close

05/06/2014

Ragam

Perusakan Lingkungan Hidup Masih Terjadi Massif

Pemerhati Lingkungan Hidup, dan Dosen Lingkungan Universitas Serambi Mekkah, Ir. T. M. Zulfikar, MP, dalam siaran persnya dalam rangka menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni, mengatakan perusakan bumi, air, udara, dan hutan, terus berlanjut secara sistematis, masif, dan cepat. Tak terkecuali di Aceh. Maraknya bencana alam diberbagai tempat selama ini juga dapat dijadikan salah satu tolok ukurnya. Penduduk dunia terus bertambah dan sumber daya alam terus dipakai untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.

Ancaman perubahan iklim juga mempengaruhi kehidupan kita dan masa depan bumi. Bisnis kehutanan meskipun menguntungkan tapi juga sangat menghancurkan sumber daya alam kita. Dibutuhkan regulasi yang baik sehingga efek-efek buruk seperti bencana dapat dihindari. Selain itu, perilaku kehidupan kita juga sangat mempengaruhi tingkat deforestasi hutan yang pada akhirnya akan membawa bencana alam.

Provinsi Aceh merupakan wilayah yang saat ini memiliki jumlah penduduk lebih dari 5 juta jiwa dan memiliki kawasan yang sangat kaya akan sumber daya alam (SDA). Namun ternyata kekayaan alam Aceh tersebut belum sesuai dengan keadaan penduduk Aceh yang 19% dari total jumlah penduduknya dalam katogori penduduk miskin (Sumber data: BAPPEDA, 2013). Padahal, kita semua tahu bahwa Aceh memiliki potensi alam yang sangat menjanjikan, seperti hutan, tambang, ikan di laut dan terumbu karang serta aneka flora dan fauna lain yang dapat menjadi sumber penghidupan juga pendapatan bagi masyarakat Aceh jika dikelola dengan baik.

Namun, sayangnya sebagian besar sumber daya alam di Aceh lebih banyak dimanfaatkan oleh investor asing dan masyarakat hanya menerima dampak buruk kerusakan lingkungan akibat dari pemanfaatan sumber potensi alam di kawasan mereka.

Aceh saat ini berada dalam kondisi darurat lingkungan. Bayangkan, kerusakan lingkungan yang dimulai dari kerusakan hutan masih terus terjadi. Tercatat dari luas daratan lebih dari 5,6 juta hektar, Aceh memiliki kawasan hutan seluas 3,5 juta hektar, namun deforestasi dan degradasi hutan masih terus terjadi dengan berbagai sebab, antara lain pembukaan lahan untuk pembangunan jalan dan rumah, perkebunan, pertambangan dan penebangan liar menyebabkan bencana dan kerugian yang sangat besar.

Catatan melalui berbagai sumber yang ada, ternyata dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini saja, dampak kerugian dari kerusakan hutan yaitu terjadinya banjir dan longsor yang menguras Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) menembus angka lebih dari 800 milyar. Kesalahan pengelolaan sumber daya alam juga telah menjadikan Aceh sebagai kawasan yang rawan bencana. Pembangunan Aceh yang selama ini hanya fokus pada pembangunan fisik saja dan mengesampingkan faktor kestabilan lingkungan. Padahal, faktor lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan Masyarakat Aceh.

Padahal, sejak 2008, hingga akhir bulan Mei lalu, Aceh telah menerima dana pembangunan lebih dari Rp 100 triliun, yang menempatkan daerah ini sebagai salah satu daerah terkaya dengan tingkat penerimaan perkapita ke lima tertinggi di Indonesia.

Faktor penyebab timbulnya berbagai permasalahan dalam pembangunan di Aceh bahwa pembangunan di Aceh sering menjadi proyek mengeruk keuntungan bagi sebagian orang. Padahal, berbagai peraturan tentang pembangunan telah diatur dengan baik oleh pemerintah Aceh dengan visi “Aceh yang bermartabat, sejahtera, berkeadilan, dan mandiri berlandaskan undang-undang pemerintahan aceh sebagai wujud MoU Helsinki” dan memiliki misi :

(1) memperbaiki tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui Implementasi dan penyelesaian turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) untuk menjaga perdamaian yang abadi.

(2) menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Nilai-Nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat.

(3) memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia.

(4) melaksanakan pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan.

(5) mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).

Namun, keadaan di lapangan berkata lain, pada penerapannya, banyak yang belum berjalan dengan baik.
Pembangunan di Aceh sudah diiatur dalam peraturan pemerintah Aceh (UUPA dan Qanun), disebutkan bahwa pembangunan di Aceh akan dilaksanakan sesuai mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan melalui terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia.

Disebutkan juga bahwa pembangunan terintegrasi dengan berbagai sektor pembangunan secara berkelanjutan melalui berbagai komitmen terhadap pemanfaatan tataruang dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan; pembangunan infrastruktur diseimbangkan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA)  Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) dan dokumen lainnya secara merata dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemanfaatan masyarakat dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan dalam mengantisipasi dampak resiko bencana secara seimbang hingga terwujudnya pembangunan berkelanjutan dengan memperbaiki mutu lingkungan dan meningkatkan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Selama ini Aceh sering mengalami bencana karena tidak seimbangnya porsi pembangunan fisik dan pembangunan hijau. Pembangunan berwawasan lingkungan dapat diterapkan dengan perencanaan pembangunan yang matang. Hal ini harus sinergis dan disesuaikan dengan RTRWA, RPJPA, RPJMA serta keterlibatan semua pihak antara lain pemerintah, akademisi, dan stakeholder sebagai pelaksana pembangunan di Aceh.

Semoga melalui peringatan hari lingkungan hidup yang dilaksanakan setiap tanggal 5 Juni tersebut dalam menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih peduli akan lingkungan agar tetap asri dan lestari, serta Aceh mampu meminimalisir kerusakan lingkungannya. Salam Lestari.[]

read more
Tajuk Lingkungan

Pantau Program Lingkungan Capres

Tanggal 9 Juli 2014 nanti seluruh Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi yaitu memilih presiden untuk periode 2014 – 2019. Semua pihak berharap presiden terpilih nanti dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sepertinya masih jauh panggang dari api. Seluruh sektor di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga kini masih babak belur. Sektor lingkungan tak ketinggalan, masih merupakan sektor yang telah lama tidak dikelola dengan serius secara praktek. Padahal kualitas lingkungan yang baik dapat membawa kesejahteraan rakyat ke level yang lebih tinggi.

Pencapaian kesejahteraan ini sangat minim dirasakan terutama bagi masyarakat pedesaan, dimana sebagian besar penduduk Indonesia tinggal dan kerusakan lingkungannya semakin hari semakin parah. Kedua calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo tampaknya menyadari akan pentingnya lingkungan. Keduanya telah memasukan isu lingkungan ke dalam visi dan misinya.

Sebagaimana yang telah dianalisis oleh Alamendah dalam blognya, kedua pasang capres dan cawapres telah memuat isu-isu lingkungan hidup dalam visi, misi, dan program aksi yang mereka serahkan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan visi misi setebal 42 halaman yang dilabeli judul “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan visi misi setebal 9 halaman yang berjudul “Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur, serta Bermartabat”.

Pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dan Jusuf Kalla memiliki visi dan misi terkait lingkungan hidup yang lebih detail dan panjang dibandingkan pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang lebih singkat. Secara kasat mata hal ini seolah-olah Jokowi lebih serius memandang masalah lingkungan dibanding rivalnya Prabowo. Tetapi semuanya masih perlu dibuktikan lebih lanjut.

Ada hal yang juga tak kalah pentingnya dibanding hanya memelototi visi dan misi kedua kandidat di atas kertas yaitu track record kedua capres ini. Secara kebetulan kedua mempunyai hubungan yang erat dengan “kehutanan”, salah satu wilayah Indonesia yang rusak berat. Prabowo adalah pengusaha di bidang kehutanan, memiliki beberapa lahan penguasaan hutan. Sementara Jokowi adalah sarjana Kehutanan keluaran kampus terkenal Universitas Gajah Mada. Selain itu Jokowi juga adalah pengusaha mebel yang notabene juga menggunakan kayu, produk dari kehutanan.

Perlu ada tracking yang jelas untuk melihat rekam jejak keduanya dalam bidang kehutanan, apakah kedua bermasalah dengan sektor kehutanan atau tidak. Jangan sampai jika ada rekam jejak negatif terulang kembali. Kalaupun jejak positif, ya silahkan saja mengulangnya.

Karena itu mari kita pantau bersama-sama program lingkungan kedua capres. Bukan saja tentang hutan, tetapi masih banyak isu lain yang perlu perhatian. []

read more