close

03/04/2014

Ragam

JKMA Aceh dan Pemkab Pidie Susun Qanun Masyarakat Adat

Pemerintah kebupaten Pide melalui Majelis Adat Aceh kabupaten Pidie melakukan koordinasi dengan Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh menyusun qanun tata kelola hutan adat Mukim dan gampong yang ada di kabupaten Pidie.

Sekretaris MAA Kabupaten Pidie, Adhari, S.Sos, Kamis (3/4/2014) mengatakan bahwa Masyarakat Adat atau Mukim mempunyai hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan sebagaimana diatur melalui Undang-undang maupun  qanun di Aceh dan di kabupaten Pidie. Hak-hak tersebut sebagaimana diatur dalam Qanun pemerintahan Mukim Kabupaten Pidie nomor 7 tahun 2011, pada Bab VI tentang harta kekayaan, pendapatan Mukim dan anggaran pendapatan dan belanja Mukim (APBM), pasal 21 “ harta kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang telah ada atau yang kemudian dikuasai Mukim, berupa hutan, tanah, batang air, kuala, danau, laut, gunung, paya, rawa dan lain-lain yang menjadi ulat Mukim sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

Dengan adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri nomor 522/8900/SJ tentang Pemetaan Sosial Masyarakat Hukum Adat, yang ditujukan kepada seluruh gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan pemetaan keberadaan dan permasalahan sosial Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang berada dalam kawasan hutan.

Atas dasar tersebut MAA kabupaten Pidie melakukan koordinasi dengan JKMA Aceh. Adhari mengatakan bahwa JKMA Aceh merupakan salah satu lembaga di Aceh yang konsen terhadap perjuangan hak-hak masyarakat adat dan penguatan institusi Mukim di Aceh. Ia berharap agar JKMA Aceh nantinya dapat membantu Pemerintah Kabupaten Pidie dalam melakukan kegiatan tersebut.

JKMA Aceh melalui Ketua Badan Pelaksana (Bapel), Zulfikar Arma, menyambut baik insiasi penyusunan qanun tersebut dan akan membantu pemerintah Kabupaten Pidie melaksanakan pemetaan keberadaan dan permasalahan sosial Masyarakat Hukum Adat yang berada dalam kawasan hutan. Saat ini JKMA Aceh bersama dengan JKMA Pidie telah melakukan pemetaan di Mukim Beunga, Kecamatan Tangse dan Mukim Kunyet di kecamatan Padang Tiji.

Koordinasi antara MAA kabupaten Pidie dengan JKMA Aceh dilakukan di ruangan kerja ketua MAA kabupaten Pidie, dihadiri Ketua Badan Pelaksana JKMA Aceh Zulfikar Arma, Ketua Badan Pelaksana JKMA Pidie Muktar, dan mewakili dari MAA Kabupaten Pidie adalah sekretaris MAA kabupaten Pidie Adhari,S.Sos. [rel]

read more
Ragam

Kebijakan Konversi Hutan, Kelapa Sawit, dan Lingkungan

Semakin besarnya permintaan pasar akan CPO di dunia membuat produktifitas kelapa sawit semakin berkembang pesat. Perkebunan sawit menjadi investasi yang sangat besar, sehingga peningkatan luas perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil CPO terbesar di dunia. Dengan kondisi ini, maka pasar dunia melihat Indonesia adalah negara yang produktif sebagai penghasil CPO di dunia bersama dengan negara tetangga Malaysia. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa potensi ini menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia.

Hasil penelitian Jefri Gideon Saragih yang merupakan ketua Departemen Kampanye Sawit Watch yang pernah dimuat di Insist Press, edisi Desember 2011 menemukan bahwa ada banyak fungsi lain dari kelapa sawit. Penemuan baru ini kemudian membuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kini mulai diolah untuk berbagai jenis barang dan kebutuhan sehari hari manusia.

Secara garis besar, kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak kelapa sawit dari daging buah mesocarp dan minyak inti sawit dari biji atau kernel. Minyak kelapa sawit digunakan terutama untuk produk makanan, minyak goreng, shortening, margarine, pengganti lemak susu dan pengganti mentega coklat/cocoa butter.

Masih dari hasil penelitian yang sama, produktifitas tanaman kelapa sawit untuk menghasilkan tandan buah segar jauh lebih tinggi atau bisa mencapai 10 kali dibandingkan produktifitas vegetables oil yang lain, seperti minyak bunga matahari atau jarak. Oleh karena itu pulalah bahwa perkebunan kelapa sawit terus meningkat sesuai dengan permintaan pasar yang ada. Hal semacam ini harus terus dilihat dan dicermati untuk bisa melihat seimbangnya suplay and demand yang ada.

Karena dengan permintaan yang cenderung meningkat akan membuat kebutuhan kelapa sawit untuk industri semakin meningkat. Selain dari minyaknya, setiap bagian dari kelapa sawit juga dapat dipergunakan untuk hal lain.

Terbesar di Dunia
Hingga akhir tahun 2010, Indonesia berhasil mencatatkan diri sebagai negara penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 21,3 juta ton. Dari jumlah itu, hampir 6 juta ton dipakai untuk konsumsi domestik sedangkan diekspor ke beberapa negara Eropa, China, India dan lain-lain. Bahkan menurut majalah Info Sawit edisi akhir tahun 2010, bisnis CPO Indonesia menghasilkan keuntungan hingga 9,11 miliar dolar Amerika (Sumber: Penelitian Departemen Kampanye Sawit Watch, 2011).

Keuntungan yang menggiurkan secara ekonomi ini tentu saja akan memacu peningkatan produksi kelapa sawit. Dan hal ijin pendirian perkebunan kelapa sawit layak menjadi sorotan, karena menjamurnya perkebunan kelapa sawit di seluruh belahan tanah air. Bahkan perkembangan industri kelapa sawit sering sekali mengorbankan kondisi lingkungan hidup yang ada. Seperti pemberian perijinan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sangat mengkhawatirkan, dari tahun ketahun tanpa melihat situasi lingkungan dan berkurangnya luas tutupan hutan di Indonesia.

Melihat angka tutupan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan secara khusus di kawasan Pulau Jawa yang hanya mencapai angka 6, 90 persen, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 16, 04 dan yang masih terbilang bagus adalah Papua dengan 79,62 persen. Namun, angka-angka ini bisa terus meningkat jika masalah perijinan konversi hutan tidak ditekan dan akan berdampak pula pada kondisi lingkungan di Indonesia. Masalah ini harusnya menjadi perhatian yang kemudian akan mempengaruhi untuk lebih baiknya kondisi hutan di Indonesia (Sumber: Penelitian Forest Watch Indonesia, 2009).

Berikut ini, berdasarkan data Sawit Watch, setidaknya mulai tahun 1998 sampai tahun 2011, setidaknya 500-800 ribu hektar hutan, lahan gambut dan lahan kelola masyarakat dikonversi menjadi perkebunan sawit. Perluasan kebun sawit dengan alasan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan tentu saja memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan di Indonesia karena tidak direncanakan dan diawasi dengan baik oleh pemerintah.

Bahkan parahnya lagi konversi hutan lindung, hutan produksi, dan kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa dikeluarkan ijin untuk perkebunan kelapa sawit bisa keluar ijinnya. Nah, tentu saja ini merupakan kondisi yang sangat buruk di Indonesia yang semakin mempertanyakan masalah perijinan yang begitu longgar dan sangat tidak
selektif dan berdasarkan kepentingan tertentu.

Berikut data dari Sawit Watch yang dikeluarkan tahun 2009: Luas Perkebunan yang berada di kawasan yang tidak bisa dikonversi adalah sebagai berikut : kawasan Hutan Lindung ijin yang dikeluarkan sebanyak 143 ijin dengan luas
kawasan 260.192.0, untuk hutan Produksi ijin sebanyak 437 dengan luas 2.753.747.5, dan parahnya lagi kawasan taman nasional yang seharusnya tidak bisa diganggu sama sekali juga terjadi 10 ijin yang dikeluarkan pemerintah dengan luas kawasan 6.749.9. Jadi total kawasan yang tidak bisa dikonversi tetapi diberikan ijin oleh pemerintah seluas 3.020. 689.4 hektar.

Dari data-data diatas menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah dalam memberikan ijin untuk konversi hutan menjadi perkebunan. Kondisi kawasan yang seharusnya dilindungi secara undang-undang bisa juga dilanggar dan memberikan ijin yang secara struktur hukum lebih rendah dibanding Undang-undang namun tetap dijalankan. Hal ini menjadi catatan buruk bagi kinerja pemerintah dalam hal pemberian ijin penggunaan kawasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Apalagi jika kawasan itu merupakan kawasan lahan yang dilindungi.

Melihat permasalahan yang begitu kompleks ini, sebaiknya pemerintah melihat lebih jeli tentang pemberian ijin terhadap perkebunan kelapa sawit. Memang benar secara ekonomi perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mempunyai peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang tidak kalah penting menjadi pertimbangan adalah tentang kebijakan yang berpihak pada kondisi lingkungan untuk jangka waktu yang panjang.

Semoga saja pihak terkait melihat masalah lingkungan satu poin penting untuk kebijakan konversi hutan menjadi perkebunan, secara khusus perkebunan sawit.[]

Penulis adalah Mahasiswa Magister Administrasi Publik UGM Yogyakarta
Sumber : www.analisadaily.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Kampanye Hitam Kelapa Sawit Harus Dilawan

Potensi pengembangan kelapa sawit di Aceh sangat besar, selain banyak lahan yang masih kosong, tanaman tersebut juga dapat ditanam di lahan kritis, sehingga memberikan dampak yang besar bagi peningkatan perekonomian Aceh. Selama ini, banyak para pakar mengklaim bahwa  tanaman kelapa sawit merusak lingkungan dan merusak mengganggu keseimbangan alam.

Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpian Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Asmar Arsjad, dalam Workshop Industri Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan, yang diselenggarakan oleh Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), Rabu (2/4) di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.

Asmar Arsyad mengatakan, isu kelapa sawit banyak menyerap air dan mengganggu keseimbangan lingkungan hanya diisukan oleh para pakar untuk kepentingan negara-negara asing sebagai  pemasok minyak kedelai, minyak matahari dan berbagai minyak goreng lainnya yang dapat menggantikan minyak kepala sawit. Di Indonesia termasuk Aceh, katanya, kepala sawit telah berkembang dan menjadi komoditi andalan sebagai penyumbang utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di Aceh, katanya, perkebunan kepala sawit telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, dan hingga kini lebih dari setengah kabupaten/kota di Aceh memiliki perkebaunan sawit.

Ia mengatakan, kampanye lingkungan yang mengatakan kelapa sawit merusak lingkungan hanya diisukan untuk kepentingan dagang negara-negara eropa, dimana mereka ingin mengambil keuntungan dengan kampanye negatif terhadap perkebunan kopi di Aceh dan Indonesia. Untuk skala Aceh, ujar Asmar Arsyad berharap masyarakat memahami mamfaat tananam kelapa sawit mendukung perekonomian masyarakat Aceh dari sektor perkebunan sawit.

Selain menyerap tenaga kerja, katanya, perkebunan kelapa sawit juga banyak menciptakan industri lain dengan bahan baku kelapa sawit.”Saya melihat lebih banyak mamfaat ketimbang pengaruh buruk terhadap kerusakan lingkungan akibat pengembangan budidaya kelapa sawit,” ujar Asmar Arsyad.

Pakar Lingkungan Universitas Syiah Kuala, Dr Mahidin ST MT mengatakan, banyak mamfaat dari tanaman kelapa sawit. Namun, masyarakat salah mengelola kelapa sawit paska panen. Akibat pengelolaan yang salah, maka menimbulkan dampak kerusakan lingkungan, seperti pembuangan ampas yang salah, dan manfaat pelepah dan cangkang kelapa sawit yang kurang maksimal.

Bila proses pengolahan kelapa sawit dilakukan dengan benar, katanya, maka perkebunan kelapa sawit tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan. “Dari hasil penelitian yang dilakukan, budidaya kelapa sawit secara besar-besaran tidak menyebabkan banjir dan tanah longsor, juga tidak banyak menyerap air,” ujar Mahidin, staf pengajar di Universitas Syiah Kuala itu.

Ia berharap, masyarakat Aceh ikut membudidayakan tanaman kelapa sawit masing-masing kepala keluarga, dengan cara itu dapat mendongkrak perekonomian masyarakat. Ia juga mengimbau agar warga mengelola bio-massa (ampas padat) secara benar sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Sementara itu, wartawan senior, Nurdin Syam mengatakan, kampanye negatif yang dilancarkan oleh pihak asing harus mampu dilawan dengan kampanye positif oleh petani dan pengusaha kepala sawit. Pengusaha sawit harus mampu meyakinkan pihak asing dan pembeli luar negeri bahwa budidaya kelapa sawit tidak merusak lingkungan. Dalam workshop itu juga dihadiri pengusaha kelapa sawit dari Aceh dan Sumatera Utara.[]

Sumber: Serambinews.com

read more