close

30/03/2014

Perubahan Iklim

Polusi Sektor Pertanian Diluar Dugaan Ahli

Kotoran ternak dan pupuk melepaskan amonia ke atmosfer. Di udara, amonia bercampur dengan emisi lain dan membentuk partikel berbahaya.  Dari sebuah studi yang didanai oleh NASA, polusi amonia dari sumber-sumber pertanian ternyata menghadirkan dampak kesehatan yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

Menggunakan pemodelan komputer, termasuk pemodelan reaksi kimia di atmosfer milik NASA, Fabien Paulot dan Daniel Jacob, peneliti asal Harvard University, Amerika Serikat mencoba memahami bagaimana amonia berinteraksi di atmosfer dan membentuk partikel material berbahaya.

Simulasi ini membantu para ilmuwan memperkirakan biaya kesehatan akibat polusi udara terkait produksi makanan untuk ekspor, sebuah sektor pertanian yang terus tumbuh, dan merupakan sumber surplus perdagangan.

“Biaya adalah konsep eknomi untuk mengukur berapa orang bersedia untuk membayar demi menghindari risiko,” kata Paulot. “Studi ini digunakan untuk mengetahui biaya yang dibebankan pada masyarakat, tetapi juga mampu mengevaluasi manfaat pencegahan,” ucapnya.

Dari riset yang dilakukan Paulot dan Jacob, biaya kesehatan terkait emisi amonia dari ekspor pertanian mencapai 36 miliar dolar AS per tahun (sekitar Rp409 triliun). Angka ini sekitar separuh dari keuntungan yang didapat dari ekspor pertanian.

Dengan kata lain, dari studi yang dilaporkan di jurnal Environmental Science & Technology, setiap kilogram amonia yang dihasilkan, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan mencapai 100 dolar AS (sekitar Rp1,136 juta). Sebelumnya, US Environemntal Protection Agency memperkirakan biaya kesehatan yang harus ditanggung akibat 1 kilogram amonia hanya sekitar 47 dolar AS per kilogram.

Kotoran ternak dan pupuk untuk tanaman melepaskan amonia ke atmosfer. Di udara, amonia bercampur dengan emisi lain dan membentuk partikel mikroskopik atau particulate.

Partikulat ini menghadirkan risiko kesehatan besar, apalagi mereka yang memiliki ukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer atau sekitar 1/30 lebar rambut manusia. Ia bisa terhirup masuk ke dalam tubuh dan tertimbun jauh di dalam paru-paru. Paparan jangka panjang terhadap particulate ini bisa memicu penyakit paru-paru, jantung, dan bahkan berujung pada kematian.

Sumber: NGI/phys.org

read more
Ragam

Polusi Lingkungan Bisa Sebabkan Autisme

Penyebab pasti autisme memang belum ditemukan meski. Banyak ahli kesehatan percaya genetika, faktor lingkungan, atau kombinasi keduanya bisa saja berperan. Baru-baru ini, sebuah meta-analisis baru menemukan bahwa racun yang berasal dari polusi lingkungan sekitar berperan cukup besar dalam gangguan perkembangan saraf daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Dalam studi baru yang diterbitakan dalam jurnal PLoS Computational Biology, peneliti dari University of Chicago memeriksa catatan medis lebih dari 100 juta orang yang tinggal di Amerika. Analisis mereka menunjukkan bahwa autisme dan tingkat cacat intelektual berhubungan dengan jumlah insiden malformasi genital bayi laki-laki yang baru lahir.

Menurut para peneliti, hubungan ini bisa jadi indikator paparan lingkungan yang berbahaya dan bisa mengakibatkan kelainan bawaan. Menurut Andrey Rzhetsky selaku profesor genetic medicine and human genetics at the University of Chicago, kehamilan adalah periode sensitif di mana janin rentan terpapar berbagai molekul kecil seperti plastik, pestisida, obat resep, dan lain-lain.

“Sebab beberapa molekul kecil pada dasarnya mengubah perkembangan normal terutama bagi anak laki-laki terkait sistem reproduksi mereka,”kata Rzhetsky, seperti dilansir laman Fox News, Jumat (28/3/2014).

Rzhetsky dan timnya menganalisis data sepertiga penduduk AS dan mereka membandingkan tingkat autisme dan kasus cacat bawaan sistem reproduksi laki-laki seperti mikropenis, hipospadia (utertra di bagian bawah penis),dan testis yang tidak menggantung. Cacat bawaan juga ditemukan pada wanita.

Hasilnya, ditemukan bahwa tingkat autisme meningkat 283 persen dan tingkat cacat intelektual juga meningkat 94 persen untuk setiap kenaikan satu persen malformasi kongenital.

Meski faktor lingkungan tidak secara langsung terlibat dalam kasus autisme, Rzhetsky yakin ada pengaruh kuat dari lingkungan terhadap kejadian autisme sebab malformasi kongenital sebagian besar disebabkan oleh lingkungan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, sekitar satu dari 88 anak mengalami autism spectrum disorder (ASD) dan jumlahnya lebih banyak laki-laki.

“Saya berharap studi ini bisa memacu bahwa selain faktor genetik, ada faktor lingkungan yang perlu diteliti lebih lanjut yang berpengaruh besar pada risiko kejadian autisme terutama pada anak laki-laki,” pungkas Rzhetsky.

Sumber: JPPN.com

read more