close

20/08/2014

Kebijakan Lingkungan

Gubernur Aceh Sebut Perlu Aksi Nyata Lindungi Rawa Tripa

Pertemuan antara aktivis lingkungan Aceh yang tergabung dalam Tim Koalisi Peduli Rawa Tripa (TKPRT) dengan Gubernur Aceh, Dr. Zaini Abdullah, berlangsung Rabu pagi (20/8/2014) di Pendapa Gubernur, Banda Aceh. Gubernur Aceh yang didampingi oleh kepala dinas dan sejumlah stafnya menyatakan komitmennya untuk menjaga hutan Rawa Tripa dan meminta jajaran terkait di bawahnya segera merealisasikan rencana menjadikan Rawa Tripa sebagai hutan konservasi.

Pertemuan antara TKPRT dan Gubernur Aceh ini membicarakan tentang masa depan hutan gambut Rawa Tripa, Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh dan isu penambangan liar (ilegal mining). Sebanyak 15 aktivis dari TKPRT memenuhi ruang pertemuan namun dikarenakan waktu yang singkat hanya beberapa orang saja mendapat kesempatan berbicara.

Dalam kesempatan pertama, anggota TKPRT, T. Muhammad Zulfikar menjelaskan tentang kondisi hutan gambut Rawa Tripa terkini secara umum. Mantan Direktur Walhi Aceh periode 2009-2013 menceritakan kondisi Rawa Tripa sejak dikeluarkannya izin perkebunan untuk perusahaan dimasa Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (2007-2012) hingga kasus bergulir ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) di Banda Aceh. Kasus ini sendiri telah dimenangkan oleh aktivis lingkungan dimana MA telah mengeluarkan putusan hukum tetap mencabut izin perkebunan yang diberikan kepada PT Kallista Alam.

Pasca pengembalian hutan Rawa Tripa seluas 1.605 hektar maka menurut TKPRT hutan tersebut perlu direstorasi kembali hingga kembali seperti sediakala. Hutan gambut yang sebagian besar memiliki kedalaman lebih dari tiga meter tersebut banyak dikonversi menjadi sawit sehingga merusak ekosistem dan menghilangkan habitat satwa liar.

“Perlu ada peta yang jelas tentang hutan gambut, (sehingga tahu) berapa hutan Tripa yang perlu diselamatkan dengan cepat. Kami pihak LSM bersedia membantu melakukan restorasi di Tripa yang telah rusak,” kata T. Muhammad Zulfikar.

Selanjutnya Efendi Isma dari Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) lebih menyoroti tentang Qanun RTRW Aceh yang menurut kajian pihaknya masih mengandung banyak kekeliruan. Ia mengatakan penyusunan RTRW Aceh tidak aspiratif dan tidak melibatkan masyarakat luas. Qanun RTRW Aceh tidak memasukan Kawasan Ekosistem Leuser dan tidak memasukan permintaan masyarakat tentang pengakuan hutan adat.

“Kami beberapa waktu lalu menjumpai Kemendagri di Jakarta, mereka mengatakan bisa saja membatalkan dikarenakan substansinya banyak bertentangan. Menurut kami bila rumusnya saja sudah salah maka hasilnya bisa babak belur,” kata Efendi Isma.

Menanggapi pernyataan oleh dua aktivis lingkungan tersebut, Dr. Zaini Abdullah memberikan respon dengan mengatakan bahwa masalah kehutanan merupakan problem yang luar biasa yang dihadapinya sejak menjabat Gubernur Aceh. “Ada pihak-pihak yang tidak senang sehingga membawa kasus ini ke PTUN. Namun Alhamdulillah kita menang,”ujarnya.

Zaini berharap masyarakat sipil yang diwakili oleh LSM lingkungan dapat memberikan kritik yang membangun, bukan kritik yang meminta semuanya dibongkar.

“Tentang Rawa Tripa sendiri sudah bagus, kami akan buat telaahan staf. Aksinya yang perlu sekarang. Banyak (lahan) yang diserobot sekarang, sayang sekali. Padahal kita hanya bekerja untuk rakyat,”ucapnya.

Zaini Abdullah berharap pertemuan antara aktivis lingkungan dan Pemerintah Aceh bukan hanya berlangsung hari ini saja tapi juga perlu bertemu lagi lain hari. “Jika perlu duduk lagi, silahkan beritahu kami,” kata Gubernur Aceh yang terpilih dari Partai Aceh tersebut.[]

read more