close

January 2015

Ragam

Bersih-bersih Pasca Banjir Besar Aceh Utara

Lonceng berbunyi pertanda kelas segera dimulai. Begitu biasanya setiap pagi pukul 07:45 WIB di semua sekolah yang berada di Aceh. Namun hari ini beda, ini bukanlah lonceng untuk masuk kelas, melainkan pertanda bahwa gotong royong sudah bisa dimulai.

Sang guru mengarahkan murid-murid menyiapkan peralatan. Sebagian memegang sapu, cangkul, sekop, ada pula yang memegang timba. Begitu suasana di MTsS Peutoe Lhoksukon, Aceh Utara di hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang, Senin (05/01/2015).

Seperti pendidikan ala militer, sang murid langsung mengerjakan perintah sang guru tanpa menolak perintah. Masing-masing murid mulai sibuk mengangkat meja dan kursi untuk dijemur diterik matahari.

Menjemur dokumen dan peralatan sekolah yang basah terendam banjir | Foto: Chairul Sya'ban
Menjemur dokumen dan peralatan sekolah yang basah terendam banjir | Foto: Chairul Sya’ban

Hanya sebagian peralatan mobiler yang masih bisa dipakai. Sebagiannya lagi rusak akibat terendam banjir. Surat-surat penting di ruang dewan guru juga ikut jadi korban, tak ada satupun dokumen yang masih bisa dipakai.

Kondisi yang demikian akibat banjir bandang setinggi tiga meter yang menghantam 26 Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara. Ditambah lagi kondisi sekolah yang terletak tidak jauh dari tanggul sungai yang jebol, tepatnya di Desa Joek KM II Lhoksukon.

Lumpur tebal setinggi 20 centimeter nyaris tak mau lekang bagai sahabat dengan lantai kelas. Dengan bantuan air yang keluar deras dari selang mesin pompa air, si lumpur menyerah.

“Alhamdulilah, akhirnya lumpurnya bisa lekang dari lantai ruang kelas kita. Kalau tidak, maka kelas ini bisa jadi kandang sapi. Karena lumpur yang lengket pasti bisa tumbuh rumput nantinya,” kata Wakil Kepala Sekolah MTsS Peutoe, Putri Zuliati SPd.I, kepada muridnya.

Kelas yang dipenuhi lumpur sisa banjir | Foto: Chairul Sya'ban
Kelas yang dipenuhi lumpur sisa banjir | Foto: Chairul Sya’ban

Bocah-bocah berseragam terus bekerja melaksanakan perintah, sang gurupun turut membantu. Dalam waktu tiga jam, sebagian ruang kelas mulai bersih mengkilau setelah dicuci. Ada empat ruang kelas disekolah itu, ruang dewan guru hanya satu.

Hal serupa juga terlihat di sekolah MTsN Lhoksukon. Sekolah yang menitikberatkan pada pelajaran agama Islam ini juga diterjang banjir. Kantor dewan guru yang lebih tinggi lantainya dibanding ruangan lain malah ikut terendam banjir setinggi lutut. Sedangkan di halaman rambut orang dewasa nyaris tidak kelihatan tertutup banjir.

Muridnya juga sibuk membersihkan kelas. Sedangkan guru, sibuk menjemur surat-surat penting yang basah terendam. Banyak sekali dokumen yang tidak bisa dipakai lagi.

“Semua dokumen penting rusak total. Ya, tak bisa berbuat apa, sudah takdir. Ini musibah, bukan karena disengaja,” ungkap Kepala Sekolah MTsN Lhoksukon, Hamdani A Jalil.

Kerugian di sekolah itu bahkan mencapai 1 milyar lebih. Kerugian yang terjadi karena banyaknya mobiler dan fasilitas belajar mengajar rusak parah.

Sementara jika di hitung total kerugian seluruhnya untuk sekolah yang ada di Lhoksukon, kerugian mencapai 15 milyar lebih. Kerugian dialami oleh 36 sekolah dari 42 sekolah di Lhoksukon.

“Dari 42 sekolah di Lhoksukon, hanya 36 sekolahan yang turut terendam banjir. Kerugian pun mencapai 15 Milyar lebih,” jelas Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Lhoksukon, Usmani SPd.

Wartawan greenjournalist.net, Chairul Sya’ban, terus memantau kondisi ini hingga Selasa (06/01/2015). Disisi lain, banjir juga menyisakan ribuan ton sampah di 26 Kecamatan yang dilanda banjir.

Petugas membersihkan sampah akibat banjir di Lhoksukon  | Foto: Chairul Sya'ban
Petugas membersihkan sampah akibat banjir di Lhoksukon | Foto: Chairul Sya’ban

Tumpukan sampah kian menggunung di sudut-sudut kota. Kota Lhoksukon salah satu kawasan yang terparah akibat banjir dan kawasan yang paling banyak dipenuhi sampah sisa banjir.

“Sejak banjir surut, sampah sisa banjir yang sudah kami angkut mencapai seribu ton. Yang paling banyak adalah di Lhoksukon,” kata Kepala Dinas Kebersihan, Pasar dan Pertamanan (DKPP) Aceh Utara, M. Dahlan SE, kepada greenjournalist.net.

Jalan rusak tepatnya di daerah Landing lhoksukon | Foto: Chairul Sya'ban
Jalan rusak tepatnya di daerah Landing lhoksukon | Foto: Chairul Sya’ban

Ruas jalan Banda Aceh – Medan juga ikut jadi korban. Kondisi jalan semakin membahayakan pengguna jalan. Banyak lubang-lubang besar yang menganga dan kerikil bertaburan disana. Batu kerikil dan debu juga berterbangan menyulitkan pengguna jalan.

read more
Ragam

Sisi Lain Bencana Banjir Aceh

Bencana selalu saja menyisakan kepedihan dan kerugian bagi para korban. Banjir yang merendam Aceh Utara beberapa waktu lalu menyisakan barang-barang dagangan yang rusak dan berlumpur. Para pedagang di Ibukota Aceh Utara, Lhoksukon mengaku menderita kerugian akibat banjir menerjang beberapa hari lalu. Dimana sebagian barang-barang dagangan tak bisa digunakan lagi karena rusak terendam banjir setinggi tiga meter.

Kondisi yang demikian pun membuat pedagang terpaksa menjual sisa-sisa dagangan secara obral dengan harga yang sangat murah. Meskipun sisa-sisa barang itu dipenuhi lumpur, namun masih bisa digunakan. Hanya saja dagangan itu telah dianggap barang bekas. Pembeli pun berjejer membeli barang murah yang masih tetap bagus manfaatnya.

Berbagai macam jenis dagangan seperti barang kelontong (gelas, piring,), pakaian, sandal, sepatu, elektronik dan mainan anak dijual dengan setengah harga modal. Walhasil, para pembeli yang terdiri dari ibu-ibu justeru ramai-ramai memborong barang-barang bekas tersebut.

Adi (31), salah satu pedagang toko kebutuhan olahraga di Lhoksukon mengatakan, dirinya rugi hingga mencapai 25 Juta. Kerugian itu paling banyak dari modal harga sepatu bola.

“Kerugian yang saya alami mencapai 25 juta. Karena terlalu banyak sepatu bola dan celana training yang tidak bisa digunakan lagi akibat lumpur banjir yang tak bisa hilang kalau dicuci,” keluhnya kepada greenjournalist.net, beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu tambahnya, agar kerugian tidak terlalu meningkat, dirinya mencoba untuk menjual sepatu bola dan celana bekas dengan harga 30 ribu sampai 50 ribu.

Biasanya, kata Adi, sepatu bola dijual dengan harga Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Sedangkan celana training sebelum banjir dijual dengan harga 120 ribu, kini jadi harga 30 ribu.

Ditempat terpisah, kondisi yang sama juga dialami oleh Thalib (40), salah satu pedagang kelontong di jalan Panglateh Lhoksukon. Namun kerugian yang dialami Thalib lebih parah dibandingkan kerugian Adi. Apalagi setengah barang-barang kelontong milik Thalib masih hutang.

“Setengah barang-barang ini padahal masih hutang di Medan, namun malah hancur menjadi puing-puing bekas akibat banjir ini. Akibatnya saya rugi sampai 50 juta,” keluh Thalib.

Thalib juga menjual sisa-sisa dagangannya itu yang masih bisa digunakan. Pembeli pun harus mencuci sendiri jika hendak membeli barang-barang tersebut.

Untuk piring, Thalib menjual dengan harga Rp 10 ribu perlusin. Begitu juga gelas dan mangkuk. Harga itu justeru jauh lebih murah dibandingkan harga jual biasanya.

Kondisi seperti ini mulai berlaku sejak banjir surut pada Sabtu lalu. Di hari pertama banjir surut, para pedagang malah menjual sisa-sisa dagangannya lebih murah lagi dibandingkan hari ini.

read more
1 2
Page 2 of 2