close

27/03/2014

Tajuk Lingkungan

Komprador Perusak Lingkungan

Semalam saya membaca kembali buku-buku tua; sejarah, kebudayaan,  catatan-catatan tentang revolusi, pemberontakan dan pengkhianatan. Paragraf yang paling sadis adalah ketika adegan seorang politikus membunuh cinta dalam jiwanya agar perasaan ingin berkuasa tetap dominan. Perasaan cinta dan kasih sayang yang ia
tikam berkali-kali, sampai mampus.

Agama, nilai-nilai, cinta dan kasih sayang dianggap sampah yang memperbudak akal. Hidup adalah kekuasaan atas segala sesuatunya. Maka kerakusan dan kebengisan adalah perkara yang wajar. Nilai-nilai harus disingkirkan dan diganti dengan kesombongan rasionalitas. Rezim efektif menemukan ladangnya.

Inilah tragedi paradoksal dahsyat yang menghipnotis kita dengan mimpi-mimpi pepesan kosong; demokrasi, imajinasi, cyber, dan kesintingan kolegtif. Maka orang selalu ingin merampas apa yang bukan miliknya.

Pengeksploitasian.
Di atas permukaan, rezim yang mendapat kekuasaan dari legitimasi pemilu yang menurut mereka cukup demokratis itu bergaya seolah-olah ikut prihatin dengan keterpurukan mayoritas rakyat. Tetapi sesungguhnya mereka adalah komprador dari gurita kapitalisme; faktanya, sebagian tokoh komprador swasta dan komprador negara dari rezim masa lalu kini masih memegang kunci dalam sistem politik dan ekonomi Indonesia.

Ketergantungan negara ini kepada badan-badan pembangunan internasional di bawah PBB, dan modal asing lainnya justru semakin meningkat.

Dan bagi hutan serta sumber daya alam bernilai tinggi lainnya di sana, juga belum sepenuhnya dikembalikan kepada pribumi. Mereka di lembaga-lembaga terhormat negara pada rezim yang baru, segera bermetamorfosis menjadi komprador-komprador baru, terlibat dalam pemberian bermacam kemudahan bagi mesin-mesin kapital dan neoliberalisme lewat kebijakan tata ruang; menikmati pembagian royalti tinggi dan fasilitas mereka yang begitu mewah, di atas penderitaan rakyat.

Di sini, manuver dan pengaburan substansi kebenaran menjadi bagian skenario besar. Mereka sungguh-sungguh membangun kartel secara sistemik pada semua relung kehidupan, bermanifestasi di sentra-senta kekuasaan negara.

Bertahun-tahun rakyat terasing dari sumber daya alamnya yang mewah. Begitulah, rakyat yang sudah lebih dulu diracuni memang mudah terseret ke dalam mobilisasi politik para komprador; hubungan yang tak berguna.

Sumber: hutan-tersisa-blogspot.com

read more
Ragam

Ratusan Aktivis Lingkungan Segel Hotel di Bandung

Sebanyak 100 orang aktivis lingkungan berunjukrasa di depan proyek hotel Pullman dan International Bandung Convention Center (IBCC) di Jalan Diponegoro, Kamis (27/3/2014). Massa menyegel pintu masuk proyek karena dinilai kedua proyek ini melanggar izin.

Organisasi yang terlibat aksi adalah dari Walhi Jabar, LSM Cadas, DPKLTS, LBH Bandung, Bandung Heritage dan Ambu. Massa awalnya berdemo di depan Gedung Sate. Hanya lima menit orasi di sana, massa kemudian bergerak menuju lokasi proyek yang berjarak sekitar 50 meter.

Dalam aksinya massa membawa sejumlah spanduk dan beberapa demonstran mengenakan topi berbentuk tikus. “Pemerintah tidak tahu malu bertekuk lutut di depan pengusaha,” teriak salahsatu orator.

Massa lalu memasang tiga spanduk putih sekitar 1,5x 1 meter yang disambung dengan tali merah, di pintu masuk.

“Aksi ini protes warga karena pemkot Bandung tidak tegas. Padahal dalam proses (proyek ini), jelas-jelas ada yang salah,” ujar Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan. Ia juga mengungkapkan dua mata air yang ada di atas lahan proyek kini sudah hilang.

Menurutnya Pemkot mengekuarkan izin IMB, padahal Amdal yang merupakan syarat keluarnya IMB belum terpenuhi. “Lebih miris lagi karena proyek ini pada saat peletakan batu pertama dilakukan Gubernur Jabar pada Maret 2013,” katanya. Dadan juga menduga proyek ini diwarnai gratifikasi dan korupsi.

Sumber: detik.com

read more
Flora Fauna

Sepuluh Orangutan Kembali ke Habitat Mereka di Hutan Kalimantan

Beberapa minggu lalu, Yayasan Bos Samboja Lestari kembali melepasliarkan sebanyak 10 individu orangutan. Kesepuluh individu orangutan tersebut telah melewati sekolah alam selama lebih dari 10 tahun. Pelepasliaran ini juga merupakan salah satu target dalam strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2007-2027.

Rencana aksi ini sendiri dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, yang menyatakan bahwa semua orangutan di pusat rehabilitasi harus dikembalikan ke habitatnya paling lambat pada tahun 2015, dan telah disepakati oleh seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.

10 Orangutan yang dilepasliarkan dari Yayasan BOS Samboja Lestari dengan semangat Hari Kehutanan Sedunia yang jatuh pada tanggal 21 Maret 2014,Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) dari Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari, ke habitat alami mereka.

Sebelumnya Samboja Lestari, Kalimantan Timur, telah melakukan pelepasliaran 12 orangutan lintas propinsi, orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari ke Kalimantan Tengah. Memasuki tahun 2014 ini, Yayasan Penyelamatan Orangutan. Borneo (Yayasan BOS) memulai kegiatan pelepasliarantahun 2014 ini dengan melepasliarkan 10 orangutan rehabilitan lagi ke wilayah Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.

Enam orangutan betina dan empat orangutan jantan telah di berangkatkan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari menuju lokasi pelepasliaran di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara pada tanggal 20 dan 21 Maret 2014. Delapan orangutan yang terbagi dalam dua kelompok, masing-masing empat orangutan, diberangkatkan pada tanggal 20 Maret 2014 dari Bandar Udara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur menuju Bandara PT Swakarsa Sinar Sentosa, Kecamatan Muara Wahau dalam dua kali penerbangan, untuk selanjutnya diterbangkan dengan helikopter (sling load) menuju Kehje Sewen. Dua orangutan yang lain diberangkatkan keesokan harinya, 21 Maret 2014 dengan rute dan armada yang sama.

Hutan Kehje Sewen yang dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dari Kementerian Kehutanan. RHOI adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS pada 21 April 2009 dengan tujuan tunggal untuk dapat mengelola kawasan hutan secara lestari serta menyediakan habitat alami yang layak dan aman bagi orangutan rehabilitan dari Samboja Lestari, di mana mereka dapat hidup bebas dan akhirnya menciptakan populasi orangutan liar yang baru dan berkelanjutan untuk menjaga kelestarian spesies ini.

Pelepasliaran orangutan ini merupakan hasil nyata kolaborasi Yayasan BOS dengan para pemangku kepentingan, antara lain Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, serta masyarakat Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Selain itu, Yayasan BOS juga berterima kasih atas dukungan moral, finansial, dan logistik dari organisasi-organisasi mitra BOS Switzerland dan Orangutan Protection Foundation UK, sektor swasta seperti First State Indoequity Peka Fund yang dikelola oleh First State Investments Indonesia dan distribusikan eksklusif oleh Citibank, Salim Ivomas, dan Bank BCA serta juga dari donor perseorangan, dan organisasi konservasi di seluruh dunia yang peduli atas usaha pelestarian orangutan di Indonesia.

“Kami sangat gembira melihat kegiatan pelepasliaran orangutan yang dilaksanakan secara kontinyu ini. Sangat penting bagi kita semua untuk terus memerhatikan kelangsungan hidup orangutan di tempat di mana seharusnya mereka berada, yaitu di hutan alami. Perlu kita ingat selalu, sehatnya suatu hutan dapat dilihat dari kesejahteraan satwa yang ada di dalamnya, terutama orangutan.” Kepala BKSDA Kaltim, Ir. Y. Hendradi Kusdiharjo, MM

Sementara itu CEO Yayasan BOS, Dr. Ir. Jamartin Sihite menyatakan , pihaknya akan terus melakukan pelepasliaran sesuai dengan target. “Kami terus berusaha untuk memenuhi target yang dicanangkan dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta dan donor sangat berperan penting dalam kegiatan ini. Semoga untuk kedepannya akan semakin bertambah dukungan yang diberikan dari pemangku kepentingan. Mari kita sadari bahwa ini adalah tugas kita bersama.” Kata Jamartin.

Begitu pula dengan drh. Agus Irwanto, Manajer Program Samboja Lestari mengatakan pihaknya optimis akan melepaskan orangutan lebih banyak lagi ke habitatnya. , “Tahun 2014 kami mulai dengan melepasliarkan 10 orangutan. Selanjutnya kami optimis untuk melepasliarkan lebih banyak lagi orangutan ke habitat alaminya. Tentu saja ini harus didukung dengan ketersediaan hutan yang layak dan aman. Kami sangat berharap kepada para pemangku kepentingan untuk terus mendukung baik dalam pelaksanaan kegiatan pelepasliaran ini, juga dalam penyediaan hutan yang layak dan aman di masa depan.” Kata Agus.

Namun laju deforestasi hutan di Indonesia yang sangat tinggi, tentu menjadi ancaman tersendiri bagi upaya pelepasliaran orangutan. Tanpa upaya pelestarian hutan, kegiatan konservasi orangutan tidak dapat berjalan lancar. Sebagai akibatnya, target yang telah dicanangkan dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, tidak akan tercapai.

10 Orangutan Kembali Menghirup Alam Bebas

Pelepasliaran orangutan tidaklah mudah, pasalnya selain membutuhkan biaya yang besar, juga membutuhkan waktu untuk proses adaptasi individu orangutan dan kesediaan tempat. “Sebelum orangutan itu dilepasliarkan pastinya harus dilakukan pengecekan DNA, untuk memastikan apakah DNA orangutan yang akan dilepasliarkan sesuai dengan habitatnya,” kata Agus.

Sebelum melakukan pelepasliaran orangutan, pihak BOS Samboja Lestari harus melakukan tes DNA sebelum melakukan pelepasliaran, setelah ketahuan apakah DNA tersebut untuk mengetahui orangutan kaltim apa bukan, bila saat pengetesan DNA diketahui bahwa individu orangutan tersebut adalah orangutan Kaltim, maka akan dilepaskan di hutan Kaltim namun bila tidak maka akan dilepaskan sesuai dengan DNA nya.

“Pada pelepasliaran sebelumnya, terjadi pelepasliaran individu orangutan lintas propinsi, yakni Kaltim dan Kalteng, dan ada baiknya bila ada penyitaan orangutan, biaknya pihak pemerintah sebelum menyerahkan ke lembaga konservasi terlebih dahulu melakukan tes DNA untuk mengetahui orangutan dari mana,” papar Agus.

ACUL

Acul tiba dari Bontang ke Samboja Lestari pada tanggal 25 Juni 2001 saat usianya masih 4 tahun. Karena sifatnya yang semi-liar, kemampuan Acul di Sekolah Hutan cepat berkembang. Ia pintar memilih pakan alaminya, membuat sarang, dan banyak beraktivitas di pepohonan. Acul adalah orangutan jantan dominan dengan bantalan pipi yang kini mulai tumbuh menghiasi wajahnya. Meskipun dominan, Acul tidak pernah bersifat agresif terhadap teman-temannya. Kini usia Acul sudah 17 tahun dengan berat badan 62 kilogram. Tak lama lagi Acul yang gagah akan menikmati kebebasannya menjelajah Hutan Kehje Sewen.

NILA

Nila tiba di Samboja Lestari dari Bontang pada 22 April 1998 saat usianya masih 4 tahun dengan berat badan 4 kilogram. Anak orangutan liar ini ditempatkan di kandang sosialisasi di mana ia bertemu dengan Titin, Juminten dan Sarmi yang kini telah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen.

Nila kemudian ditempatkan di Pulau 6 dan mengasah keterampilannya dalam bertahan hidup di alam liar di pulau itu. Salah satu teman pulau-nya yang akan dilepasliarkan bersamanya adalah orangutan betina bernama Oneng.

Nila merupakan orangutan penyendiri dan tidak menyukai kehadiran manusia. Nila juga terampil memilih pakan alaminya sehingga ia lebih banyak mencari makan sendiri ketimbang memakan buah-buahan menu harian yang diberikan oleh teknisi. Makanan kesukaan Nila adalah dedaunan.

Kini Nila berusia 20 tahun dengan berat badan 68 kilogram. Orangutan betina dewasa yang aktif di pepohonan ini tak lama lagi akan menjelajah hutan Kehje Sewen rumah sejatinya.

ONENG

Oneng yang saat itu masih berusia 3 tahun tiba di Samboja Lestari pada 5 April 2006 setelah disita oleh BKSDA Tenggarong dari seorang warga Muara Wahau yang menjadikannya hewan peliharaan. Oneng mengasah kemampuan bertahan hidupnya di alam liar di Pulau 6 bersama Nila yang akan dilepasliarkan bersamanya dan Sarmi yang sudah lebih dulu dilepasliarkan ke Kehje Sewen pada Oktober 2013.

Oneng yang kini berusia 11 tahun dengan berat badan 41 kilogram ini merupakan orangutan termuda yang dilepasliarkan kali ini. Meskipun masih muda, Oneng terkenal cerdik dan pandai melarikan diri dari pulau dengan cara berenang di kanal. Kemampuan Oneng dalam mengenal pakan alami dan membuat sarang sudah tak diragukan lagi. Kini orangutan betina Kalimantan Timur ini tinggal menghitung hari saja untuk menikmati rumah sejatinya di Hutan Kehje Sewen.

LEKE

Leke menjadi hewan peliharaan seorang warga di Balikpapan sebelum akhirnya masuk ke Samboja Lestari pada 23 April 2001. Saat itu orangutan betina ini masih berusia 3 tahun dengan berat badan 5,5 kilogram serta mengalami dehidrasi, diare parah dan malnutrisi sehingga harus mendapatkan perawatan intensif dari Tim Medis. Leke belajar di Sekolah Hutan mulai tahun 2001 hingga 2005 dan mendapat predikat sebagai murid yang pintar sehingga ditempatkan di Halfway House hingga 2008 untuk mempersiapkannya menjadi kandidat pelepasliaran.

Leke yang berperawakan besar dan kekar ini merupakan orangutan betina dominan yang tak kalah bersaing dengan orangutan jantan untuk mendapatkan makanan. Kini di usianya yang ke-16 dengan berat badan 51 kilogram, Si cantik Leke yang pemberani siap menjalani hidup barunya di rimba yang sesungguhnya.

INDO

Indo dijadikan hewan peliharaan oleh seorang warga di Samarinda sebelum akhirnya masuk ke Samboja Lestari pada 10 April 2001. Saat itu anak orangutan jantan ini baru berusia 5 tahun dengan berat badan 11,5 kg. Indo menjadi lulusan terbaik Sekolah Hutan dan ditempatkan di Halfway House pada tahun 2004 hingga 2005 untuk mengasah kemampuan alaminya sebelum dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran.

Indo yang terampil mengenali pakan alaminya ini merupakan orangutan jantan dominan, namun memiliki sifat yang kalem. Kini di usianya yang ke-18 dengan bobot 60 kilogram, Indo siap menguji kemampuannya sebagai lulusan terbaik Sekolah Hutan di habitat alaminya.

MADURI

Maduri masuk ke Samboja Lestari pada 16 Desember 1998 setelah sebelumnya menjadi hewan peliharaan seorang warga di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Saat pertama kali tiba di Samboja Lestari, orangutan betina ini masih berusia 2 tahun dengan berat badan 3 kilogram. Setelah lulus dari Sekolah Hutan, Maduri masuk ke Halfway House untuk menjalani

tahap akhir proses rehabilitasinya mulai tahun 2003 hingga 2007. Maduri yang pandai mengenal pakan alaminya dan banyak beraktivitas di pepohonan ini pun dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran.

Orangutan cantik dengan wajah yang berwarna terang ini kini berusia 18 tahun dengan berat badan 43 kilogram. Maduri yang telah menjelma menjadi orangutan betina dewasa ini siap pulang ke rumah sejatinya di Hutan Kehje Sewen.

UPI

Upi diserahkan langsung ke Samboja Lestari oleh seorang warga Balikpapan yang menjadikannya sebagai hewan peliharaan pada 4 Juli 2001. Saat itu usianya masih 5 tahun dengan berat badan 16 kilogram. Sebelum dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran, Upi belajar di Sekolah Hutan dan Halfway House pada 2004. Upi termasuk orangutan betina yang pintar dalam memilih pakan alaminya. Kebiasaan Upi yang paling diingat oleh para babysitter adalah mengeluarkan suara mencicit terhadap babysitter yang tidak disukainya.

Kini Upi berusia 18 tahun dengan berat badan 44 kilogram. Tak lama lagi orangutan betina cantik ini akan merasakan senangnya tinggal di rumah barunya di Hutan Kehje Sewen.

BAJURI

Bajuri diserahkan oleh Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda kepada Samboja Lestari pada tanggal 17 Maret 2006. Saat itu orangutan jantan ini masih berusia 6 tahun.

Semasa di Sekolah Hutan, Bajuri sangat aktif, mandiri, dan tidak tergantung kepada babysitter-nya. Ia juga terampil mengenali pakan alaminya dan membangun sarang.

Karena kemandirian dan kemampuannya itu Bajuri dipersiapkan sebagai kandidat pelepasliaran. Bajuri yang dominan namun tidak agresif terhadap teman-temannya ini kini berusia 14 tahun dengan berat badan 49 kilogram. Tak lama lagi ia akan membuktikan kemandirian dan kemampuannya bertahan hidup di belantara Kehje Sewen.

KENT

Kent tiba dari Sangkulirang ke Samboja Lestari pada tanggal 25 Maret 1999. Saat itu bayi orangutan liar yang diselamatkan dari kebun warga ini masih berusia 2 bulan dengan berat badan 5 kilogram. Selain tiba dalam keadaan tanpa induk, bayi orangutan jantan ini juga mengalami dehidrasi dan diare parah akibat infeksi cacing. Belajar di Sekolah Hutan Samboja Lestari, Kent lulus pada 2004 dan ditempatkan ke Halfway House untuk mempersiapkannya sebagai kandidiat pelepasliaran.

Kent yang mandiri, terampil bertahan hidup di alam liar dan tidak menyukai kehadiran manusia ini kini telah berusia 16 tahun dengan berat badan 45 kilogram. Tak lama lagi Kent akan kembali menikmati hidupnya sebagai orangutan liar sejati di Hutan Kehje Sewen.

WANI

Wani tiba di Samboja Lestari pada 26 Juni 2002 setelah disita oleh BKSDA Tenggarong dari seorang warga di Samarinda yang menjadikannya hewan peliharaan. Saat itu orangutan betina ini berusia 5 tahun dengan berat badan 17 kilogram. Wani dipisahkan dari induknya dan ditangkap di Desa Bengalon saat usianya masih 2 bulan.

Wani yang pintar lulus dari Sekolah Hutan pada 2004 dan melanjutkan pembelajarannya di Halfway House hingga 2007. Ia sangat terampil memilih pakan alaminya dan hanya mau berinteraksi dengan babysitter yang disukainya saja. Wani kini berusia 17 tahun dengan berat badan 34 kilogram. Orangutan betina yang cantik dan pintar ini tak lama lagi akan pulang ke Hutan Kehje Sewen, rumah sejatinya.

Sumber : mongabay.co.id

read more