close

30/04/2014

Ragam

Polhut Memergoki Manusia Kerdil di TN Way Kambas

Polisi Kehutanan (Polhut) Taman Nasional Way Kambas (TNWK) memergoki belasan manusia kerdil saat melakukan patroli di kawasan hutan tersebut.

Manusia kerdil yang sempat dipergoki tersebut, menurut petugas Polhut, berambut gimbal, memegang tombak kayu, tinggi badannya tak lebih dari 50 cm, dan tidak mengenakan penutup tubuh sedikit pun. “Panjang rambutnya ada yang sampai sepinggul,” ujar Humas TNWK Sukatmoko di kantornya kemarin (22/3/2014) seperti dilansir laman lampost.co.

Menurut Sukatmoko, keberadaan manusia kerdil itu diketahui petugas Polhut yang tengah berpatroli di hutan pada Minggu (17-3) lalu, menjelang magrib.

Saat itu sekelompok liliput yang jumlahnya sekitar 15 orang tengah berjalan menyusuri rawa. Rombongan Polhut sempat memantau keberadaan mereka sekitar 5 menit pada jarak pandang sekitar 35 meter.

Ketika petugas hendak mendekat, orang-orang kerdil itu langsung menyelinap ke balik pohon lebat dan segera menghilang. “Orang-orang kerdil itu larinya cepat luar biasa dan loncatannya jauh,” ujar Sukatmoko.

Petugas juga tidak bisa memastikan apa yang sedang dilakukan oleh rombongan manusia langka tersebut karena jaraknya cukup jauh. “Yang jelas, dari belasan orang itu, satu di antaranya tengah menggendong bayinya,” kata Sukatmoko.

Rabu (20/3) lalu, lanjutnya, anggota Polhut TNWK yang sedang berpatroli kembali melihat keberadaan mereka di tempat yang sama, tetapi dari jarak lebih jauh dan lebih singkat waktunya.

Pasang Kamera

Sukatmoko belum bisa memastikan apakah orang kerdil tersebut memang bertempat tinggal di hutan TNWK atau pendatang dari pulau lain. Untuk merekam keberadaan mereka, kini pihak Balai TNWK mengirim sejumlah peralatan elektronik dan kamera yang menggunakan lampu inframerah.

“Dengan alat tersebut, jika manusia kerdil itu keluar pada malam hari, tetap akan terekam. Kami berusaha mengetahui perkumpulan orang kerdil itu melalui kamera tersembunyi,” kata dia.

Menurut Sukatmoko, bila sudah tertangkap gambar dan benar terbukti ada perkampungan orang kerdil, pihaknya segera menginformasikan kepada Menteri Kehutanan, bahkan kepada Presiden, guna meminta petunjuk langkah apa yang akan diambil.

“Jika sudah ditemukan, kami juga berharap pemerintah bisa melindungi perkumpulan manusia langka itu. Anggota kami sudah mengetahui dengan mata secara langsung, tetapi belum bisa mengabadikan dengan kamera karena pada waktu itu tidak ada persiapan kamera,” ujar Sukatmoko.

Kisah manusia kerdil sudah dikenal di sejumlah hutan di Indonesia, di antaranya di wilayah Kerinci Seblat, Sumatera Barat; Liang Bua di Flores; dan di Bone, Sulawesi Selatan. Di Kerinci, mereka dikenal dengan sebutan orang pendek, di Flores sebagai Homo floresiensi, sedangkan di Bone dikenal sebagai Suku Oni. Di Gunung Kerinci, makhluk itu digambarkan memiliki kaki terbalik, telapak kakinya menghadap ke belakang, tetapi dapat bergerak lincah di antara lebatnya hutan.

Meskipun sudah banyak yang mengaku melihatnya, belum ada yang berhasil mengabadikan dengan kamera karena waktu pertemuan yang sangat singkat atau ketiadaan kamera. (Lampost.co).

Sumber: beritalingkungan.com

read more
Sains

Ilmuwan Jerman Membuat Nilon dari Sampah Kayu

Metode produksi nilon tanpa minyak bumi sudah lama dicari, dan tidak seperti produksi plastik sintesis lainnya, solusinya diharapkan tak memakai tanaman pangan. Periset Jerman menawarkan bakteri tanah.

Galur kuman bernama Pseudomonas putida atau lebih spesifiknya P. putida KT2440 dapat menguraikan lignin atau zat kayu untuk memproduksi asam adipat, yang menjadi komponen dasar nilon berkualitas tinggi.

“Produksi bioteknis menjadi alternatif bagi produksi nilon dari minyak bumi yang menyerap energi dan menghasilkan gas rumah kaca,” ujar Christoph Wittmann, seorang profesor sistem bioteknologi berusia 47 tahun dari Universitas Saarland.

Sejak April 2014, riset oleh Wittmann dan para koleganya bertujuan mengoptimalkan proses mensintesis sehingga nantinya dapat digunakan oleh industri. Mereka telah mengamankan paten untuk temuan ini.

Bioplastik menjawab
Sumber daya alam yang terus menipis dan ledakan populasi global mendorong naiknya kebutuhan atas plastik dari bahan mentah terbarukan. Pakar bioteknologi di seluruh dunia sibuk mengembangkan teknik baru untuk menggantikan produksi plastik dari minyak bumi.

Jumlah plastik organik atau bioplastik, yang sebagian atau sepenuhnya terbuat dari bahan terbarukan, saat ini baru sepersekian dari total plastik yang diproduksi secara global. Menurut European Bioplastics, sebuah asosiasi di Berlin yang menaungi sekitar 70 perusahaan, jumlahnya masih di bawah 1 persen. Sebuah studi oleh Nova Institute, yang fokus pada bioteknologi, menemukan jumlahnya sekitar 1,5 persen atau 3,5 juta ton pada tahun 2011.

Berapapun jumlah pastinya, para pakar sepakat bahwa porsi plastik organik akan meningkat. Nova Institute memperkirakan jumlah bioplastik akan berlipat ganda pada tahun 2020, dan European Bioplastics memperkirakan mulai tahun 2017 produksi plastik organik akan mencapai 7 juta ton per tahun.

Harus tahan lama
Studi Nova Institute menunjukkan bagaimana bahan kimia baru dapat dengan cepat mengubah pasar. Sejak Coca Cola Company menggunakan botol yang sebagian terbuat dari plastik berbahan organik, yang disebut PET, produksi tahunan botol jenis ini akan naik dari 600.000 ton menjadi 5 juta ton pada tahun 2020.

Raksasa kimia BASF juga tengah menggelar riset penggunaan lignin, yang terkonsentrasi pada dinding sel kayu, dan berada di peringkat kedua setelah selulosa sebagai bahan organik dengan jumlah terbanyak di muka bumi.

“Sebagai molekul makro yang sangat kompleks, lignin bisa dimanfaatkan sebagai material organik,” jelas Carsten Sieden, direktur riset biokatalis BASF.

Ini akan menjadi alternatif yang bagus karena seringkali lignin pada batang pohon hanya menjadi sampah, contohnya di pabrik produsen kertas.

Nilon asli adalah produk yang lebih tahan lama ketimbang jenis plastik lain yang telah diproduksi secara bioteknis, seperti contohnya kantong plastik untuk belanja. Tidak hanya digunakan untuk stoking perempuan, nilon juga dipakai untuk produk yang dimaksudkan untuk bertahan berdekade lamanya seperti onderdil mobil, steker dan tali.
Nilon awalnya diciptakan sebagai alternatif sintetis bagi sutra

Uji coba produk
Wittmann memandang berkurangnya kebutuhan energi membuat metode produksi nilon gagasannya lebih unggul daripada proses petrokimia yang konvensional. Dan keunggulan lainnya adalah asam adipat bisa diproduksi dari lignin, yang biasanya dianggap sampah, dan bukan tanaman pangan seperti jagung atau bit gula.

“Ini penting mengingat debat ‘pangan atau bahan bakar,” catatnya, merujuk pada kontroversi seputar pengalihan lahan pertanian untuk biofuel atau produksi bioplastik.

Namun sejumlah kendala masih harus diatasi sebelum metode ini dapat dipakai industri.

“Harus dibuktikan dulu bahwa produk bioteknis kualitasnya sama bagus dengan produk petrokimia,” ungkapnya.

Inilah target Wittman dan timnya dalam tiga tahun mendatang, dalam sebuah proyek yang mendapat kucuran dana senilai 1,4 juta Euro dari Kementerian Riset dan Pendidikan Jerman.[]

Sumber: dw.de

read more
Hutan

Perusahaan Perusak Berkomitmen “Lindungi dan Pulihkan” Hutan

Ada banyak berita besar yang menyertai kampanye panjang untuk menghentikan tabiat deforestasi Asia Pulp and Paper (APP) yang membuat saya berpikir tidak akan pernah menulis ini.Tetapi di atas berita besar itu, berita tahun lalu bahwa APP berkomitmen untuk Tidak Deforestasi, adalah satu di antaranya.

Lebih dari sepuluh tahun kampanye APP telah menjadi contoh dari segala sesuatu yang salah dalam pengelolaan hutan, namanya identik dengan kerusakan hutan Indonesia dan segala upaya pencitraan hijau (greenwash) yang dilakukan.

Berita hari ini menyatakan perusahaan tersebut akan bekerja dengan multipihak untuk melindungi dan memulihkan area yang luasnya setara dengan perkebunan yang telah dibangun perusahaan dan pemasoknya dan ini menjadi bukti lainnya bahwa  APP sedang berubah haluan. Ini langkah maju yang besar bagi APP dan untuk konservasi di Indonesia – dan dibangun di atas komitmen yang dibuat dalam kebijakan perlindungan hutan APP untuk melaksanakan hasil penilaian konservasi independen di seluruh rantai pasokan dan untuk melindungi seluruh hutan yang tersisa di dalam konsesinya.

Komitmen itu akan fokus pada lansekap hutan kunci di Sumatra dan Kalimantan dan memasukkan kerja untuk mendukung konservasi harimau Sumatra, Gajah dan spesies lainnya. Hal itu juga menetapkan peristiwa sangat penting – aksi sektor swasta untuk mendukung konservasi pada skala yang mengakui dampak terhadap hutan sebelumnya.

Meski berita ini sangat positif, namun besarnya tantangan yang dilibatkan tidak bisa diremehkan. Perlindungan hutan di Indonesia membutuhkan komitmen dan tindak lanjut bukan saja dari satu perusahaan, meskipun ini signifikan, tetapi dari seluruh pelaku bisnis yang telah memperluas perkebunanannya hingga ke kawasan hutan. Ini juga membutuhkan reformasi peraturan di Indonesia dan kemauan untuk menegakkan hukum yang sudah ada – pada saat ini kondisinya sangat buruk yang bahkan taman nasional kita seperti Tesso Nilo di Riau menderita akibat deforestasi ilegal untuk perkebunan.

Sektor pulp di Indonesia didominasi oleh dua kelompok bisnis – APP dan Raja Garuda Emas (RGE) (termasuk APRIL dan Toba Pulp Lestari). Komitmen keberlanjutan APP menghentikan keterlibatannya dalam deforestasi  diterapkan di seluruh kelompoknya dan dengan pengumuman hari ini yang termasuk komitmen pemulihan yang setara dengan kawasan yang dikuasai APP dan pemasoknya di perkebunan.

Komitmen RGE hanya berlaku untuk satu perusahaan di kelompoknya yakni APRIL, yang memungkinkan untuk melanjutkan deforestasi dan hanya mencakup aspirasi untuk memulihkan kawasan yang sama dengan yang dimiliki perusahaan di perkebunan.

Greenpeace mendesak seluruh pelanggan perusahaan pulp RGE untuk segera menunda kontrak sampai kelompok tersebut menghentikan keterlibatannya di deforestasi dan melengkapi kekurangan lainnya dari komitmen perlindungan hutan mereka.

Sumber: greenpeace.co.id

Zulfahmi adalah Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara – Indonesia

read more