Kritis adalah kata yang tepat untuk menggambarkan status populasi badak di Indonesia, dua spesies badak di Indonesia yaitu badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) diambang punah. Apa yang dikhawatirkan saat ini adalah struktur populasi badak yang ada sekarang lokasinya terpencar dan terisolir.
Kantung habitat badak Jawa, hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon Banten, populasi badak Jawa di kawasan ini diketahui sebagai populasi yang jumlahnya tidak lebih dari 50 individu. Rata-rata perkembangan populasinya tidak lebih dari 1% setiap tahunnya (Hariyadi et al. 2011). Kondisi habitat yang ada saat ini diduga mengalami perubahan perlahan akibat suksesi alami yang berakibat pada berubahnya struktur vegetasi (tumbuhan) yang ada.
Sedangkan di pulau Sumatera, jumlah kantong habitat badak Sumatera hanya tersisa empat kantong utama yakni di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Gunung Leuser serta Kawasan ekosistem Leuser, jumlah badak Sumatera diperkirakan populasi kurang dari 200 ekor (Adhi Hariyadi. 2012), untuk sebaran dan jumlah populasi badak Sumateradi Kalimantan masih kekurangan data.
Dewasa ini, perubahan fungsi hutan di areal kawasan konservasi di Indonesia terjadi melalui berbagai macam bentuk, misalnya pembangunan jalan, peminjaman atau pelepasan kawasan. Diperparah lagi dengan adanya pembangunan jalan yang membelah Taman Nasional,akibatnya hilangnya jenis-jenis pohon yang berakibat pada perubahan struktur vegetasi dan komposisi tumbuhan merupakan salah satu dampak tersebut dan menyebabkan hutan terfragmentasi. Hilangnya habitat memiliki konsekuensi lebih signifikan bagi kelangsungan hidup (viability) spesies.
Seiring fragment hutan mengecil, populasi cenderung lebih rentan untuk punah, karena resiko-resiko demografik, lingkungan atau genetik (Gilpin, 1987; Goodman, 1987).
Satwa badak merupakan satwa herbivora dimana sangat tergantung terhadap pakan, komposisi pakan badak yang besar dengan terganggunya vegetasi (tanaman), maka badak akan kehilangan pakan, profil pakan badak berkorelasi dengan ruang jelajah yang ditempuhnya dan habitat tumbuhan di sekitarnya.
Badak Jawa dan badak Sumatera juga merupakan browser yang meragut tumbuhan pakan menggunakan bibir bagian atas. Secara anatomis, semua spesies badak merupakan hewan monogastrik dengan sistem pencernaan yang mengandalkan fermentasi dan penguraian selulosa pada sekum (Pough 1989).
Secara prilaku,badak Sumatera merupakan satwa yang rentan terhadap perubahan habitat, seperti aktivitas pembalakan liar dan pembukaan jalan di hutan, aktvitas para pencari getah gaharu, secara alami badak akan selalu mencari habitat terbaik yang terbebas dari aktivitas manusia (Wawancara dengan Mike Grifith, 2013).
Sebagai contoh terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kasus pembukaan jalan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tahun 1993. Dulunya populasi badak Sumatera sering dijumpai, akan tetapi sejak dibangunnya jalan tembus Lampung -Bengkulu yang membelah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, akibatnya dalam beberapa tahun terakhir, badak Sumatera sangat susah ditemui di kawasan ini.
Begitu pula di Provinsi Aceh, pembangunan jalan Ladia Galaska dan pembangunan jalan poros tengahAceh telah membelah Kawasan Ekosistem Leuser, badak Sumatera semakin sulit ditemui, belum lagi adanya ancaman perburuan cula yang marak di kawasan ini.
Aksi Cepat Penyelamatandi Indonesia
Contoh pengelolaan dapat diambil dari negara India dan Nepal. Kedua Negara ini telah sukses mengelola spesies badak (Rhinoceros unicornis ), total perkiraan populasi Mei 2007 diperkirakan 2.575 individu dengan perkiraan total dari 378 di Nepal dan 2.200 di India ( Asia Rhino Specialist Group 2007).
Secara keseluruhan jumlah badak Asia hanya tersisa 3,500 invidu, di India dan Nepal dulunya badak terus diburu hingga berada diambang kepunahan. Dengan perlindungan yang ketat dari otoritas satwa liar India dan Nepal selama lebih dari empat dekade, maka populasi badak India dapat di pulihkan (Dr. Christy Williams, WWF Internasional. 2013).
Cerita sukses ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi negara Indonesia, bagaimana memulihkan dan meningkatkan jumlah populasi badak di alam liar, baik itu badak Jawa dan Sumatera. Periode stabilisasi populasi, manajemen pengelolaan kedua Negara ini gunakan juga dapat di modifikasidi Indonesia.
Kata kunci penyelamatan badak di Indonesia adalah meningkatnya jumlah individu di habitatnya, untuk pengelolaan badak Jawa titik tekan pada pengelolaan pengkayaan habitat dan pengembangan habitat kedua (second habitat/ second population) di luar Taman Nasional Ujung Kulon. Sedangkan untuk badak Sumatera titik tekan pengelolan pada sistem patroli konvensional mencegah perburuan. Aksi ini tentu harus diiringi dengan perbaikan habitat, upaya lainnya adalah memasukan habitat badak dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan sangat dibutuhkan adanya Perpres yang menaungi khusus perlindungan badak ini untuk menjawab kondisi individu yang sangat kritis dan hampir punah.
Penyelamatan badak Indonesia baik Jawa dan Sumatera sudah harus menjadi prioritas utama, baik itu di Ujung Kulon Banten, Taman Nasional Way Kambas, TN BBS di Lampung, di Taman Nasional Gunung Leuser Aceh. Kawasan Ekosistem Leuser Aceh dan Kutai barat di provinsi Kaltim harus menjadi skala prioritas konservasi di Indonesia.
Langkah ini merupakan hal yang penting dalam menentukan secara jelas wilayah dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan negara untuk segera berindak nyata dalam usaha konservasi badak di Indonesia.
Aksi ini juga berfungsi untuk menjawab tindakan apa yang perlu diambil di masa mendatang di semua wilayah konservasi badak di empat provinsi ini, badak dikawasan ini dapat ditingkatkan status hukumnya dan harus diteliti untuk kepentingan konservasi.
Disamping itu, disisi pengelolaan Badak untuk dapat dengan mudah diterjemahkan di level Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan yang terpenting lainnya adalah masyarakat lokal di sekitar habitat Badak yang diharapkan menjadi pelindung utama dalam menjaga populasi badak di Indonesia. Pada dasarnya satwa badak membutuhkan hutan berkwalitas sangat baik. Badak merupakan interior terbaik hutan Indonesia. maka sudah seharusnya Negara memberikan habitat terbaik bagi satwa ini. Jika ini terjadi, maka badak Jawa – Sumatera bisa diselamatkan.
Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan TGK Chik Pantee Kulu Banda Aceh