close
Energi

Energi Hijau Lhoong, Dari Air Menjadi Listrik

Pembangkit Listrik Mikro Hdiro Lhoong, Aceh Besar | Foto: M. Nizar Abdurrani

Warga tiga desa di Kemukiman Lhoong, Aceh kini tidak takut lagi terkena pemadaman bergilir dari PLN. Air yang mengalir dari pegunungan diubah menjadi listrik melalui teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Teknologi Mikro Hidro adalah teknologi pembangkit listrik yang memanfaatkan derasnya air mengalir dari ketinggian kemudian diarahkan untuk memutar turbin. Dari turbin, listrik yang dihasilkan didistribusikan melalui kabel ke rumah-rumah penduduk sekitar. Benar-benar teknologi yang sederhana dan berbiaya murah.

Seorang ahli listrik Mikro Hidro dari Universitas Syiah Kuala, menerangkan bahwa PLTMH adalah teknologi yang berbiaya murah. “Karena biaya investasi untuk membangun PLTMH hanya Rp.25 juta-35 juta per KWh. Tetapi ini tergantung juga dengan kondisi lokasi” katanya menjelaskan. Listrik yang dihasilkan bisa menerangi desa selama 24 jam dalam keadaan normal. Artinya debit air tetap konstan dan ini biasanya terjadi di musim hujan. Kalau di musim kemarau, debit air biasanya berkurang.

PLTMH ini terletak di Desa Kr Kala yang didiami 107 KK. PLTMH Lhoong merupakan bantuan dari PT Coca Cola Indonesia tahun 2005, pasca tsunami. Kapasitas yang terpasang pada mesin adalah 40 KW, sedangkan daya yang dihasilkan adalah 23 KW, dapat mengaliri 3 desa sekitarnya. Masyarakat tidak perlu takut dikenakan biaya listrik yang selangit karena tarif yang diberlakukan adalah tarif flat atau sesuai arus yang mereka gunakan.

Bagi yang menggunakan listrik 2 amper dikenakan biaya Rp.60 ribu/bulan, untuk yang memakai 1 amper membayar Rp.30 ribu/bulan, sedangkan bagi yang cuma menggunakan ½ amper cuma dikenakan biaya Rp.15 ribu/bulan. Cukup murah bukan!

Dari iuran yang dikumpulkan, tiap bulan diperoleh duit Rp.5,5 juta/bulan. Sebanyak Rp. 4 juta/bulan digunakan untuk biaya operasi (perawatan mesin, gaji operator) sedangkan sisany sebesar Rp.1,5 juta dijadikan uang kas. Jika terjadi kerusakan besar sewaktu-waktu maka uang kas digunakan untuk membayarnya. Selama 3 tahun berdiri tidak ada kerusakan berarti, hanya kerusakan tali kipas dan Circuit Breaker (CB).

Pengelolaan PLTMH Lhoong cukup sederhana. Tiga orang masyarakat setempat dipercayakan untuk mengatur pembangkit ini. Seorang ketua, Pak Armansyah, Sekretaris Zaifullah dan dibantu oleh seorang operator Saifulah. Ketiganya bahu membahu demi terangnya Kemukiman Lhoong.

Kondisi alam atau hutan sekitar sangat berpengaruh bagi kelangsungan pembangkit PLTMH. Masyarakat sekitar sangat sadar pentingnya menjaga kelestarian hutan sebagai sumber air. Dengan sendirinya mereka menerapkan aturan yang ketat untuk menebang kayu di hutan. Saat ini selama 30 hari antara Agustus-September pembangkit tidak beroperasi karena debit air tidak mencukupi.

Masyarakat Lhoong telah menikmati energi hijau. Sebuah energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Selayaknya seluruh desa di Aceh yang memiliki potensi listrik mikro hidro membangun PLTMH. Biaya murah, teknologinya pun sederhana. Tidak perlu menjadi insinyur dulu, Desa Kr. Kala sudah membuktikannya.[m.nizar abdurrani]

Tags : airenergimikro hidro

Leave a Response