close

June 2014

Green Style

Heboh Pakaian Daur Ulang di Ajang Piala Dunia

Tiga  model mengenakan gaun ‘nyentrik’ berkeliling Savassi, tempat ‘nongkrong’ paling terkenal di Kota Belo Horizonte, Jumat (27/6/2014) petang. Pakaian mereka sedikit tembus pandang, namun jauh sekali dari kesan sensual apalagi porno. Ketiganya menebar senyuman saat berjalan di sepanjang Jalan atau Rua Pernambuco.

Gaun itu terdiri atas potongan-potongan kertas yang menempel pada kain putih tembus pandang. Hanya dua warna yang dominan pada gaun dikenakan para model, hijau dan kuning. Dua warna itu sudah dikenal sebagai warna khas Brasil.

Natalia Micale, salah seorang model memimpin dua rekannya. Natalia berjalan paling depan saat menyusuri jalanan di depan kafe. Kawasan Rua Pernambuco di Savassi diapit deretan bangunan seperti ruko. Di antaranya adalah lokasi pejalan kaki yang digunakan pula untuk tempat duduk pengunjung. Puluhan bangku kafe memenuhi jalanan. Semakin malam semakin padat yang warga yang menghabiskan waktu di tempat ini. Apalagi bulan-bulan ini musimnya Piala Dunia. Para turis Piala Dunia tak akan melewatkan suasana malam di Savassi.

Natalia dan kedua model menyempatkan duduk menikmati suasana Savassi sore itu. Saat saya jumpai, Iaskara Isadora sang perancang busana ikut menemani para model. “Kami sengaja berkeliling mengenalkan gaun daur ulang, untuk kampanye ramah lingkungan, dia ini perancangnya,” kata Natalia menunjuk Iaskara.

Iaskara menjelaskan gaun yang dikenakan para model dirancang dan dikerjakan selama dua bulan. Bahan kertas daur ulang diolah lebih dahulu menjadi bubur kertas lalu dikeringkan. Setelah itu diolah kembali menjadi kertas dengan dua warna, hijau dan kuning. Sebelum mengunjungi Savassi, beberapa hari Iaskara sudah membawa gaun itu berkeliling berbagai tempat. “Sebagian besar tempat keramaian, misalnya di pasar tradisional Mercado Central, dan beberapa mal,” imbuh Natalia yang sesekali menjadi penerjemah sang perancang busana.

Iaskara melanjutkan bahwa menjelang Brasil melawan Cile di Stadion Mineirao, Sabtu (28/6/2014) siang mereka tampil di sekitar stadion. “Kami keliling terutama terkait dengan Piala Dunia. Kami ingin sampaikan tentang ajakan untuk menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan memanfaatkan produk-produk daur ulang. Temanya memang tentang ekologi,” kata Iaskara.[]

Sumber: tribunnews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Koalisi Peduli Hutan: Mendagri Dapat Batalkan RTRW Aceh

Konflik regulasi tata ruang Aceh dapat memperburuk hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh, komunikasi yang tidak konstruktif dan cenderung mempertahankan status quo sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi kedua pihak dan yang pasti akan mengganggu stabilitas pembangunan daerah.

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma, Jumat (27/6/2014) mengatakan KPHA meneruskan advokasi masyarakat sipil Aceh terkait dengan proses penyusunan dan substansi tata ruang yang dianggap masih bermasalah, menjadi gambaran yang buruk dalam penyusunan sebuah regulasi yang vital setingkat RTRW sebagai blue print pembangunan kawasan dan daerah.

KPHA melakukan pertemuan dengan Ditjen Bangda Kemendagri RI di Kalibata Jakarta tanggal 26 Juni 2014 membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan kronologi proses evaluasi dan klarifikasi sebuah peraturan daerah dengan menggunakan dasar aturan Permendagri No. 28 tahun 2009, Permendagri No. 15 tahun 2008, PP 15 tahun 2010, Permendagri No. 1 tahun 2014.  Merujuk kepada aturan yang ada tersebut maka Qanun No. 19 tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Aceh dapat dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri RI, ungkap Efendi Isma.

Substansi tata ruang wilayah Aceh masih melanggar beberapa aturan di atasnya, seperti UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, PP 26 tahun 2008 tentang tata ruang wilayah nasional, UU No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.  Selain aturan dan regulasi tersebut qanun tata ruang juga tidak mengakomodir masukan dari masyarakat terkait hutan adat Aceh sebagai wilayah kelola mukim sesuai dengan keputusan MK 35 tahun 2012.

Sementara itu proses klarifikasi dapat terus dilakukan dengan pilihan-pilihan antara lain; pertama Pemerintah Aceh memiliki justifikasi yang untuk tidak mengikuti hasil koreksi/evaluasi Mendagri melalui SK No. 650-441 tahun 2014, dan yang kedua Mendagri membatalkan Qanun tersebut.  Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi bersama Kasubdit Penataan Ruang Wilayah di Jakarta.

Pilihan membatalkan Qanun tersebut dapat terjadi dalam forum klarifikasi yang akan digelar oleh Kemendagri dalam bulan Juli 2014 mendatang. KPHA akan melihat keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan setiap permasalahan regulasi daerah, harapan untuk menjalankan system pemerintahan yang baik berdasarkan aturan menjadi catatan khusus bagi CSO untuk mengukur kinerja pemerintah. [rel]

read more
Sains

Indonesia Gunakan Teknologi Tambak Ramah Lingkungan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk menjadikan komoditi udang sebagai penghasil devisa negara. Setelah berhasil mengembangkan budidaya udang super intensif, kini model tambak udang Eco-Culture Vaname Estate, yaitu tambak udang ramah lingkungan bakal dikembangkan.

Sistem ini memadukan tambak teknologi super intensif dengan unit pembesaran, unit pengolahan air, unit pengolahan udang dan unit pendukung seperti gudang dan pemukiman petambak. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengatakan sejalan dengan keberhasilan yang telah diraih, maka Indonesia dinilai telah mampu menguasai teknologi tambak udang yang ramah lingkungan.

“Prospek pengembangan tambak dengan teknologi super intensif menjadi peluang untuk mencapai peningkatan produksi udang nasional,” ujar Sharif melalui siaran pers yang diterima Investor Daily, Jakarta, Kamis (26/6).

Ia menerangkan salah satu perencanaan strategis yang lahir dari penelitian ini adalah konsep pengembangan Eco-Culture Vaname Estate. Salah satu hasil penelitian pada kawasan dengan kriteria layak produksi udang Vaname yang telah dipanen sebanyak tiga kali yaitu pada pemeliharaan hari ke 70, 90 dan hari ke 105.

Panen total dilakukan tanggal 25 Juni 2014 bertempat di lokasi penelitian Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP). Letaknya di Desa Punaga, Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Total produksi dari tiga kali panen dengan tiga petak kepadatan 750 ekor/m2; 1.000 ekor/m2; 1.250 ekor/m2diestimasi sebesar 37 ton udang Vaname.

“Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2 didapatkan produksi yang besar,” ujar Sharif.

Kegiatan penelitian strategis dengan pengembangan budidaya udang Vaname super intensif di tambak kecil atau Small Scale Intensive Farm, sangat tepat untuk terus dikembangkan. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal serta dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.

“Inisiasi sistem akuakultur ini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui peningkatan produksi yang berdaya saing”, ujar Sharif.

Ia menjelaskan, pengembangan tambak dengan teknologi super intensif dengan labelEco-Culture Vaname Estate menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy. Dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur yang berdaya saing tinggi.

BPPBAP telah mengkaji estimasi beban limbah pada budidaya udang vaname super intensif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel Fosfat, Bahan Organik Total, Padatan Tersuspensi Total telah melebihi ambang batas standar buangan air limbah budidaya udang.

Oleh karena itu menjadi kebutuhan dalam penerapan teknologi super intensif ini adalah Instalasi Pengelolaan Air Limbah(IPAL). Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan.

“Dengan adanya sistem tandon air limbah ini, maka buangan air limbah akan diolah sehingga kualitasnya berada pada kisaran yang dipersyaratkan,” jelas Sharif.

Sharif menegaskan, teknologi super intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya IPAL yang menjadi satu kesatuan sistem yang holistik. Meliputi proses pembesaran udang dan proses pengolahan buangan air limbah.

Apalagi potensi dampak akuakultur superintensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik dan sedimentasi.[]

Sumber: beritasatu.com

read more
Hutan

FFI Gunakan Drone Pantau Hutan Aceh

Foto dan video udara yang dihasilkan oleh pesawat tanpa awak atau drone jadi referensi antara lain untuk penanggulangan konflik satwa, pengendalian kebakaran hutan maupun pemantauan lokasi bencana alam.

Biasanya pesawat diterbangkan di wilayah hutan untuk memantau kondisi tutupan hutan dan pergerakan satwa. Penerbangan di kawasan hutan juga berbahaya karena kondisi permukaan tanah yang tidak datar. Area pendaratan pesawat juga kadang sulit ditemui.

“Kami sudah berpuluh kali terbang di Cagar Alam Jantho serta beberapa tempat lain di Aceh. Mulanya, pesawat ini diterbangkan untuk memantau konflik gajah dengan manusia. Banyak gajah yang mengganggu kebun-kebun petani, tapi jarang yang mendapat informasi ke mana arah perginya gajah setelah merusak kebun,” papar staf FFI, Munirwan.

Dia menambahkan kalau tidak tahu ke mana arah perjalanan gajah, maka kita tidak dapat melakukan langkah antisipasi. Dengan mengetahui itu, biasanya masyarakat dan pemerintah dapat segera menghempang pergerakan gajah dan mengarahkannya kembali ke dalam hutan.

Namun sayangnya informasi drone belum terkoneksi dengan baik dengan sistem penanganan konflik satwa. Butuh upaya lebih untuk meyakinkan pemerintah agar dapat menangani konflik satwa secara menyeluruh.

Drone terbang melintasi perbukitan | Foto: Syafrizaldi
Drone terbang melintasi perbukitan | Foto: Syafrizaldi

Kalau sudah terbang, lanjut Munirwan, seringkali drone mendapatkan foto-foto udara yang menarik disimak. Tak jarang juga drone membawa pulang foto bekas pembalakan, pembukaan hutan untuk dijadikan tambang terbuka atau kebun, bahkan bekas kebakaran.

Informasi seperti ini penting bagi banyak pihak untuk memahami lebih jauh apa yang terjadi dengan habitat satwa liar. Setidaknya, foto-foto udara ini akan menjadi rujukan bila akan melakukan penanganan konflik satwa, penanganan kebakaran hutan, perambahan dan penegakan hukum.

Pada penerbangan di Krueng Raya, Aceh Besar, 19 Juni yang lalu, Munirwan mendapatkan foto dan video pantauan udara yang menggambarkan kondisi tutupan lahan kering.

Video drone menangkap bekas pembukaan lahan di Aceh Jaya | Foto: Dok. FFI IP Aceh)
Video drone menangkap bekas pembukaan lahan di Aceh Jaya | Foto: Dok. FFI IP Aceh)

Daerah ini memang dikenal dengan kegersangannya. “Tapi informasi ini akan bermanfaat kalau banyak pihak mau bekerja untuk melakukan perbaikan kondisi lahan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Munirwan juga melakukan penerbangan di Pidie untuk memantau kondisi pasca gempa bumi pada November tahun lalu. Menurutnya, kerusakan akibat gempa juga dapat dipantau melalui udara.

Hasil pemantauan ini bermanfaat untuk menentukan lokasi mana saja yang membutuhkan penangan mendesak ketika jalur darat tidak bisa ditempuh.

Penggunaan drone sebagai alat bantu pemantauan udara tentunya tidak memerlukan biaya mahal. Pemerintah bisa menyediakan peralatan ini dan melatih pegawai untuk mengoperasikannya.  []

Sumber: NGI

read more
Perubahan Iklim

Melindungi Hutan Taiga Mongolia

Perlindungan Taiga di Mongolia didukung lembaga bantuan Jerman. Proyek ini menyusun aksi bagi adaptasi perubahan iklim, termasuk menghasilkan tenaga ahli terdidik untuk mewujudkan program itu.

Mula-mula semua cabang pohon harus digergaji. Setelah itu Enkzaya menebang pohonnya.Teman-teman sekolahnya membantu perempuan berusia 27 tahun itu. Sejak seminggu lalu, mereka belajar memilih pohon mana yang harus ditebang, bagaimana membuat jalur pencegah kebakaran dan manajemen kehutanan.

Enkzaya Enkhbat, yang belajar perlindungan kehutanan menceritakan: “Bekerja di luar bagi saya amat menyenangkan. Menebang pohon tidak susah. Banyak yang berpendapat, pekerjaan semacam ini hanya untuk lelaki. Tapi saya juga mempelajari, kerja di hutan cocok bagi perempuan. Pasalnya, kerjanya bukan hanya menebang pohon, melainkan juga membersihkan hutan.”

Hutan itu berada di utara Mongolia, tepatnya di Provinsi Selenge, sejarak 200 Kilometer dari ibukota Ulan Bator. Di hutan untuk pelatihan ini tumbuh cemara, pinus dan berk. Beberapa bulan sekali, para siswa sekolah kehutanan dari Dsüüncharaa datang untuk praktik di sini.

Di pegunungan Selenge dimulai zona Taiga Siberia. Ini perbatasan zona bagian selatan, yang kini terus bergeser ke utara. Pelahan tapi pasti hutan di sini musnah. Penyebabnya antara lain: perubahan iklim. Akibat suhu yanng makin hangat, tanah Permafrost mencair. Kelembaban naik drastis, yang memicu busuknya akar dan dampaknya: pohon mati sedangkan fauna liar di hutan kehilangan habitatnya.

Enkzaya Enkhbat,menjelaskan, “Hutan di Mongolia amat indah, karena masih alami. Beragam flora dan fauna hidup di sini. Saya bahagia hidup di sini, dan tidak ingin tinggal di kota. Juga jika saya diberi kesempatan, ketimbang melihat kota, lebih baik mengunjungi seluruh hutan di Mongolia. Di kota saya tidak akan bahagia.”

Energi dari kayu?
Yang dimaksud kota oleh Enkzaya adalah ibukota Ulan Bator. Sekitar separuh dari total populasi 2,8 juta warga Mongolia hidup di ibukota. Semua warga di sini perlu kayu, sebagai sumber energi dan bahan baku pembuatan rumah. Ekonomi negara itu kini menggeliat.

Terutama industri bahan mentah yang mendorong konjungktur. Pertambangan emas misalnya, menggunakan air dalam jumlah besar untuk produksinya. Dampaknya: udara makin kering. Kebakaran hutan makin sering terjadi. Aktivitas manusia, menjadi penyebab berikutnya bagi musnahnya Taiga.[]

Sumber: dw.de

read more
Energi

Perubahan Energi Munculkan Bahaya Limbah

Dalam memenuhi kebutuhannya manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Semakin banyak jumlah manusia yang ada maka semakin banyak pula sumberdaya alam yang digali, diolah dan dijadikan berbagai produk yang siap digunakan dalam memenuhi kebutuhan manusia, baik kebutuhan pokok atau primer maupun sekunder bahkan tersier.

Dalam proses pengambilan, pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam, terdapat sisa yang tidak digunakan lagi. Sisa tersebut dibuang kerena tidak dibutuhkan lagi. Sisa dari proses inilah yang kemudian biasanya kita sebut dengan limbah, dimana kemudian limbah ini yang mencemari lingkungan baik pada perairan, udara dan daratan sehingga lama kelamaan merusak lingkungan.

Kerusakan lingkungan akibat pencemaan telah terjadi dimana-mana yang berdampak pada penurunan kemampuan lingkungan untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Bahkan, pencemaran dan kerusakan lingkungan menimbulkan berbagai dampak buruk bagi manusia seperti munculnya bermacam penyakit dan bencana alam.

Manusia untuk memenuhi kebutuhannya melakukan berbagai kegiatan baik untuk memenuhi sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok tetapi juga, kebutuhan sekunder dan tersier seperti kendaraan bermotor, alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Berbagai kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada akhirnya menghasilkan yang namanya sisa berupa sampah atau limbah yang dibuang ke lingkungan.

Hal ini pada dasarnya terjadi karena setiap aktivitas manusia adalah sebuah proses pengubahan zat atau energy dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Setiap proses tersebut tidak dapat sepenuhnya diubah, melaikan selalu ada sisa atau disebut entropy yang kemudian menjadi sampah atau limbah yang masuk atau dimasukan ke lingkungan.

Salah satu contoh sederhana dari entropy adalah saat kita makan dan terjadi proses perubahan energy saat itu. Tidak semua makanan dapat diubah menjadi energi seluruhnya pasti akan ada sisa dalam bentuk kotoran atau tinja.

Begitulah dengan kegiatan industri, tidak semua bahan mentah diubah menjadi produk industri yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, melainkan akan ada sisa yang kemudian menjadi sampah atau limbah dan jika tidak diolah dengan baik maka limbah tersebut dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.

Salah satu sumber pencemaran lingkungan adalah kegiatan rumah tangga dan perorangan mulai dari kegiatan memasak, mencuci, dan buang air. Selain itu , dalam rumah tangga juga terdapat kegiatan konsumsi, baik bahan organik maupun anorganik yang sisanya dibuang ke lingkungan.

Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah baik berbentuk padat maupun cair baik organik maupun anorganik. Untuk limbah yang organik berasal dari sisa sayuran dan makanan lainnya mundah untuk hancur dan juga bisa dimanfaatkan sebagia bahan kompos tetapi, anorganik sulit hancur meski sudah ditimbun. Kegiatan rumah tangga juga menghasilkan limbah dari kegiatan mencuci berupa sabun dan diterjen serta bahan pemberih lainnya ( misalnya pembersih lantai).

Deterjen yang dibuang ke lingkungan akan menggangu kehidupan yang ada di perairan baik itu sungai , danau, ataupun kolam. Dimana larutan sabun akan menaikan pH atau keasaman air, sehingga dapat menganggu kehidupan organisme air. Kegiatan rumah tangga yang lain adalah berupa buang air besar atau tinja . kotoran manusia ini dapat mencemari air sungai dan air tanah dengan berkembangnya bakteri koli yang dapat menyebabkan penyakit diare.

Semoga setelah membaca bacaan ini diharapkan kita sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan berupaya mencegah kerusakan lingkungan.

read more
Ragam

TDMRC-Unsyiah Survey Gempa Dangkal di Aceh Tengah

Kejadian Gempa Bumi Aceh Tengah – Bener Meriah tanggal 02 Juli 2013 telah memberikan pelajaran bagi kita akan bahaya gempa bumi di darat. Sumber gempa bumi yang dangkal dan dekat dengan perumahan penduduk mengakibatkan getaran yang dirasakan laut lebih besar dan memiliki efek merusak yang kuat.

Hal ini dikatakan oleh Koordinator Survey, Ibnu Rusydy, M.Sc, yang juga merupakan Peneliti Muda TDMRC-Unsyiah, kepada Green Journalist, Minggu (15/6/2014). Menurutnya, apabila dilihat dari skala gempanya, gempa bumi Aceh Tengah – Bener Meriah 2013 tersebut tergolong gempa bumi skala kecil, namun karena sumber gempanya yang dangkal, ditambahkan lagi banyak perumahan dan bangunan berada di tanah yang lunak sehingga menimbulkan efek amplifikasi atau efek penguatan gelombang gempa bumi.

Tim sedang melakukan pengujian | Foto: Ist
Tim sedang melakukan pengujian | Foto: Ist

Efek tanah lunak yang bisa menimbulkan efek amplifikasi ini harus dipetakan dan dipelajari lebih lanjut.  Tim Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) – Universitas Syiah Kuala bersama Tim Bappeda Provinsi Aceh melakukan survey Seismik MASW (Multichannel Analysis of Surface Waves) di Kab. Aceh Tengah dan Bener Meriah dari tanggal 11 – 15 Juni 2014.

Survey ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan gelombang geser (Shear Wave) tanah sampai kedalaman 30 meter di beberapa cekungan terpilih di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Berdasarkan nilai kecepatan gelombang geser kedalaman 30 meter atau lebih dikenal Vs30, nantinya akan dicarikan faktor amplifikasi.

” Faktor amplifikasi Vs30 ini akan bermanfaat untuk membuat Peta kawasan rawan gempa bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah yang akan sangat bermanfaat dalam perencanaan pembangunan infrastruktur bangunan tahan gempa bumi di kedua kabupaten tersebut,” jelas Ibnu Rusydi.

Kegiatan merupakan kerjasama antara TDMCR-Unsyiah dengan Bappeda Prov. Aceh menggunakan peralatan Seismik dari Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.[]

read more
Green Style

Pelaksana Pemilu Kurang Peduli Lingkungan

Memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Unit Kegiatan Mahasiswa, Angkatan Komunikasi Olah Nalar Alam Kehidupan, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (UKM-AKONAK-STIK-P) Medan, mengadakan Dialog Interaktif bertema ” Arah Kebijakan Lingkungan Pada Pilpres 2014”, di kampus STIK-P Medan, Selasa (10/6/2014).

Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Kippas dan Uni Eropa, diikuti oleh peserta yang berasal dari organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) dan Kelompok Pencinta Alam (KPA) yang berada di kota Medan.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Alfan Raykhan Pane, awalnya panitia mengundang empat orang pembicara yaitu Aulia Andri (Komisioner Bawaslu Sumut), Perwakilan Posko Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah Sumut, Perwakilan Posko Pemenangan Jokowi-JK wilayah Sumut serta M. Nizar Abdurrani, Pemimpin Redaksi ‘Media Online Lingkungan’ Greenjournalist.net dari Provinsi Aceh.

Namun kemudian, dalam proses negoisasi tempat kegiatan di Kampus STIK-P, muncul persyaratan atau larangan dari pihak kampus, supaya panitia tidak menghadirkan pembicara satu, pembicara dua dan pembicara ketiga. “Mereka (kampus) menganggap pembicara yang lain ‘berpotensi konflik’ karena sarat muatan politis, dimana kampus berdasarkan undang-undang pemilu harus steril dari aroma kampanye,” ujar Alfan.

M. Nizar Abdurrani sebagai pembicara keempat, selanjutnya menjadi pembicara tunggal dalam acara dialog interaktif tersebut. Pemimpin Redaksi Berita Lingkungan Online Greenjournalist.net, yang mengkhususkan pemberitaanya dengan isu-isu lingkungan memaparkan makalah berjudul “Kampanye dan Advokasi Lingkungan Via Media Online”.

Dikatakannya, keunggulan media online dibandingkan dengan media konvensional (cetak/elektronik) yaitu, kapasitas luas dimana halaman web bias menampung naskah sangat panjang, pemuatan dan editing naskah bias kapan saja dan dimana saja, setiap saat, cepat begitu di-upload langsung bisa di akses semua orang, jelasnya secara lugas.

Lanjutnya , media online itu menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet, actual berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian. Interaktif dua arah dan ‘egaliter’ dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dsb. Terdokumentasi, informasi yang tersimpan di ‘bank data’ (arsip), dan dapat di temukan melalui “link” artikel terkait, fasilitas ‘search’ serta terhubung dengan sumber lain ‘hyperlink’ yang berkaitan dengan informasi tersaji.

Di makalah tersebut, Nizar juga menyebutkan beberapa kelemahan media online, yaitu sangat tergantung dari kualitas jaringan internet, belum seluruh wilayah di Indonesia terjangkau oleh jaringan internet, adanya persepsi di sebagian masyarakat, bahwa media online bukan media massa serta karena sering mengutamakan kecepatan, media online dianggap kurang akurat.

Salah seorang peserta dari ‘Tanpa Atap Pro’ Julia Topik alias Gaban, menyatakan, Tema dialog interaktif ini sebenarnya ingin mencari simpati dari penggiat lingkungan di Medan, tegasnya.

Selanjutnya ia juga mempertanyakan tentang apakah kegiatan ini hanya sebatas dialog saja? Atau adakah pihak panitia akan menindaklanjuti soal bagaimana mengawal proses kampanye pilpres 2014 ini, sehingga tidak adalagi Alat Peraga Kampanye (APK) yang merusak estetika dan dipaku dan terpasang di pohon, seperti saat kampanye caleg yang lalu.

Pada kesempatan yang sama, dalam sesi diskusi, Andika dari Mapala STIPAP Medan, juga menyatakan setuju atas pernyataan Gaban tentang “telah hilangnya ruh kepencinta alaman, karena setiap individu penggiat lingkungan sekarang lebih senang bicara kemping, adventure (petualangan) dan naik gunung saja, jadi saat hobi, prestasi dan profesi menjadi pilihan, maka ruh konservasi justru telah hilang, gugatnya.

Salah seorang alumni STIK-P yang menjadi moderator kegiatan, Darmansyah Lubis bahkan mempertajam pernyataan Gaban tentang, “Adakah bentuk isu peraturan kampanye yang disampaikan KPU dan Bawaslu? Pernahkah hal tersebut benar-benar dijalankan? Apakah KPU pernah menegur para caleg yang saat kampanye lalu, memasang selebaran di taman kota? Atau mungkin saja KPU dan Bawaslu kurang ‘Aware’ terhadap proses pemilu yang mencederai lingkungan, yaitu saat APK seperti spanduk dan baliho merusak estetika, lantas bagaimana wujud produk kebijakan lingkungan lima tahun kedepan? Serta pertanyaan tentang sesama penggiat lingkungan telah berbuat apa sih? Termasuk apa itu filosofi kepencintaalaman, gugatnya.

Sebagai penutup kegiatan, para peserta akhirnya menyampaikan beberapa poin harapan antara lain antara lain apa yang bisa dilakukan sampai dengan 9 Juli 2014 (hari H) ? Apakah sepakat membuat gerakan dan tindakan kongkrit bersama seperti turut serta dalam tim monitoring bersama KPU, Bawaslu, Satpol PP serta stakeholder yang berwenang tentang penertiban alat peraga kampanye agar lebih mengedepankan estetika lingkungan serta keinginan peserta menggagas media online khusus kepencintaalaman khususnya di provinsi Sumut. [rel]

read more
1 2
Page 1 of 2