close

26/04/2014

Flora Fauna

Tiongkok Akan Hukum Penyantap Hewan yang Dilindungi

Tiongkok akan memenjarakan pemakan hewan langka selama 10 tahun atau lebih berdasarkan atas undang-undang baru kejahatan, di tengah upaya pemerintah menutup celah hukum serta memberikan perlindungan lebih baik bagi lingkungan.

Tiongkok memasukkan 420 jenis dalam daftar spesies langka atau terancam, termasuk panda, kera emas, beruang hitam Asia, dan trenggiling, beberapa di antaranya atau semuanya terancam perburuan liar, kerusakan lingkungan dan konsumsi bagian tertentu tubuh binatang, termasuk untuk alasan pengobatan.

Konsumsi binatang langka semakin meningkat dengan semakin makmurnya negara tersebut, dan beberapa orang percaya bahwa mengeluarkan ribuan yuan untuk memakan binatang langka itu akan memberi status sosial tertentu bagi mereka.

“Memakan binatang liar yang langka bukan hanya perilaku sosial yang buruk namun juga menjadi penyebab utama perburuan liar tidak bisa dihentikan meskipun berulangkali ditumpas,” kata wakil kepala Komisi Perundang-undangan di parlemen, Lang Sheng seperti dikutip kantor berita Xinhua pada Kamis.

Interpretasi baru itu “memperjelas ambigu mengenai pembeli mangsa perburuan gelap”, kata laporan tersebut.

Sengaja membeli binatang liar yang dibunuh lewat perburuan liar sekarang akan dianggap sebagai kejahatan, dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara, kata Xinhua.

“Sebenarnya, para pembeli itulah yang menjadi motivator utama perburuan liar skala besar,” kata Lang seperti disiarkan Reuters.[]

Sumber: antaranews.com

read more
Perubahan Iklim

WALHI Pesimis Badan REDD Mampu Bekerja

“Kami merasa pesimis proyek ini akan berjalan dengan baik,” ujar Deddy Ratih Manager Pengembangan Program Walhi saat menanggapi proyek REDD+ di Indonesia kepada Ekuatorial (24/4/2014). Deddy merasa tugas dan fungsi serta beban kerja REDD+ sangat besar dan permasalahan struktural banyak sekali.

Kontrasnya pesimisme Walhi ini datang dari tegasnya optimisme Ketua Badan REDD+ Heru Prasetyo yang diungkapnya dalam evaluasi kinerja Badan REDD+ di Hotel Shangri-La, Jakarta, hari sebelumnya (23/4). Heru menyatakan bahwa sejauh ini mereka sudah berada di jalur yang benar dan sesuai dengan perencanaan awal, ia tetap optimis untuk terus menjalankan proyek ini.

“Saat ini kami sudah berada di fase kedua yaitu transformasi. Target kami untuk tahun 2016 mendatang ada tiga: satu, Indonesia secara operasional dan secara institusi dapat siap memasuki ke fase ke tiga; dua, Indonesia melaporkan pengurangan emisi dari 3 sektor yaitu deforestasi, dekomposisi lahan gambut, dan pembakaran lahan gambut dan tiga, Indonesia bisa mencapai perkembangan yang signifikan dalam kegiatan mitigasi emisi karbon,” jelas Heru.

Selanjutnya Heru menyebutkan daftar pekerjaan yang tengah digarap Badan REDD+ panjang lebar: menyusun database perizinan kehutanan, pertanian, dan pertambangan; membuat peta tingkat emisi untuk MRV (measurement, reporting and verification); akuisisi satelit beresosusi tinggi; melindungi kepentingan rakyat adat; berkomitmen dalam resolusi yang kuat terhadap konflik; mendukung penegakkan hukum untuk perlindungan hutan dan gambut; pembuatan pengelolaan pembakaran hutan dan lahan gambut untuk upaya mitigasi; pembuatan program desa hijau dan sekolah hijau; melakukan advokasi di semua level mulai dari adat, provinsi, negara dan internasional; melakukan komitmen kerjasama dengan berbagai pihak.

“Saat ini REDD+ sudah secara operasional bekerja di 11 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulteng, Papua dan Papua Barat. Dan di tahun 2015 akan ada 21 provinsi lainnya yang sekarang sedang dalam tahap persiapan,” tambah Heru.

Namun, daftar panjang itu tak juga membuat Walhi optimis Badan REDD+ efektif dalam usaha penurunan emisi Indonesia. Deddy menyebutkan bahwa posisi Badan REDD+ kurang jelas karena tidak ada landasan hukumnya. Ia khawatir jika nantinya Badan REDD+ akan menjadi kambing hitam jika kerjasama Indonesia dengan Norwegia tidak berhasil dilaksanakan. Deddy juga mengatakan, “Seharusnya pemerintah Indonesia sadar, pengurangan emisi karbon merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua pihak bukan hanya REDD+.”

Pada evaluasi kinerja REDD+, hadir juga Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia Tine Sundtoft. Ia mengapresiasi hasil kinerja BP REDD+ hingga saat ini, “Selamat atas pencapaiannya hingga saat ini, Indonesia sudah melakukan langkah yang baik untuk kebijakan pengurangan emisi karbon dan ini hasil yang positif.”

Selanjutnya Tine mengatakan bahwa kedepannya akan banyak sekali tantangan dan tahap ketiga merupakan tahapan yang krusial. “Sebetulnya ini adalah kerjasama yang sederhana. Kalian mengerjakan, kami membayar,” canda Tine. Januar Hakam

Sumber: equator.com

read more