close

February 2016

Green Style

Lestari Training Jurnalis Lanskap Leuser

Lebih kurang 50 peserta yang berasal dari Banda Aceh, Gayo Lues, Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya mengikuti training jurnalis lanskap Leuser yang diselenggarakan oleh Program Lestari selama tiga hari (26-28) di Banda Aceh. Jurnalis yang mengikuti kegiatan ini terdiri dari jurnalis media cetak, online, televisi, radio dan blogger. Para jurnalis dilatih untuk membuat berita yang bermanfaat bagi advokasi lingkungan terutama kaitannya dengan bentang alam Leuser.

Acara yang dibuka sekitar pukul 09.30 pagi itu menghadirkan pemateri dari Lestari sendiri yaitu Cut Meurah Intan dan Rezki Mulyadi (Communication Lestari) dan Muhammad Nizar (Green Journalist Aceh) pada hari pertama. Selanjutnya peserta akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu menulis, fotografi dan video. Masing –masing kelompok akan difasilitasi oleh Adi Warsidi (TEMPO/Ketua AJI) untuk menulis, Chaideer Mahyuddin (AFP/Acehkita/ANC) untuk fotografi dan Davi Abdullah (KompasTV) untuk video.

Rezki Mulyadi dalam kesempatan tersebut banyak memaparkan bagaimana peran jurnalis dalam program Lestari Leuser ini sendiri. Mantan jurnalis radio di Makassar ini mengatakan jurnalis harus memberikan pencerdasan kepada masyarakat. “Jangan hanya menulis untuk memenuhi quota saja. Menulis harus menjadi alat perjuangan dan media interaksi bagi komunitas,”ucapnya. Ia menambahkan kegiatan kampanya melalui jurnalistik diarahkan agar publik mendapatkan manfaat berupa manfaat sosial, manfaat intelektual serta manfaat praktis.

Lestari sendiri telah meluncurkan program kampanye yang bertajuk #Leuserpermatadunia agar menarik perhatian masyarakat internasional.

Sementara Direktur Green Journalist Aceh lebih banyak memaparkan tentang bagaimana jurnalistik lingkungan dapat diterapkan dengan baik pada program Lestari ini. Ada banyak tema yang bisa diangkat dari sektor kehutanan. Selalu saja ada ide untuk membuat artikel, jadi jangan hanya sampai menunggu peristiwa terjadi atau bencana baru menulis. Hasil riset-riset kehutanan juga menjadi bahan yang menarik sebagai penulisan artikel.

Kegiatan Lestari dilaksanakan di enam lanskap strategis di tiga pulau terbesar Indonesia, yang memiliki sebagian tutupan hutan primer yang masih utuh dan memiliki simpanan karbon terbesar. Di Sumatra bagian utara, Lanskap Leuser mencakup Kabupaten Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya, termasuk Taman Nasional Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Di Kalimantan Tengah, Lestari bekerja di Lanskap Katingan-Kahayan, yang mencakup Kabupaten Pulang Pisau, Katingan dan Gunung Mas, Kotamadya Palangkaraya, dan Taman Nasional Sebangau dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Lestari juga bekerja di empat lanskap di Papua. Lanskap Sarmi dan Cyclops terletak sepanjang pesisir utara. Lanskap Lorentz Lowlands, mencakup Kabupaten Mimika dan Asmat ditambah sebagian dari Taman Nasional Lorentz, dan Lanskap Mappi-Bouven Digoel yang terletak di pesisir selatan Papua. LESTARI memiliki kantor pusat di Jakarta, dengan kantor cabang di setiap lanskap dan di ibukota Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Papua.[]

read more
Kebijakan Lingkungan

Pro Geram Demo DPR Aceh Tuntut Revisi Qanun Tata Ruang

Sejumlah mahasiswa yang menamakan diri sebagai Koalisi Mahasiswa Pro Gerakan Masyarakat Menggugat(Pro Geram) melakukan aksi demontrasi di depan Gedung DPR Aceh, Banda Aceh, Rabu (24/2/2016). Unjuk rasa dilakukan sekitar 20-an mahasiswa berkaos kuning bertuliskan “Koalisis Mahasiswa Pro Geram” dengan melakukan aksi diam, dimulai sejak pukul 10.00.WIB.

Pro Geram dalam selebaran yang dibagikan menuntut beberapa hal kepada anggota DPR Aceh antara lain:

1. Menjadikan qanun tata ruang menjadi qanun prioritas untuk direvisi pemerintah dan DPR Aceh

2. Memasukan nomenlaktur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam qanun tata ruang Aceh

3. Memasukan wilayah tata kelola hutan adat ke dalam qanun tata ruang Aceh

4. Memasukan jalur evakuasi bencana ke dalam qanun tata ruang Aceh

Demonstran akhirnya diterima oleh anggota Komisi II DPR Aceh, Ir.H. Sulaiman Ary, diteras sekretariat dewan. Dalam pertemuan ini perwakilan demonstran membacakan tuntutan di hadapan anggota dewan. Ir. H. Sulaiman Ary, merespin tuntutan itu dengan mengatakan akan menyampaikan tuntutan ke Badan Legislasi segera. “Karena kewenangan merevisi qanun ada di badan legislasi,”ucapnya.

Sementara Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Muhammadiyah Aceh, Yudimi Arsepta mengatakan jika RTRW Aceh tidak memperhatikan ruang untuk sumber ekonomi masyarakat dan konservasi lingkungan maka dipastikan bencana sosial, ekonomi dan bencana alam akan terjadi.

Menurut Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, Ardiansyah buruknya tata kelola sektor kehutanan tidak hanya berdampak pada satwa yang ada di hutan. Tetapi juga berdampak buruk bagi sektor kelautan dan perikanan karena aliran air dari gunung menuju lautan sehingga akhirnya akan terjadi pencemaran di laut yang dapat membunuh spesies-spesies hewan laut lainnya.

KEL merupakan amanat yang tercantum dalam pasal 150 UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan merupakan Kawasan Strategis Nasional sebagaimana terlampir dalam lampiran PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.[]

read more
Green Style

Hari Peduli Sampah 2016, Komunitas Bersih-bersih Pantai Legian

Peringatan Hari Peduli Sampah yang dilakukan setiap tanggal 21 Februari dapat dijadikan ajang untuk merefleksikan kepedulian terhadap lingkungan dengan berbagai cara, termasuk menjaga serta melindungi lingkungan tempat tinggal. Sebagai perusahaan yang peduli lingkungan, Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) dalam kesempatan ini turut serta mengkampanyekan pentingnya pelestarian lingkungan bagi kelangsungan hidup saat ini dan generasi yang akan datang.

Salah satu kegiatan rutin CCAI & Quiksilver Indonesia yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan adalah Bali Beach Clean Up (BBCU). Kegiatan bersih bersih pantai setiap hari sejak tahun 2008 lalu itu dilakukan di 5 pantai di Bali yaitu Kuta, Legian, Seminyak, Jimbaran, dan Kedonganan, serta sering menjadi contoh kegiatan lingkungan yang sangat mendapat tanggapan positif dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintahan.

Sebagai bagian dari BBCU, CCAI, Quiksilver dan ratusan Komunitas Pantai melanjutkan kembali aksi Community Beach Clean Up Day sejak awal Februari lalu. Diadakan di Pantai Legian minggu ini, aksi Community Beach Clean Up merupakan upaya untuk memberikan dorongan positif untuk menjaga kebersihan dan kelestarian pantai di Bali.

Kegiatan bersama ini didukung pemerintahan lokal seperti Desa Adat dan pengelola pantai juga komunitas pecinta pantai dan Hotel sekitar seperti Hard Rock Hotel, Hard Rock Café, Harris Kuta, Inna Kuta, FHR Legian, Niksoma Hotel, Bali Mandira, Padma Hotel, The Magani, Swiss Bell Legian, Surfer Girls, Enviro Pallets, Role Foundation, Baliwaves, Indosurflife, Padma Boys, Lippo Group dan BaleBenggong. Community Beach Clean Up rutin berlangsung setiap dua minggu sekali dan telah berhasil menarik minat para wisatawan lokal dan mancanegara untuk turut menjaga kebersihan pantai dengan ikut terjun langsung memunguti sampah.

Sejak mulai beroperasi di Indonesia hampir 24 tahun yang lalu, tumbuh bersama dengan masyarakat dan memberikan kontribusi untuk lingkungan selalu menjadi bagian penting dari bisnis CCAI. Upaya CCAI dalam menerapkan bisnis yang berkelanjutan terfokus pada empat pilar CSR yaitu lingkungan hidup (environment), lingkungan kerja (workplace), lingkungan pasar (marketplace), dan masyarakat (community) dimana CCAI beroperasi.

Di Bali, CCAI telah mendukung kegiatan masyarakat sekitar pabrik dan fasilitas CCAI melalui bantuan pendidikan, alokasi ratusan tempat sampah untuk membantu pengelolaan sampah pasca-konsumsi, menjalankan program Bali Beach Celan Up untuk partisipasi dalam menjaga lingkungan, mendirikan dan berkontribusi dalam pengelolaan Kuta Beach Sea Turtle Conservation, dan promosi gaya hidup sehat dan aktif melalui berbagai kegiatan olahraga, termasuk program pelatihan sepakbola, Coke Kicks.[rel]

read more
Ragam

Gerombolan Serang Pos Tahura Saree Aceh Besar

Puluhan massa menyerang pos Taman Hutan Rakyat (Tahura) Meurah Intan, Sare, Kabupaten Aceh Besar, Jumat (12/2/2016) malam. Sejumlah fasilitas pos dirusak, kaca dan kendaraan dinas dihancurkan.

Aksi pengrusakan ini diperkirakan dilakukan oleh 30 orang dengan menggunakan 2 unit mobil pikap dan puluhan kendaraan roda dua dengan kurun waktu sekira 20 menit. Diketahui, massa yang membawa senjata tajam dan pentungan ini langsung menyerang dua pos Tahura di Sare, yakni pos Tahura Sare dan pos Tahura Pesanggrahan, Sare, Aceh Besar.

Mengetahui kondisinya terancam, sejumlah anggota polisi hutan (Polhut) di dua pos tersebut langsung menyelamatkan diri. Belakangan disebutkan jumlah personel keamanan saat kejadian sebanyak 5 orang berada di pos Tahura Sare dan 10 orang di pos Pesanggrahan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Tahura, Sare, Muhammad Daud mengatakan, penyerangan ini diduga dilakukan oleh pelaku illegal logging. Karena, selama ini pihaknya sedang gencar-gencarnya memberantas praktik tersebut.

Pihaknya juga menduga kejadian ini ada kaitannya terkait aksi dua petugas keamanan mereka yang sebelumnya mengejar sebuah truk bermuatan kayu, namun mobil itu lolos.

Menjurus dugaan ini karena ada anggota kita kejar mobil truk muatan kayu, selain itu kami selama ini memang gencar memberantas praktik illegal logging. Jumlah orang yang menyerang kami perkirakan ada 30 orang, kata Muhammad Daud saat dihubungi, Sabtu (13/2).

Setelah kejadian, kata Muhammad Daud, tak berselang lama personel kepolisian langsung menuju ke lokasi. Terutama pos polisi lalu lintas Sare, langsung mengamankan lokasi kejadian.

Sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, polisi sudah tiba, Kasat Reskrim dan sejumlah personel polisi lainnya. Polisi sekarang sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), jelasnya.

Kejadian penyerangan ini ikut dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Aceh Besar AKP Mahcfud saat merdeka.com melakukan konfirmasi. Melalui pesan singkat, Ia menyebutkan ada kejadian penyerangan pos Tahura Meurah Intan, Sare, Kabupaten Aceh Besar.[]

Sumber: merdeka.com

read more
Ragam

Antara Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Saat aktif di sebuah lembaga lingkungan nasional, kacamata yang saya gunakan kebanyakan adalah “kacamata kuda”. Saya melihat juga sebagian teman-teman lain sesama aktivis memakai kacamata yang sama. Sekedar mengingatkan “kacamata kuda” adalah sebuah istilah yang artinya melihat sesuatu fenomena dengan satu perspektif  atau sisi saja tanpa melihat faktor-faktor lain yang sebenarnya berpengaruh terhadap fenomena tersebut. Lawan kacamata kuda adala holistik atau keseluruhan. Jadi apa maksudnya?

Sebagai aktivis lingkungan, maka hal yang lumrah jika kami melihat peristiwa dengan perspektif lingkungan pula. Jika kami melihat sebuah fenomena kerusakan lingkungan maka kajian yang dilakukan hanyalah berdasarkan sudut pandang lingkungan semata atau an sich lingkungan. Sudah paham? Kayaknya berputar-putar ya. Maksudnya seperti inilah, jika ada kerusakan hutan, maka hal ini adalah perbuatan yang salah karena dalam ilmu lingkungan hal ini bisa merusak ekosistem yang terdapat dalam hutan. Contoh lain adalah hutan adalah sebuah kawasan yang tidak boleh diganggu gugat karena dianya berperan penting dalam kehidupan. Contoh lebih sederhana lagi bisa jadi adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Jika masih ada yang membuang sampah sembarangan maka hal ini sering dikaitkan dengan keberadaan tong sampah semata. Padahal sebuah peristiwa banyak terkait dengan fenomena lain.

Manusia dalam kehidupannya sehari-hari sangat terkait dengan hal-hal lain. Semuanya sangkut menyangkut, ada urutan prioritas dan terkadang tak bisa dibolak balik. Misalnya saja menyangkut perilaku manusia. Jika ingin manusia berperilaku baik maka kepada yang bersangkutan haruslah diberi pendidikan budi pekerti. Tanpa mendapat pendidikan moral maka manusia tersebut mustahil bisa mempunyai akhlak yang bagus. Jadi bukan tunggu manusia tersebut memiliki akhlak yang baik dulu maka dia mendapat pendidikan. Tapia da juga hal-hal yang bisa dibolak-balik atau bahkan tidak berurutan. Misalnya apakah seseorang harus sekolah dulu baru bisa kaya? Atau kaya dulu baru bisa sekolah? Dalam kehidupan nyata tidak mesti berurutan sepertinya.

Kembali ke persoalan lingkungan untuk menganalisis lebih jauh fenomena lingkungan. Banyak sekali program lingkungan yang diluncurkan oleh berbagai pihak. Ada program yang diluncurkan untuk perlindungan satwa, program untuk mengatasi pencemaran sampah, program untuk mereboisasi hutan, program untuk mencegah pemanasan global dan sebagainya. Program ini menghabiskan dana yang tidak sedikit, miliaran dan didukung oleh lembaga-lembaga besar.  Tapi sayangnya program ini banyak yang keberhasilannya tidak sebanding dengan besarnya dana dan waktu yang telah dihabiskan untuknya. Ketika program selesai maka selesai pula lah kegiatan pelestarian lingkungan tersebut. Perilaku manusianya kembali seperti semula seolah-olah tak pernah ada program tersebut sebelumnya.

Sebagian berasalan bahwa masyarakat sibuk dengan urusannya mencari nafkah alias menjalankan aktivitas ekonominya. Sebagian lagi berpendapat bahwa program tersebut tidak menyentuh aspek sosial kemasyarakatan. Sebagian lagi menyatakan bahwa lingkungan memang sudah rusak sehingga sangat sulit untuk memperbaiknya seperti sedia kala. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, mana yang lebih penting atau prioritas, ekonomi, sosial atau lingkungan?

Bagi pendukung ekonomi, maka kesejahteraan masyarakat terlebih dahulu harus ditingkatkan. Masyarakat butuh sandang, pangan dan papan. Bagaimana mereka bisa hidup tenang jika tiga kebutuhan pokok ini tidak terpenuhi? Jadi biarkan dulu masyarakat menebang hutan, menambang pasir, mengeruk gunung, menjual sawahnya dan sebagainya  demi hidup. Nanti jika sudah sejahtera maka orang-orang dengan sendirinya akan menjaga lingkungannya.

Bagi yang mengutamakan kehidupan sosial atau budaya menyebutkan bahwa budaya sangat penting dalam menegakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Hal ini sudah dilakukan nenek moyang kita selama berates-ratus tahun dan berhasil dalam melestarikan lingkungan. Budaya masyarakat yang menyatu dengan alam merupakan modal dasar yang kuat untuk melestarikan lingkungan. Budaya masyarakat dari dulu sudah mengajarkan bagaimana melestarikan lingkungan seperti larangan membuka hutan, larangan menebang pohon yang dekat dengan mata air, larangan melaut setiap hari jumat dan sebagainya. Tradisi ini memang semakin lama semakin terkikis oleh budaya global yang masuk ke setiap lapisan masyarakat Indonesia.

Sementara kelompok pegiat lingkungan mati-matian mengusung idenya untuk tetap memprioritaskan lingkungan terlebih dahulu. Jika lingkungan lestari maka kehidupan manusia dengan mudah akan menjadi sejahtera. Alam yang asri akan memberikan banyak manfaat bagi makhluk hidup sekitarnya, bukan hanya manusia semata. Air bersih, udara segar dan tanah yang subur merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya bagi manusia.Tapi ide ini walau kelihatannya sangat ideal namun pelaksanaannya sangat sulit karena berkejaran dengan pembangunan ekonomi yang serakah.

Masih ada satu aliran lagi yang menyatakan bahwa tiga hal diatas harus dilaksanakan secara paralel atau bersamaan. Taka da satu sisi yang ditinggalkan alias harus komprehensif pelaksanaannya. Terlebih manusia Indonesia adalah manusia yang sangat kuat ikatan sosialnya. Namun lagi-lagi hal ini bukanlah hal yang mudah dalam penerapannya. Dalam pelaksanaannya ada keterbatasan-keterbatasan  yang menjadi tantangan yang tidak mudah diselesaikan.
Kajian mana yang lebih dahulu ekonomi, sosial atau lingkungan sampai hari ini belum tuntas. Aliran terakhir sepertinya bisa menjadi solusi dalam gerakan pelestarian lingkungan di Indonesia. Memang bukan hal yang mudah namun dengan kerja sama, koordinasi dan penggunaan teknologi yang tepat Insya Allah tantangan-tantangan di lapangan dapat diselesaikan. Taka da gading yang tak retak. Mari kita cari gading yang retaknya paling halus.[]

read more
Flora Fauna

Pongky Akhirnya Bebas Setelah 10 Tahun Dalam Jeruji Besi

Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information centre (YOSL-OIC) dan Sumatran Orangutan Society berhasil memberikan kesempatan kedua untuk kebebasan satu orangutan Sumatera bernama Pongky setelah lebih dari dua tahun melakukan kampanye untuk kebebasan Pongky.

Pongky, adalah orangutan Sumatera jantan berusia sekitar 14 tahun, sebelumnya dipelihara selama satu dekade di kandang kawat kecil oleh seorang oknum polisi berpangkat tinggi di provinsi Aceh. Kemudian Pongky ditemukan oleh tim dari YOSL-OIC pada bulan Juli 2013. Tim YOSL-OIC segera melaporkan kasus ini ke pihak BKSDA Aceh. Pongky kemudian disita dari oknum polisi tersebut dan dibawa ke Kebun Binatang Medan, Sumatera Utara.

Orangutan Sumatera  saat ini ‘sangat terancam punah’, dengan hanya sekitar 6.600 individu yang tersisa di alam liar, karena hilangnya habitat alami mereka untuk perkebunan dan pembangunan jalan, konflik manusia-satwa liar dan perburuan. Orangutan Sumatera sepenuhnya dilindungi oleh undang-undang nomor 5 tahun 1990 yang melarang memelihara, membunuh, melukai, mengangkut dan memperdagangkan spesies sini. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia, yang ditetapkan dalam Strategi Nasional dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2007-2017, bahwa semua orangutan sitaan dari perdagangan hewan dan peliharaan harus dimasukkan dalam program rehabilitasi untuk dikembalikan ke hutan.

Helen Buckland, Direktur SOS, mengatakan ketika Pongky disita tapi kemudian dipindahkan ke Kebun Binatang Medan, ia hanya bertukar dari satu kehidupan di balik jeruji besi ke jeruji besi lainnya. Dia seharusnya tidak pernah dikirim ke kebun binatang – ia harusnya segera diberi kesempatan kedua untuk hidup di alam liar.

Berbagai organisasi konservasi dan individu yang peduli langsung melobi kebun binatang untuk menyerahkan Pongky ke pusat karantina orangutan spesialis Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) yang berlokasi di luar Medan dengan tujuan akhir mengembalikan Pongky kembali ke alam liar. Kampanye untuk mendapatkan Pongky dari kebun binatang menarik perhatian dan dukungan seluruh dunia. Sehingga Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan meminta kebun binatang untuk memindahkan Pongky ke karantina SOCP.

Panut Hadisiswoyo, Direktur YOSL-OIC, menjelaskan, “Kami tidak menyerah! Kami terus melobi pemerintah dan kebun binatang untuk melepaskan Pongky. ”

Upaya ini akhirnya terbayar dan hari ini, Pongky akhirnya direlokasi dari Kebun Binatang Medan ke pusat karantina SOCP.

Panut Hadisiswoyo menegaskan, “Setelah lebih dari 2 tahun kerja keras dan kampanye, Pongky akhirnya telah diberikan kesempatan untuk bebas hari ini. Ini adalah hasil yang fantastis, tidak hanya untuk dia tapi juga untuk orangutan lainnya yang masih membutuhkan penyelamatan dari perdagangan satwa dan peliharaan ilegal. ”

Panut Hadisiswoyo mengatakan masih ada perjalanan panjang ke depan untuk Pongky sebelum dia bisa dilepaskan tapi mereka optimis bahwa Pongky memiliki peluang bagus untuk menjadi orangutan liar lagi, di hutan di mana ia berada. “Kami berterima kasih kepada pemerintah atas bantuan dan dukungan dalam memastikan kesejahteraan jangka panjang Pongky dan memberikan dia kesempatan ini, “kata Panut.

Drh Yenny Saraswati, dokter hewan senior di SOCP menyatakan, “Kami sangat senang akhirnya Pongky dari diberi kesempatan untuk menjadi orangutan liar bebas lagi. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah memberinya sedikit waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Kami kemudian akan melakukan pemerikasaan kesehatan lengkap, memastikan apakah Pongky bebas dari penyakit seperti TBC dan hepatitis. Setelah kita memiliki hasil tes nya, kita kemudian akan dapat memutuskan apakah Pongky memang dapat kembali ke kehidupan di alam liar, atau apakah kita harus mencari solusi jangka panjang alternatif untuk perawatannya. Kesehatan dan kesejahteraan semua orangutan di Sumatera selalu kami nomorsatukan, dan apa pun hasilnya, pasti Pongky sekarang dalam kondisi yang jauh lebih baik dan sangat lebih baik daripada sebagai hewan peliharaan ilegal dan berada di Kebun Binatang Medan. Pongky memiliki  kesempatan untuk bebas sekali lagi jika semua berjalan dengan baik. ”

Sementara Kepala BKSDA Aceh Genman S Hasibuan, menyambut baik kerjasama Kebun Binatang Medan yang telah menyerahterimakan kembali kepada BKSDA Aceh orangutan Pongky untuk direhabilitasi di SOCP dan kemudian dilepasliarkan kehabitat alaminya. [rel]

read more