close

28/04/2018

Flora Fauna

Para Ahli Gajah Asia-IUCN Lakukan Pertemuan Tahunan ke IX di Bangkok

Bangkok – Sebagai salah satu organisasi di bawah IUCN (badan konservasi dunia), Asian Elephant Specialist Group (AsESG) mengadakan pertemuan tahunan di Bangkok, Thailand pada tanggal 25-28 April 2018 ini. Organisasi yang beranggotakan para spesialis konservasi gajah Asia ini turut melibatkan perwakilan pemerintah dari masing-masing negara Asia yang memiliki populasi gajah.

Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Thailand Jenderal Surasak Karnjanarat dalam sambutannya menyatakan bahwa konservasi jangka panjang dan perlindungan Gajah Asia hanya dapat dicapai melalui keseimbangan konservasi dan strategi manajemen yang baik. Thailand telah mengembangkan Rencana Induk Dua puluh Tahun untuk Konservasi Gajah untuk memastikan praktik terbaik untuk konservasi gajah liar dan gajah jinak secara berkelanjutan. “Pertemuan ini akan menjadi platform tidak hanya untuk mendiskusikan tindakan yang diambil, mengidentifikasi prioritas serta tantangan yang diperlukan untuk mengatasi masalah konservasi Gajah Asia tetapi juga memperkuat kolaborasi untuk melindungi Gajah Asia di masa depan,” katanya.

“Sangat menggembirakan melihat keragaman keahlian dengan dedikasi tinggi di antara anggota AsESG. Sebagai sekelompok ilmuwan dan ahli, adalah tugas kita untuk menggunakan atribut ini untuk menjamin kelangsungan hidup gajah Asia untuk generasi mendatang, ”kata Vivek Menon, Ketua IUCN-AsESG.

Delegasi pemerintah Indonesia turut hadir diwakili oleh Puja Utama Kasubdit Pengawetan Jenis, Direktorat KKH, Ditjen KSDAE – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia untuk menyampaikan update dari Indonesia tentang status konservasi gajah di Indonesia untuk mendapat masukan dari para ahli konservasi. Puja menyampaikan bahwa Indonesia sedang merampungkan revisi dari document strategi dan rencana aksi konservasi gajah sumatera dan gajah kalimantan dan ditargetkan akan selesai tahun ini untuk durasi 10 tahun ke depan, mengingat dokumen yang lalu telah habis masa berlakuknya pada tahun 2017 lalu. Indonesia adalah salah satu negara dari sedikit negara lainya yang telah memiliki dokumen strategi dan rencana aksi dan telah memasuki siklus 10 tahun kedua.

Puja juga menguraikan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah kehilangan habitat gajah akibat dikonversi menjadi berbagai keperluan pembangunan sehingga akhirnya berujung pada meningkatnya insiden konflik antara manusia dan gajah. Namun disebutkan juga bahwa Indonesia sedang melakukan berbagai upaya untuk dapat mengelola habitat dan populasi gajah secara aktif sehingga konflik dapat diminimalisir, sehingga gajah dan manusia dapat hidup berdampingan secara lebih harmonis.

Puja menyebut beberapa terobosan yang sedang dilakukan oleh provinsi Aceh, Bengkulu dan Lampung dengan membentuk beberapa kawasan perlindungan gajah dengan melibatkan pemerintah daerah dan mengaplikasi berbagai metoda termasuk strategi barrier (penghalang) untuk memperkuat skema pengelolaan habitat gajah, disamping membangun berbagai tim yang didedikasikan untuk merespon konflik dan sebagai cikal bakal pengelola habitat dan populasi gajah di tingkat tapak. Indonesia sendiri, terutama berbagai daerah telah dan sedang mengalami masalah yang cukup berat dengan konflik gajah dengan lahan budidaya masyarakat.

Pada beberapa kasus gajah sesungguhnya tidak kekurangan habitat, hanya dibutuhkan pengelolaan habitat yang lebih aktif secara kolaboratif antara otoritas konservasi pusat dengan pemerintah daerah dan swasta yang nota bene adalah pemangku lahan dimana gajah liar berada.

Sementara itu, salah satu anggota IUCN Asian elephant specialist group (AsESG) dari Indonesia Wahdi Azmi juga diminta menyampaikan laporan dan perkembangan dari pertemuan pemerintah negara-negara di Asia yang memiliki populasi gajah (Asian Elephant Range State Meeting/AsERSM) yang dilaksanakan tahun lalu di Jakarta.

Wahdi yang didampingi Heidi Riddle Donny Gunaryadi dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) menyampaikan hasil dan tindak lanjut tentang penyelenggaraan pertemuan kedua pemerintah tingkat tinggi tersebut setelah sepuluh tahun dilaksanakan untuk pertama kalinya di Malaysia pada tahun 2006. Wahdi menggarisbawahi bahwa pada pertemuan AsERSM tersebut telah menjadi tonggak sejarah dimana untuk pertama kalinya perwakilan pemerintah di Asia melahirkan sebuah deklarasi konservasi gajah yang diberi nama “The Jakarta Declaration for Asian Elephant Conservation” dimana deklarasi tersebut menetapkan prioritas dan agenda bersama pemerintah negara Asia.[rel]

read more