close

December 2014

Kebijakan Lingkungan

Menteri ESDM: Indonesia Pengimpor Minyak Terburuk

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Sudirman Said menjadi pembicara utama dalam seminar nasional pengelolaan migas yang digelar Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Seminar nasional ini berlangsung Sabtu (27/12) di gedung AAC Dayan Dawood. Acara ini dihadiri dan dibuka langsung oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Turut juga hadir wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar, anggota DPR-RI, Nasir Jamil, Wakil DPRA T. Irwan Djohan, Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng, dan para pejabat lainnya.

Dalam sambutannya, Rektor Unsyiah menilai kegiatan ini sangat penting untuk digelar. Terlebih jika merujuk pada data dan fakta, Aceh termasuk provinsi yang kaya sumber daya alam termasuk minyak dan gas.

“Tapi pengelolaan sumber daya ini tidak akan berjalan baik jika tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, serta pemahaman yang benar tentang sumber daya alam” ujar Rektor di hadapan para tetamu dan ratusan mahasiswa Unsyiah.

Ia juga menambahkan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya mineral dan gas, buka semata-mata peran dari pemerintah Aceh tapi diperlukan juga peran dari semua pihak. Termasuk diantaranya para akademisi atau institusi pendidikan di Aceh. Terlebih saat ini di Aceh, pengaturan migas serta pengelolaannya telah diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) nomor 11 tahun 2006, yang menegaskan cara pemanfaatan mineral dan migas yang baik dan efisien.

“Harapan kami, semoga semua pihak pengiat migas yang hadir pada seminar ini, dapat terus bersinergi dengan Universitas Syiah Kuala untuk menemukan formulasi terbaik, dalam rangka efesiensi pengelolaan sumber daya alam Indonesia”

Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said yang hadir sebagai keynote speaker, menjabarkan beberapa tantangan ESDM yang terkait langsung dengan ketahanan nasional. Seperti  Rp 246 triliun dihabiskan untuk subsidi BBM dan LPG. Ini merupakan posisi terburuk di antara negara pengimpor minyak.

Tentu langkah-langkah konkret dilakukan demi peningkatan pembangunan sektor energi. Kebijakan itu dilakukan dengan meningkatkan  produksi energi primer seperti minyak, gas bumi, dan batubara. Meningkatkan cadangan operasional energi termasuk peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi. Hingga meningkatkan pengelolaan subsidi yang lebih transparan dan tepat sasaran.

Sudirman menyadari, sektor migas paling banyak disoroti oleh masyarakat. Bahkan ia mengaku, saat pertama kali menjabat, ia merasakan kepercayaan masyarakat begitu rendah terhadap sektor ini.
“Situasi hari ini merupakan hasil apa yang kita perbuat sepuluh tahun yang lalu. ESDM jadi begini, karena ada akumulasi problem dari sebelumnya.”

Ia pun teringat saat penunjukkan langsung oleh Presiden Jokowi beberapa bulan lalu. Jokowi mengatakan, jika sektor ini berat dan banyak godaan. Jadi dibutuhkan sosok yang jujur bukan sekedar pintar.

“Ini bukan saya memuji diri sendiri, ya!” ujar Sudirman yang disambut gelak tawa peserta.

Di hadapan mahasiswa Unsyiah, Sudirman juga berpesan untuk menyiapkan diri untuk kehidupan mendatang dan siap menyongsong jalan yang lurus. Menurutnya ada dua cara, yaitu jaga identitas diri dan bangun kompetensi.

“Zaman dulu, orang melihat Anda anak siapa dan berasal dari mana. Tapi sekarang, orang tidak melihat lagi Anda asal darimana, tapi bisa apa. Semoga semakin banyak orang lurus yang mau mengurus negeri ini.”

Seminar setengah hari ini turut dihadiri para dosen, dekan serta wali nanggroe Aceh. Acara ini juga membahas dinamika pengelolaan migas untuk kesejahteraan rakyat di Aceh. Turut menghadirkan pemateri Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Aceh Said Ikhsan, Presiden direktur PT Perta Arun Gas Teuku Khaidir, dan Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi. (rel)

read more
Ragam

Derita Korban Banjir Aceh Utara

Kondisi korban banjir di Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara kian memprihatinkan. Sampai kini, Rabu (24/12/2014) debit air terus bertambah sampai nyaris menenggelamkan rumah-rumah warga. Banjir dengan ketinggian rata-rata dua meter hanya menyisakan pintu dan atap rumah. Derita korban banjir pun sepertinya semakin panjang.

Banjir nyaris menenggelamkan rumah warga, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya'ban
Banjir nyaris menenggelamkan rumah warga, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya’ban

Banjir yang melanda sejumlah daerah di Kabupaten Aceh Utara, menimbulkan cerita pedih dari seorang warga. Salah satu rumah warga yang berkontruksi papan hanyut dibawa arus, milik Nurlina (36), warga Gampong Jok Kilometer Dua, Kecamatan Lhoksukon Aceh Utara. Rumah Nurlina dekat dengan tanggul sungai yang jebol sehingga hanyut dibawa arus banjir yang sangat deras. Tak ada puing yang tersisa.

“Rumah kakak saya tinggal pondasi, karena dibawa arus banjir sejak selasa kemarin. Lokasinya pun sangat dekat dengan tanggul jebol,” kata adik Nurlina, Nuraini kepada greenjournalist.net. Kakak beradik itu hanya bisa pasrah sambil menyaksikan rumahnya dibawa arus deras. Nurlina dan adiknya kini hanya mampu mendirikan tenda diatas tanggul irigasi yang tak jauh dari rumah lamanya.

Jalan raya di kota Lhoksukon yang lumpuh akibat banjir, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya'ban
Jalan raya di kota Lhoksukon yang lumpuh akibat banjir, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya’ban

Dampak lain, banjir menyebabkan akses lalu lintas lumpuh total.  Untuk menuju kota Lhoksukon, warga terpaksa melewati tanggul irigasi sebagai jalur alternatif.  Namun butuh fisik yang kuat untuk menempuh jalur sepanjang enam kilometer ini dipenuhi lumpur tebal. Banyak kenderaan roda dua dan pejalan kaki terjebak dilumpur. Jalur ini menjadi jalur alternatif warga pulang pergi Lhoksukon – Cot Girek. Lokasinya, terletak di kawasan Gampong Meunasah NgaLhoksukon Kilometer Tiga.

Masyarakat menempuh jalan alternatif di pinggir tanggul karena jalanan utama digenangi banjir, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya'ban
Masyarakat menempuh jalan alternatif di pinggir tanggul karena jalanan utama digenangi banjir, Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya’ban

Hal ini dilakukan warga karena jalan lintas Lhoksukon-Cot Girek sepanjang tiga kilometer yang biasa tak dapat dilintasi. Ketinggian air dijalan tersebut mencapai satu meter lebih. “ Sejak hari pertama banjir melanda Lhoksukon, kami gunakan tanggul irigasi sebagai jalur alternatif. Meski jauh, namun terpaksa gunakan jalan ini. Kami tak sanggup berjalan di air setinggi satu meter,” kata Irwansyah (43), salah satu pengguna roda dua yang melintas di jalur alternatif. Tak hanya itu, listrik dan sinyal telephone/ handphone pun ikut padam.

Banjir Meningkat

Pantauan greenjournalist.net, sampai dengan hari ini ketinggian air banjir terus bertambah. Awalnya, banjir sempat turun sekitar 5 cm selama empat jam. Namun sekitar pukul15:00 WIB sore tadi, banjir kembali naik lebih dari 5 cm. Banjir terparah terjadi di pusat kota Lhoksukon. Seluruh pertokoan digenangi air setinggi pinggang orang dewasa. Bahkan banjir menggenangi jalan negara Banda Aceh – Medan dengan ketinggian rata-rata setengah meter.

Warga terpaksa membuat saluran darurat di tanggul untuk mengalirkan banjir, Lhoksukon Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya'ban
Warga terpaksa membuat saluran darurat di tanggul untuk mengalirkan banjir, Lhoksukon Rabu (24/12/2014) | Foto: Chairul Sya’ban

Terkait bencana banjir ini, ketua Search and Rescue (SAR) Aceh Utara, Dahlan, mengatakan bahwa pihaknya sudah menurunkan tim ke titik terparah banjir. TNI dan Polri pun turun tangan membantu korban banjir. SAR, TNI dan Polri sudah menyiapkan belasan boat karet bermesin untuk mengevakuasi warga yang terjebak banjir.

Dahlan merincikan ada sekitar 19 kecamatan di Aceh Utara yang lumpuh akibat dilanda banjir. Ketinggian air pun bervariasi, mulai dari 30 cm sampai dua meter lebih. Ketinggian air yang melebihi satu meter, melanda sejumlah desa di pedalaman Aceh Utara. Bahkan tidak sedikit desa-desa yang dilanda banjir dengan ketinggian air tiga meter.

Kecamatan yang sedang dilanda banjir meliputi Kecamatan Langkahan, Lhoksukon, Baktiya, Baktiya Barat, Matangkuli, Tanah Luas, Tanah Pasir, Paya Bakong, Cot Girek, Lapang, Samudera, Meurah Meulia, Geureudong Pase, Syamtalira Bayu, Syamtalira Aron, Simpang Keuramat, Kuta Makmur dan Nisam.

Hingga berita ini disajikan, debit air terus bertambah secara perlahan. []

read more
Galeri

Bencana Banjir Landa Aceh

Hujan deras beberapa hari belakangan menyebabkan banjir melanda sebagian daerah Aceh Utara sejak Minggu (21/12/2014). Salah satu kawasan terparah dilanda banjir adalah Kecamatan Lhoksukon dan sekitarnya dimana air pada mencapai ketinggian 3 meter. Jalan lintas Banda Aceh – Medan pun terendam setinggi 30 cm sehingga menyebabkan transportasi terhambat. Masyarakat mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman dan pemerintah setempat telah menyiapkan bantuan emergensi | Foto: Chairul Sya’ban/greenjournalist.net

read more
Perubahan Iklim

Banjir Kembali Terjang Aceh Utara

Hujan deras terus mengguyur dalam sepekan terakhir ini mengakibatkan banjir kembali melanda sejumlah desa di Kecamatan Lhoksukon, Jum’at (19/14) dan meluas hingga ke tujuh desa di Aceh Utara. Sebelumnya, pada Rabu lalu banjir sempat melanda dua desa di kecamatan tersebut.

Desa yang digenangi banjir meliputi Desa Meunasah Krueng KM 5, Desa Dayah KM 6, Desa Kumbang KM 7, Desa Teungoh KM 8, Desa Buloh KM 9 dan Desa Geulumpang KM 10. Titik banjir yang terparah yaitu di Desa Kumbang KM 7 dan Desa Dayah KM 6.

Di titik yang terparah itu, banjir menggenangi badan jalan Lhoksukon-Cot Girek dengan ketinggian 40 cm. Sedangkan berdasarkan amatan GreenJournalist.Net, ketinggian banjir yang menggenangi rumah warga rata-rata 20 cm sampai 60 cm.

Sementara berdasarkan keterangan dari warga, banjir disebabkan curah hujan yang sangat tinggi. Tak hanya itu, tanggul jebol sepanjang sepuluh meter yang terletak di Desa Kumbang KM 7 juga belum diperbaiki. Walhasil, banjirpun kembali mengganas.

“Tanggul masih jebol dan belum ditangani oleh pihak terkait. Dan akhirnya, banjirpun kembali melanda tempat tinggal kami,” ujar Nasrullah (41), warga setempat.

Terkait bencana banjir ini, melalui handphone, Ketua TIM Search and Rescue (SAR) Aceh Utara, Dahlan, mengatakan, bahwa pihaknya belum bisa menurunkan tim untuk mengevakuasi korban banjir. Pihaknya hanya menerjunkan tim ke lokasi banjir terparah yaitu di Kecamatan Langkahan, Aceh Utara.

“Kita bukan tidak peduli terhadap banjir di Lhoksukon, karena kami masih sibuk mengevakuasi korban banjir di Kecamatan Langkahan. Di kecamatan itu, banjir mencapai ketinggian air dua meter lebih,” kata Dahlan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara, Munawar Ibrahim SE. Kata dia, pihaknya hanya bisa menurunkan tim untuk memantau di lokasi banjir Lhoksukon.

“Kita hanya bisa menerjunkan tim ke lokasi banjir untuk memantau ketinggian air dan bersiaga disana. Sedangkan untuk melakukan pengevakuasian, kita belum bisa melakukannya. Karena kami masih sedang mengevakuasi korban banjir di Langkahan. Disana, kita turunkan enam unit boat karet,” jelasnya.[]

Hingga berita ini diturunkan, korban banjir hanya bisa dibantu oleh pihak Koramil 08 Lhoksukon. Banjir pun kian meluas dengan debit air yang terus menambah.

read more
Green Style

Mengembangkan Ekowisata Gunung Leuser

Menghabiskan waktu libur di hutan yang dipenuhi pohon raksasa, dikelilingi oleh satwa liar Sumatra. Sudah beberapa hari saya menghabiskan malam di tanah Aceh. Namun malam ini adalah malam terpulas saya: terlelap di dalam kantong tidur di atas pondok kayu, di tengah dekapan dinginnya hutan.

Dari balik pondok kayu, air terdengar deras mengalir. Dan pagi itu suara hutan seolah membangunkan semua pengunjung yang tidur di pondok kayu. Ada tiga pondok kayu yang dapat digunakan di sana, setiap pondok dapat menampung tiga orang.

Satu bilik kamar mandi dengan bak penampung air yang cukup besar, tersedia di bagian tengah. Air dalam bak selalu berlimpah dan tumpah, karena isinya berasal dari sungai yang bergejolak di samping pondok.

Joop Hege seorang pelancong muda berkebangsaan Belanda yang sudah menghabiskan lebih dari tiga malam di sana, awalnya bagai tersihir oleh cerita keindahan Kedah dari pelancong lain yang ia temui di jalan, dalam perjalanannya melintasi Sumatra. Ia pun mengaku amat betah di tempat ini, tempat yang nyaman untuk bersatu dengan alam. Ia menghabiskan hari-harinya dengan keluar masuk hutan, juga menginap di tenda.

Di setiap pondokan tersedia tiga buah kasur dan tiga buah kantong tidur, dan makanan tersedia saat sarapan dan malam hari di salah satu pondok makan, di dekat dapur yang apinya selalu didekati para pelancong untuk menghangatkan badan.

Rajali Jemali atau yang dikenal dengan panggilan Mister Jali bersama beberapa rekannya dari Dusun Kedah, Desa Panosan Sepakat, Kecamatan Blangjerango, Kabupaten Gayo Lues, Nangroe Aceh Darussalam, mengelola penginapan serta wisata jelajah hutan di kaki Gunung Leuser ini.

IFACS (Indonesia Forest and Climate Support), sebuah program yang bernaung di bawah USAID, menggandeng Indecon (Indonesia Ecotourism Network), sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam pengembangan dan promosi ekowisata di Indonesia, untuk menggerakkan masyarakat mengembangkan ekowisata di daerah Kedah ini.

Mengapa ekowisata? “Kami percaya bahwa ekowisata punya dampak untuk mengembangkan ekonomi tanpa emisi karbon yang tinggi,” ujar Tisna Nando, Communication Specialist IFACS untuk daerah Aceh. Tak hanya di Gayo Lues, IFACS juga mengembangkan ekowisata di Aceh Tenggara dan Aceh Selatan.

Sumber: NGI

read more
Ragam

Tanggul Jebol, Banjir Rendam Aceh Utara

Banjir, memang bukan hal yang baru di alami warga di Kabupaten Aceh Utara. Tiap akhir tahun dikala musim hujan datang, banjir kerap menghantui warga. Meskipun sudah terbiasa, namun hal ini justeru masih membuat warga kesal.

Seperti yang terjadi di dua Desa Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Dua Desa masing-masing Desa Dayah KM 8 dan Desa Kumbang KM 7, dilanda banjir dengan ketinggian air 20 cm-50 cm, pada Rabu (17/12/2014). Banjir yang terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul sepanjang tujuh meter dan hujan deras yang mengguyur selama satu hari satu malam.

Pengguna jalanpun kesulitan melintas di jalan Lhoksukon-Cot Girek yang sedang digenangi banjir setinggi 20 cm. Tak hanya itu, sampah-sampah kayu yang dibawa arus banjir ke jalanan juga menyulitkan pengendara sepeda motor.

Dilokasi banjir, Danramil 08 Lhoksukon, Kapten. Inf. Saifullah, bersama anggotanya dan Tim Search and Rescue (SAR) Aceh Utara siap siaga dan siap mengevakuasi warga jika banjir semakin parah. Tim tiba dilokasi banjir setelah menerima informasi dari masyarakat.

“Kita disini siap membantu warga. Sepertinya debit air banjir inipun terus bertambah. Banjir terjadi karena ada tanggul yang jebol,” ujar Danramil, Kapten. Inf. Saifullah, kepada GreenJournalist.

Sementara dari pantauan GreenJournalist dilokasi, sejumlah warga mengemas barang berharga dan menggiring hewan peliharaan mereka ke tempat yang tidak tergenang banjir.

Menurut warga, banjir mulai datang sejak pukul 15:00 WIB yang mengikuti hujan deras. Arus yang datang sangat deras. Walhasil, dalam hitungan menit banjir pun merendam pemukiman warga.

“Kami tak mengira bahwa banjir datang secepat ini,” ujar Wahid (39) warga setempat.

Tidak ada korban jiwa akibat musibah banjir tersebut, warga pun tidak mengungsi. Namun hingga berita ini diturunkan, debit air terus bertambah dan arus semakin deras.[]

read more
Ragam

Green Journalist Raih Penghargaan Cipta Karya

Jurnalis Greenjournalist.net kembali meraih penghargaan dalam lomba gelar juara karya tulis jurnalistik yang dilaksanakan oleh Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Dinas Cipta Karya, Kementerian PU dalam rangka sosialisasi Qanun Bangunan Gedung. Pengumuman sekaligus pemberian penghargaan di lakukan pada Jumat malam (12/12/2014) di Banda Aceh. Lomba ini dilaksanakan dalam rangka penyebarluasan informasi bidang penataan bangunan dan lingkungan. Karya tulis yang diperlombakan bertema; “Sudah Laikkah Bangunan Gedung di Aceh Pasca 10 Tahun Tsunami”.

Lomba karya tulis dibagi dalam dua kategori yaitu kategori Straight news dan kategori feature. Muhammad Nizar Abdurrani, jurnalis greenjournalist.net meraih juara II untuk kategori feature lewat tulisannya yang berjudul “Melihat Kualitas Bangunan di Aceh Pasca 10 Tahun Tsunami“. Juara I kategori ini diraih oleh jurnalis acehonline, Fauji Yudha dengan featurenya yang berjudul Noktah Hitam Pusaka Putih. Sedangkan juara ke III diraih oleh Salman Madira, dengan karya yang berjudul Rumah Tahan Bencana Warisan Leluhur, wartawan okezone.com.

Sementara untuk kategori straight news, juara I Adi Warsidi, wartawan Tempo dengan judul tulisan Gedung Penyelamat Jika Tsunami Datang Lagi ke Aceh, juara II Sulaiman, wartawan Rakyat Aceh dengan judul Refleksi Satu Dasawarsa Tsunami Aceh, Bangunan Gedung belum Perhatikan Aspek Bencana, dan juara III M Arief Rahman, wartawan Fokus Aceh: Masih Terjadi Kesemrautan dalam Tata Ruang.

Salah seorang unsur panitia lomba karya tulis jurnalistik, Fahmi Yunus menginformasikan, dari belasan karya yang masuk ke panitia, dinilai oleh tim juri yang terdiri dari Teuku Faisal Riza ST (Dinas Cipta Karya), Nasir Nurdin (Serambi Indonesia), dan Maimun Saleh (AJI Banda Aceh).

Kepala Satker PBL Provinsi Aceh, T Faisal Riza ST dalam pidatonya ketika menutup rangkaian kegiatan penyebarluasan informasi bidang penataan bangunan dan lingkungan di Gedung AAC Dayan Dawood-sekaligus penyerahan hadiah juara karya tulis dan pengelola stand Expo Sosialisasi PBL, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu suksesnya kegiatan yang dilaksanakan.[]

Sumber: serambinews.com

read more
Energi

Swasembada Energi, Mungkinkah ?

Beberapa hari lalu chairman of Indonesia Petroleum Association – organisasi yang menaungi 58 operator minyak dan gas besar di Indonesia – menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negeri pengimpor energi terbesar pada tahun 2019. Dengan produksi yang hanya 798,000 barrels oil per day (bopd), konsumsi kita kini sudah mencapai 1.6 juta bopd dan terus meningkat. Ketergantungan kita pada impor energi yang semakin besar akan bisa mengganggu kedaulatan negeri ini secara keseluruhan. Apa yang bisa kita perbuat ?

Sama dengan ketergantungan pangan impor yang kini tengah menyadarkan bangsa ini untuk berjuang sekuat tenaga untuk bisa swasembada pangan dalam arti yang sesungguhnya, perjuangan untuk swasembada energi mestinya juga tidak kalah pentingnya.

Tetapi mengapa perjuangan kearah swasembada energi belum ada tanda-tanda untuk dimulai atau setidaknya diniatkan?  Padahal problem besarnya sudah di depan mata bahkan hanya dalam satu periode pemerintahan ini saja – kita sudah akan menjadi importer energi terbesar di dunia ? Bisa jadi karena besarnya masalah dan tantangan yang ada – membuat kita bahkan berniat untuk mandiri energi saja awang-awangen.

Semua masalah menjadi besar karena dilihat dari kacamata manusia. Tidak demikian di mata Allah, Tidak ada sesuatu yang terlalu besar dihadapan Dia Yang Maha Besar. Maka di sinilah sebenarnya letak kuncinya bila kita ingin bisa mengatasi problem-problem besar kita, yaitu memohon petunjuk dan pertolonganNya.

Untuk bidang energi ini setidaknya ada tiga petunjuk spesifik di Al-Qur’an yaitu di Surat Yaasiin 80, Al-Waqi’ah 71-72 dan An-Nur 35. Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang menjelaskan Surat Yaasiin ayat 80 : “yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” – mengutip pernyataan Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud kayu yang hijau itu adalah pohon Marakh atau Markh dan pohon ‘Afar.

Hasil perncarian saya tentang pohon Marakh ini ketemu nama latinnya yaitu Leptadenia pyrotechnica dari family Asclepiadaceae. Menariknya adalah nama latin pyrotechnica – ini mempunyai arti pembuat api. Artinya masyarakat yang tinggal dimana pohon tersebut berada mengenalnya sebagai pohon untuk membuat api.

Tanaman ini menyebar luas di Hijaz, Afrika Utara, Asia Tengah dan di Mediterania. Tanamannya seperti semak, selain digunakan untuk membuat api – bisa dibuat sayur dan bahkan juga bahan untuk berbagai pengobatan. Bila ada teman-teman yang lagi berada di daerah-daerah tersebut, saya akan sangat berterima kasih bila bisa membawakan saya oleh-oleh untuk benihnya.

Jadi pohon sumber api atau energi bisa berarti pohon-pohon hijau specific seperti Marakh dan ‘Afar (yang ini saya belum ketemu nama latin atau nama lokalnya), tetapi juga bisa berarti pohon hijau lainnya.

Yang terakhir ini dikuatkan oleh Surat An-Nur ayat 35 : “… yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon Zaitun …”. Minyak yang digunakan untuk menyalakan api – itulah energi bahan bakar kita kini.

Karena bahan bakar fosil kita – yang juga berasal dari pohon hijau jutaan tahun lalu – terus menipis, Marakh dan ‘Afar kita belum punya, Zaitun baru mulai menanam dan mensosialisasikan ke masyarakat luas – maka pencarian sumber-sumber energi dari pohon yang hijau dapat terus diperluas ke berbagai tanaman yang sudah (mudah) tumbuh secara luas di negeri ini.

Selain sawit yang sudah diproduksi sangat luas yang hasilnya bisa untuk minyak makan dan juga bahan bakar, demikian juga minyak kelapa – masih sangat banyak jenis tanaman lain penghasil minyak. PUSPITEK pernah mengungkapkan ada lebih dari 60 jenis tanaman di Indonesia yang menghasilkan minyak, di dunia ada lebih dari 100 jenis tanaman.

Dari sinilah kemudian kita bisa belajar bahwa bahkan ‘prediksi’ krisis energi-pun bisa diantsisipasi dengan gerakan menanam secara sungguh-sungguh seperti yang dilakukan Nabi Yusuf ‘Alaihi Salam ketika memprediksi Mesir akan paceklik pangan (QS 12:47).

Sementara pencarian solusi energi yang canggih-canggih seperti energi nuklir, energi matahari, gelombang laut, hydrokinetic dlsb bisa dilakukan para ahlinya masing-masing, rakyat kebanyakan bisa terlibat dengan kegiatan menanam ‘energi’ rame-rame sehingga pada waktunya nanti diperlukan tinggal mengolahnya.

Seperti petunjuk di surat An-Nur 35 tersebut diatas, maka yang kita tanam-pun sebaiknya tanaman yang multi-purpose. Seperti Zaitun yang minyaknya bisa menjadi minyak makan maupun minyak untuk bahan bakar, maka jenis tanaman seperti ini yang insyaAllah jauh lebih luas manfaatnya bagi masyarakat.

Bila yang ditanam tanaman khusus energi seperti tanaman jarak misalnya, ketika tidak diolah sebagai bahan bakar – kita tidak bisa menggunakannya sebagai bahan pangan, akibatnya banyak penanam jarak yang tidak bisa menikmati hasilnya karena industri penunjang minyak jarak yang belum berjalan.

Selain Zaitun, contoh tanaman multi-purpose versi lokal adalah pohon kelor atau Moringa oleifera. Daunnya bisa menjadi sumber nutrisi bergizi tinggi dan bahan obat herbal, buahnya mengandung minyak yang cukup tinggi sekitar 40 % berat kering. Minyak kelor atau ben oil selain sebagai minyak terbaik kedua setelah Zaitun, juga bisa menjadi biodiesel bila memang waktunya dibutuhkan.

Berbeda dengan Zaitun yang sebagian orang masih sulit diyakinkan bahwa tanaman ini insya Allah bisa tumbuh sempurna juga di Indonesia, kelor sudah terbukti mudah tumbuh dimana-mana. Cabang yang dipotong (stek) dan ditancapkan di tanah saja insya Allah akan bisa tumbuh baik.

Kalau kita mulai menanam pohon ini rame-rame dari stek sekarang, insyaAllah lima tahun lagi tahun 2019 pohon-pohon tersebut sudah akan mulai berbuah dan mulai bisa kita petik hasilnya untuk minyak makan ataupun bahan bakar. Tentu belum akan cukup untuk mengatasi problem bahan bakar saat itu ketika negeri ini menjadi pengimpor energi terbesar di dunia, tetapi setidaknya saat itu orang bisa melihat adanya cahaya diujung terowongan yang gelap. Bahwa ada solusi alternatif yang kita semua bisa terlibat didalamnya, kalau belum bisa mengatasi masalah saat ini setidaknya ada harapan untuk bisa mengatasi masalah itu nantinya.

Untuk masyarakat bisa rame-rame menanam kelor, kami sudah mengumpulkan ribuan batang stek kelor di Jonggol Farm. Masyarakat bisa memintanya gratis ke kami untuk satu atau dua pohon, sepuluh atau dua puluh pohon – kalau butuhnya banyak bisa ikut mengganti ongkos pengumpulan dan transportasinya. Yang mau menanamnya dari biji, insyaAllah juga kami sediakan cukup banyak. Hanya mohon maaf tidak bisa dikirim karena kami prioritaskan yang mengambil sendiri sekaligus belajar menanamnya – agar meningkatkan peluang keberhasilan.

Untuk mengolah biji kelor menjadi minyak makan auatupun minyak diesel, mesin-mesin perdananya insyaAllah sudah akan bisa kita miliki dalam beberapa bulan kedepan. Setelah jelas model mesin yang paling efektif untuk pengolahan minyak kelor ini, baru digandakan untuk bisa dimiliki masyarakat secara luas – lima tahun insyaAllah cukup untuk menghasilkan mesin yang efektif untuk memproses minyak kelor tersebut.

Bisa jadi ini langkah yang sangat kecil dibandingkan dengan problem yang sangat besar yaitu problem energi nasional, tetapi dengan cara turun langsung dan melibatkan diri kita dalam berjuang mengatasi masalah besar ini – mudah-mudahan bisa menjadi jalan untuk terkabulnya do’a kita kepadaNya.

Sebab salah satu do’a yang terkabul adalah do’anya orang-orang yang secara sungguh-sungguh terjun langsung di medan perjuangan dan tidak duduk-duduk saja menunggu hasil. Dalam perang Badr, tentara umat ini sedikit dan perlengkapannya serba terbatas – tetapi unggul melawan tentara musuh yang jauh lebih banyak dan dengan perlengkapan perang yang jauh lebih lengkap – karena do’a-do’a tentara umat yang sedikit itu terkabul.

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS 8 : 9-10)

Dari pada duduk-duduk mengutuki kegelapan karena langkanya energi yang akan datang, alangkah baiknya bila kita mulai berusaha untuk bisa menyalakan ‘lilin-lilin’ kita sendiri. InsyaAllah kita bisa.[]

Sumber: geraidinar.com

read more
1 2
Page 1 of 2