close

09/01/2015

Kebijakan Lingkungan

Sampah Menggunung, Warga Tak Bekerja Sama, Pejabat Marah

Aroma tak sedap tercium di sudut kota pertokoan Lhoksukon, Aceh Utara. Lalat hijau beterbangan, bahkan terdengar nyaring suara sayapnya. Para pejalan kaki tak tahan dengan aroma itu, mereka menutup hidung dan mengibaskan tangan mengusir lalat.

Jelas, semua itu berasal dari sampah sisa banjir di Lhoksukon yang sudah sepekan ini tak pernah berkurang meskipun pihak Dinas Kebersihan, Pasar dan Pertamanan (DKPP) Aceh Utara setiap harinya mengangkut sampah-sampah itu.

Hingga akhirnya pada Rabu (07/01/2015) pukul 08:30 WIB, satu unit mobil kijang warna hitam mendadak berhenti tepat didepan tumpukan sampah yang menggunung setinggi tiga meter berbau busuk.

Salah satu penumpang mobil keluar, sementara sang supir tetap menunggu di dalam. Pria tinggi besar berkulit putih ini langsung mengarahkan jari telunjuk kanannya ke arah sampah yang menggunung.

Ternyata, dia adalah M. Dahlan SE, Kepala DKPP Aceh Utara. Dia memerintahkan empat unit truck pengangkut sampah untuk berhenti dan mengangkut sampah-sampah yang menggunung di pinggiran pertokoan jalan Pang Lateh dan Pang Nanggroe Lhoksukon.

Mendengar perintah sang komandan, masing-masing supir truk berhenti. Mereka berbagi tugas. Dua armada mengangkut di jalan Pang Lateh dan Pang Nanggroe, sedangkan duanya lagi mengangkut di jalan Tgk Chik Ditiro dan Tgk Chik Ditunong.

Turunlah kemudian petugas sapu bersih. Berbagai alat di siapkan. Petugas berbaju kuning tanpa pengaman mulut atau hidung bekerja memuat sampah yang menggunung.

Sang Kadis marah, wajahnya terlihat asam, matanya memerah. Belakangan diketahui bahwa dirinya marah karena warga yang miliki pertokoan sama sekali tidak punya kesadaran untuk saling menjaga lingkungan.

Wartawan greenjournalist.net, Chairul Sya’ban, mengajaknya berbincang sejenak. Sambil memimpin anak buahnya mengangkut sampah, sang Kadis inipun tetap melayani pertanyaan yang diajukan greenjournalist.net.

“Saya emosi karena para pemilik toko sama sekali tidak punya rasa kesadaran untuk sama-sama menjaga lingkungan. Kami cuma minta untuk membersihkan masing-masing saluran drainase,” ucap M Dahlan.

Sejak banjir surut pada Sabtu (27/12/2014) lalu, saluran drainase sudah pada bersih dikerjakan oleh pekerja pengangkut sampah DKPP. Malah belakangan, drainase kembali dipenuhi sampah-sampah baru.

Padahal, pihaknya sudah membagikan 200 unit tong sampah kepada masing-masing pemilik toko khususnya di Lhoksukon. Namun, sama sekali tak di indahkan.

Pihaknya juga sempat memberlakukan pengutipan biaya pekerja pengangkut sampah. Masing-masing toko wajib membayar iuran bulanan sekitar 50 ribu perbulannya. Lantas, aturan ini juga tidak di indahkan.

“Ramai yang tidak mau bayar. Okey saya bilang, tapi sampahnya tolong dibuang ketempat yang sudah disediakan. Tapi apa yang terjadi, malah sampah yang kian menumpuk dan berserakan. Sedangkan tong yang sebelumnya sudah kita bagikan malah hilang,” kesal M Dahlan.

Suasana pusat Kota Lhoksukon tentunya menjadi pemandangan yang menjijikan untuk saat ini akibat sampah yang membludak. Empat unit armada angkutan sampah disertai belasan pekerja sapu bersih kualahan setiap harinya mengangkut sampah-sampah sisa banjir ini.

Siapa sangka, sejak banjir surut dalam sepekan ini saja sampah yang sudah diangkut nyaris mencapai seribu ton. Bukannya malah berkurang, sampah yang berupa puing-puing barang toko dilempar begitu saja ke halaman.

“Nyaris mencapai seribu ton sampah sisa banjir di 26 kecamatan yang terkena banjir. Paling banyak sampah yang menumpuk hanya Lhoksukon,” kata Dahlan dengan blak-blakan.

Dahlan menjelaskan sebab musabab bencana banjir yang terjadi pada akhir tahun 2014 di kabupaten Aceh Utara. Tentunya kita sudah tau apa sebab banjir selain takdir. Saluran yang tersumbat dan pembalakan liar menjadi faktor utamanya.

Tak terasa, perbincangan wartawan greenjournalist.net dengan Kadis DKPP ini berlangsung sudah satu jam. Sang kadis juga mengakhiri perbincangannya.

Sampah-sampah yang diangkut kemudian dibawa ke lokasi Tempat Penampungan Akhir (TPA). Berjarak sekitar 10 kilometer dari Pusat Kota Lhoksukon, tepatnya di Desa Teupin Keube Lhoksukon.

Orang-orang DKPP kemudian pergi usai membereskan sampah yang menggunung. Maka, munculah sebagian pemilik toko yang juga emosi dengan Dahlan.

Seakan tak sadar dengan apa yang disampaikan pihak DKPP. Sebagian pemilik toko tetap saja ngotot tak akan membantu pihak DKPP untuk membersihkan saluran drainase yang dipenuhi sampah.

“Biarkan saja, mereka kan ada gaji tiap bulan. Sedangkan tong yang sebelumnya diberikan, sebagian sudah hanyut dan sebagian ada yang dibawa pulang ke rumah,” ucap seorang warga, Azhar. []

read more