Limbah cair tahu mempunyai dampak yang sangat merugikan bagi ekosistem lingkungan. Terlebih apabila limbah cair tersebut dibuang langsung ke badan air tanpa melewati pengolahan terlebih dahulu. Masyarakat yang mencari nafkah dari membuat tahu dalam skala kecil umumnya tidak mengetahui dampak yang diakibatkan dari buangan limbah cair tahu tersebut. Limbah cair tahu mengandung gas antara lain nitrogen, oksigen, ammonia, karbondioksida, dan metana yang berasal dari dekomposisi bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tahu.
Apabila limbah cair tahu ini dialirkan ke badan sungai akan dapat menyebabkan turunnya kualitas perairan sungai dan gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup di perairan seperti ikan, tumbuhan dan sebagainya. Fenomena inilah yang mendasari tim Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Jurusan Teknik Kimia Unsyiah yang dimotori oleh Ika Zuwanna (angkatan 2013) dan dibantu oleh Fitriani (angkatan 2013) serta Muhammad Ridho (angkatan 2014), dengan bimbingan dosen Dr. Hesti Meilina, meneliti bagaimana merubah limbah cair tahu menjadi bermanfaat dibanding dibuang begitu saja hingga menjadi ancaman bagi kehidupan biota air dan juga ancaman bagi kehidupan masyarakat yang ada disepanjang aliran sungai.
Ika menjelaskan, bahwa limbah cair tahu merupakan hasil dari proses pencucian, perebusan dan pencetakan tahu. Limbah cair tahu yang belum dibuang ke sungai disebut juga air dadih (whey) yang memiliki kandungan nutrisi kaya akan karbohidrat, protein, dan lemak yang baik bagi kesehatan tubuh manusia. Salah satu penelitian tentang pemanfaatan whey, adalah pemanfaatan hasil olahan keju yang juga menghasilkan air ikutan olahan susu menjadi keju (whey) yang memiliki kandungan yang hampir sama dengan limbah cair tahu (whey). Peneliti tersebut memanfaatkan whey dari olahan susu menjadi produk yang berfungsi sebagai pengemas makanan ramah lingkungan yang disebut edible film.
Edible film sendiri adalah lapisan tipis yang diaplikasikan sebagai penutup makanan setelah sebelumnya dicetak terlebih dalam bentuk lembaran. Edible film juga merupakan salah satu jenis plastik yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan dapat memperpanjang umur simpan makanan (memperlama masa kadaluarsa).
Dalam proses pembuatan edible film selain whey yang dijadikan bahan baku, juga dibutuhkan beberapa bahan pendukung lainnya, seperti hidrokoloid sebagai agen pengental dan plasticizier sebagai penambah sifat elastisitas pada edible film. Proses pencampuran bahan dilakukan dengan menggunakan erlenmeyer yang dilengkapi dengan sebuah motor pengaduk dengan temperature 85oC. Setelah proses pencampuran, dilakukan proses pencetakan edible film menggunakan petri dish dan selanjutnya dikeringkan menggunakan oven drying. Karakteristik edible film yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi standar edible film sebagai pengemas makanan.
Untuk mengetahui karakteristik edible film, dilakukan beberapa uji seperti: uji ketebalan, kuat tarik, aplikasi pada makanan, dan uji degradasi. Setelah melalui proses pengujian dan mendapatkan hasil yang diharapkan maka edible film dapat dijadikan sebagai pengemas makanan yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pengemas makanan konvensional yang sering kita gunakan sehari-hari yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
Edible film yang dalam 10 tahun terakhir ini menjadi perhatian serius dari para ahli pangan ternyata dapat memotivasi Tim PKM Jurusan Teknik Kimia Unsyiah untuk berinovasi memanfaatkan whey menjadi pengemas makanan ramah lingkungan (Pekanan Mangan). Inovasi ini didukung penuh oleh Unsyiah yang memfasilitasi Tim PKM dalam proses pengurusan proposal PKM-Penelitian untuk mendapatkan support dana dari Kemenristekdikti. Tim PKM ini berhasil mendapatkan hibah PKM-Penelitian, mengalahkan ribuan proposal yang diajukan ke Kemenristekdikti dari seluruh universitas yang ada di Indonesia. Bentuk dukungan lainnya yang diberikan oleh universitas adalah adanya bimbingan dan masukan dari peraih medali emas PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) Tahun 2010 di Bali. (rel)