makanan,” papar direktur Xavier Vitra kepada situs Perancis LaBiotech. Ia menambahkan bahwa mengambil polifenol akan menambah nilai bagi pomace.

Menekan konsumsi energi
Sejumlah wilayah produsen zaitun di Eropa telah membakar pomace zaitun sebagai bahan bakar, namun Müller ingin menganalisa residu dan sepenuhnya menginvestigasi potensi energinya. Kegunaan lain dari pomace termasuk kompos dan pupuk.

Tim riset universitas juga memproduksi bahan bakar cair dari biomassa. Dan mereka mengatakan ini berpotensi memungkinkan industri zaitun untuk menjalankan kendaraan transportasi mereka dengan bahan bakar dari hasil residu zaitun. Sebuah instalasi gasifikasi yang dikembangkan di Güssing, Austria, sudah memproduksi bahan bakar cair bagi kendaraan.

“Idenya adalah penyulingan bio. Sumber daya terbarukannya memproduksi bahan bakar masa depan,” ucap insinyur Johannes Schmid. Targetnya, katanya, adalah untuk mendemonstrasikan bahwa penyulingan tidak perlu membakar bahan bakar fosil.

Eropa memproduksi 80 juta ton pomace minyak zaitun setiap tahun, menurut proyek Phenolive. Apabila proyek ini berhasil, tentu industri zaitun akan menguat dan biayanya, terutama untuk energi, akan banyak berkurang.

Sumber: dw.de

read more
Kebijakan Lingkungan

Anggaran Lingkungan Hidup Pemerintah Minim

Anggaran untuk lingkungan hidup masih minim. Tahun ini saja, pemerintah pusat hanya mampu mengalokasikan 0,07 persen dari total APBN untuk lingkungan hidup. Padahal, untuk memerbaiki kerusakan lingkungan ini dibutuhkan anggaran yang cukup besar.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup RI Bidang Budaya dan Kesehatan Lingkungan, Inar Ichsana Ishak, mengatakan, dengan anggaran yang minim ini, pemerintah jelas tak mampu bila harus menangani kerusakan lingkungan dengan sendirinya. Karena itu, perlu kerja sama dengan swasta.

Menurut Inar, pihaknya telah menerapkan prinsip polluter pays principles. Dalam prinsip ini, mekanisme pengelolaan lingkungan hidup turut dibebankan kepada perusahaan-perusahaan. Atau mereka yang mengeluarkan polutan.

“Karena pihak-pihak tersebutlah yang telah memanfaatkan lingkungan hidup secara gratis,” ujarnya, di Karawang, Jawa Barat, Rabu (26/3/2014).

Karena itu, bila ada perusahaan yang tidak memerhatikan lingkungan, bisa dikenakan sanksi tegas. Sebab, mereka merupakan salah satu penyumbang kerusakan tersebut.

Sumber: republika.co.id

read more