close

14/07/2014

Green Style

Piala Dunia Wariskan Aksi Hijau

Piala Dunia 2014 berakhir dengan mewariskan berbagai aksi ramah lingkungan yang berkelanjutan.

Piala Dunia telah berakhir. Jerman menjadi juara mengalahkan Argentina 1-0 dalam pertandingan ketat yang diwarnai oleh perpanjangan waktu. Tak ada lagi laga tersisa. Namun warisan aksi ramah lingkungan akan terus ada di Brasil. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menggandeng pemerintah Brasil menggelar berbagai aksi hijau selama Piala Dunia berlangsung.

Berbagai aksi ramah lingkungan ini meliputi sertifikasi stadion guna mengurangi emisi gas rumah kaca, upaya mendaur ulang sampah, mengurangi polusi hingga aksi pertanian organik. Pemerintah juga mengembangkan industri pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) dan pertanian keluarga (family farming).

Satu lagi program yang unik adalah upaya meningkatkan kesejahteraan para pemungut sampah (waste pickers) dengan melibatkan masyarakay di enam kota yang menyelenggarakan pertandingan Piala Dunia. Para pemungut sampah adalah mereka yang memungut, memilah dan mendaur ulang sampah selama Piala Dunia berlangsung.

Pemerintah pusat memberikan dana $1,36 juta guna membantu 1400 pemungut sampah di Belo Horizonte, Curitiba, Fortaleza, Manaus, Natal dan São Paulo. Program ini juga berlangsung di kota-kota yang lain dengan bantuan dana dari pemerintah lokal.

Sampah yang dikumpulkan dikirim ke pusat daur ulang seperti di kota Fortaleza misalnya, yang berhasil mengumpulkan 37 ton bahan daur ulang hingga 4 Juli, 2014. Untuk menjamin keberlangsungan program ini Bank Pembangunan Sosial Nasional Brasil memberikan pembiayaan untuk mendanai upaya pengumpulan sampah kolektif ini. Berbagai proyek di Brasilia, Curitiba, Porto Alegre dan Rio de Janeiro telah mendapat persetujuan dengan jumlah pembiayaan mencapai $35,5 juta.

Semua stadion yang digunakan dalam Piala Dunia 2014 dibangun dengan konsep ramah lingkungan dan mendapat sertifikasi internasional. Dari 12 arena, enam stadion mendapatkan sertifikat LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yaitu Castelão (Fortaleza), Fonte Nova (Salvador), Arena Pernambuco (Recife), Arena Amazonia (Manaus), Maracanã (Rio de Janeiro) dan Mineirão (Belo Horizonte).

Stadion Belo Horizonte menjadi stadion pertama yang mendapatkan sertifikat platinum, yang merupakan standar ramah lingkungan tertinggi dari LEED. Tiga arena lain sudah mengirimkan permohonan yang sama dan sisanya tengah dalam tahap penyelesaian.

Guna menghemat energi, pembangkit listrik dipasang di tiga stadion dan akan dibangun di Stadion Utama Brasilia pada akhir tahun ini. Arena das Dunas di Natal juga tengah dalam proses mendapatkan Sertifikasi Efisiensi Energi INMETRO, yang menilai penghematan energi dan efisiensi.

Pertanian organik dan ramah lingkungan juga menjadi salah satu aksi hijau Piala Dunia 2014. Pemerintah memromosikan pola konsumsi sadar lingkungan dimana 18,000 relawan Piala Dunia hanya mengonsumsi makanan dan minuman organik yang dibeli dari koperasi dan asosiasi petani organik lokal.

Sebanyak 60 koperasi dan asosiasi petani organik – yang beranggotakan 25.000 keluarga – juga bekerja sama memasok kios-kios organik dan ramah lingkungan. Kios ini didirikan di daerah wisata dengan tujuan membangun pola pasokan pangan organik yang berkelanjutan.

Inisiatif lain adalah karbon kredit yang diikuti oleh 16 perusahaan dan kampanye Green Passport yang bertujuan memromosikan perilaku ramah lingkungan bagi wisatawan yang berkunjung ke Brasil. Dengan bantuan informasi online, wisatawan bisa mendapatkan berbagai tips wisata yang ramah lingkungan yang menyediakan lebih dari 60 pilihan wisata yang berkelanjutan.

Sumber: Hijauku.com

read more
Ragam

Serangan Zionis Israel Perparah Krisis Lingkungan Palestina

Penduduk di Palestina, terus menderita krisis lingkungan dan perubahan iklim seiring agresi militer Israel.

Jalur Gaza kembali diserang, ratusan jiwa tercabut dari raganya. Serangan Israel yang membabi buta – 77% dari korban jiwa adalah warga sipil – tidak hanya menghancurkan infrastruktur Gaza namun juga menambah parah krisis lingkungan dan perubahan iklim di wilayah Palestina yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Kondisi lingkungan ini terungkap dalam laporan resmi Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) yang diterbitkan seiring dengan perayaan Hari Lingkungan Hidup Dunia yang berlangsung 5 Juni lalu. Menurut PCBS, lingkungan Palestina saat ini menghadapi berbagai ancaman. Kelangkaan sumber daya alam, kekeringan, pencemaran air, kerusakan lahan, hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi udara menjadi masalah utama.

Menurut laporan Palestinian Water Authority (PWA) bulan Oktober 2013, air hujan, menjadi sumber air tanah dan air permukaan utama di Palestina. Curah hujan tahunan di wilayah ini hanya mencapai 450 mm/tahun di Tepi Barat dan 327 mm/tahun di Jalur Gaza. Bandingkan dengan curah hujan di Bogor yang mencapai 3500-4000 mm/tahun.

Israel menguasai seluruh akses air bersih terutama Sungai Yordan sehingga ketersediaan air permukaan di wilayah Palestina sangat bergantung pada luberan (runoff) air sungai yang saat ini tidak banyak bisa digunakan. Sementara 95% air tanah yang dipompa di Jalur Gaza adalah air payau, air yang memiliki kandungan garam lebih tinggi dari air tawar.

Kondisi ini diperburuk oleh perampasan akses air oleh Israel. Warga Palestina hanya bisa menggunakan 15% air yang ada di wilayah ini sementara Israel menyedot 85% sumber air yang ada di sana. Ekspolitasi dan pembangunan sumber air yang dilakukan oleh Israel, menurut PCBS, juga dilakukan tanpa memerhitungkan hak-hak rakyat Palestina.

Israel melarang pengeboran sumber air untuk pertanian dan menghancurkan fasilitas air dan irigasi yang ada. Akibatnya, konsumsi air per kapita warga di wilayah pendudukan untuk kebutuhan rumah tangga tak lebih dari 76,4 liter/penduduk/hari pada 2012 di Tepi Barat dan 90 liter/penduduk/hari di Jalur Gaza.

Serangan militer Israel dipastikan memerparah kondisi kekurangan air di wilayah Palestina. Pasca serangan militer Israel 11 Juli, UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) melaporkan telah terjadi kerusakan di pipa penyaluran air sehingga akses air bersih untuk 800 penduduk Gaza terputus. Laporan ini memerkuat data PCBS yang menyatakan sekitar 40% pasokan air hilang akibat masalah teknis seperti rusaknya fasilitas instalasi air.

Menurut PCBS, krisis perubahan iklim juga melanda Palestina, mengubah karakteristik cuaca dan musim di wilayah tersebut. Pada musim dingin dan musim semi, kekeringan selalu melanda. Sementara pada musim panas suhu terus meningkat dan curah hujan turun. Fenomena ini menimbulkan dampak ekonomi, sosial, kesehatan dan lingkungan yang memengaruhi kualitas pembangunan di wilayah pendudukan.

Pelanggaran dan agresi militer Israel menurut PCBS menjadi sumber utama kerusakan keanekagaraman hayati yang menjadi sumber kestabilan ekosistem ini. Tepi Barat dan Jalur Gaza tercatat memiliki 2.076 spesies tanaman dimana 90 spesies saat ini terancam punah dan 636 spesies masuk dalam kategori yang sangat langka.

Sumber resmi dari pemerintah Palestina menyebutkan, selama 2013, lebih dari 800 hektar lahan milik warga Palestina telah dirampas oleh pemerintah Zionis Israel dan lebih dari 15.000 tanaman pertanian dihancurkan. Hingga akhir 2013, sebanyak 482 pemukiman dan markas militer telah dibangun di wilayah pendudukan di Tepi Barat. Kekejaman ini menurut PCBS semakin memerparah kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati di wilayah Palestina.

Sumber: Hijauku.com

read more
Sains

Pakar Tumpahan Minyak Indonesia terima Penghargaan Internasional

Ilmuwan Indonesia Bayu Setya, MSc terpilih sebagai penerima “International Award Chartage”, karena kontribusinya yang luar biasa menyelamatkan lingkungan dari pencemaran minyak tumpah di Indonesia maupun di negara lain.

Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Roma, Nindarsari Utomo, Jumat menyebutkan Bayu Setya, MSc merupakan orang Indonesia pertama menerima penghargaan International Award Carthage edisi ke-13 pada Kamis, bertempat di Campidoglio, Roma, Italia.

Penghargaan bergengsi tersebut diberikan hanya kepada orang-orang terpilih yang telah memberikan kontribusi kepada masyarakat di lingkungannya serta kepada masyarakat internasional. Beberapa tokoh lain yang pernah menerima penghargaan tersebut yakni Dr. Kofi Annan mantan Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Republik Italia Giorgio Napolitano.

Sementara Bayu Setya adalah seorang Direktur pada Oil Spill Response Centre Indonesia (OSCTI). Sesuai dengan Keputusan Presiden No.109, 2006 OSCTI memiliki tugas untuk melindungi lingkungan Indonesia dengan cara menangani polusi minyak tumpah secara cepat dan efektif.

Bayu Setya dinilai telah berhasil dalam menyelamatkan lingkungan dari pencemaran minyak tumpah (oil spill) yang terjadi di darat maupun di laut, baik itu yang terjadi di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya.

Ilmu pengetahuan mengenai penanggulangan minyak tumpah tersebut baru berkembang sejak tahun 1960-an dan Bayu Setya merupakan pioner utama Indonesia yang memiliki keahlian tersebut.

Keahliannya sudah diakui secara internasional. Berkat keahliannya tersebut ia diundang untuk ikut serta dalam menanggulangi permasalahan minyak tumpah yang terjadi di Denmark, Inggris, Jepang, Amerika Serikat dan Thailand.

Selain itu, ia juga pernah terpilih sebagai satu dari tiga pembicara dari seluruh dunia pada International Symposium yang membahas mengenai penanggulangan minyak tumpah di Tokyo, Jepang pada tahun 2007.

Penghargaan International Award Carthage merupakan penghargaan yang diberikan oleh Accademia Premio Internazionale alla Cultura Cartagine di Italia yang dimulai sejak tahun 2001.

Pada edisi ke-13 tahun ini terasa sangat istimewa karena salah satu penerima penghargaan tersebut adalah orang Indonesia bernama Bayu Setya, MSc.

Mengingat bergengsinya pemberian penghargaan tersebut Dubes RI Roma menghadiri acara pemberian penghargaan dan sekaligus memberikan ucapan selamat dan bangga atas prestasi anak bangsa yang telah diakui secara internasional.

Sumber: antaranews.com

read more