close
Flora Fauna

Bahas Konflik Satwa, BKSDA Meeting dengan Aktivis Lingkungan

Bangkai gajah liar yang ditemukan dengan kepala dan gading yang hilang di Kawasan Hutan Desa Teupin Panah, Kecamatan Kawai XVI, Aceh Barat | Foto: KOMPAS TV/ RAJA UMAR

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan pertemuan dengan sejumlah aktivis lingkungan dalam rangka mencari solusi penyelesaian konflik satwa. Pertemuan tersebut mengungkap beberapa informasi bagaimana menangani satwa liar termasuk penegakan hukum. BKSD sendiri merasa tidak mampu melakukan tugasnya tanpa bantuan dari pihak lain.

Kepala BKSDA Aceh, Genman Hasibuan mengatakan sudah banyak penegakan hukum yang dilakukan namun ternyata tidak memberikan efek jera kepada pelakunya. Selalu saja masih ada masyarakat yang tertangkap karena hukum terkait hewan liar, tanya Genman dalam pertemuan tersebut. “Masyarakat yang tertangkap karena pengambilan gading gajah masih terkait dengan pembunuhan gajah beberapa waktu lalu di kabupaten yang sama,” katanya dalam pertemuan yang berlangsung, Senin (14/4/2014) di Kantor BKSDA Banda Aceh.

Banyak orang yang masuk penjara karena kasus hewan liar namun persoalan konflik satwa di lapangan tidak selesai juga. Dampaknya negatifnya BKSDA semakin dibenci oleh segelintir orang yang tidak senang bahkan teror semakin meningkat terhadap staf BKSDA. Selain itu Genman juga menyoroti pemberitaan terkait kasus hewan liar yang menurutnya tidak menguntungkan penyelidikan.

“Wartawan menghubungi saya menanyakan kasus, saya kalau tidak bicara tidak enak, takut menyembunyikan informasi,”jelasnya. Menurutnya kedepan ritme pemberitaan kasus hewan liar harus diatur kembali agar jangan sampai pihak BKSDA bergerak pelaku sudah kabur akibat mengetahui kasusnya di media.

Terkait dengan penanganan konflik satwa liar terutama gajah, BKSDA sudah mengirimkan surat kepada Pemerintah Kabupaten yang memiliki konflik satwa liar agar ikut menangani persoalan tersebut dengan mengedepankan sosial ekonomi masyarakat. “ Pemerintah daerah harus ikut menangani karena masyarakat yang berkonflik dengan satwa terganggu perekonomiannya,” ujar Genman. BKSDA hanya Unit Pelaksana Teknis di Daerah di bawah Kementerian Kehutanan yang kemampuannya sangat terbatas.

Peserta yang hadir dalam pertemuan juga menyampaikan pendapatnya terkait kondisi perlindungan satwa liar di Aceh. Ratno Sugito, aktivis satwa liar menceritakan pengalamannya saat mengunjungi lokasi pembunuhan gajah di Kaway XVI. Setahu Ratno belum ada masyarakat yang ditangkap dalam kasus kematian gajah itu. Selain itu ia mengamati di lokasi terdapat kebun yang dipagari dengan kawat beraliran listrik. “Perusahaan harus ikut bertanggung jawab atas kematian hewan liar,” ujarnya. Dirinya siap membantu BKSDA Aceh dalam menghubungkan BKSDA dengan jaringan perlindungan satwa di tingkat nasional.

Sementara itu Munawar Kholis dari Flora Fauna International (FFI) mengusulkan dibentuknya Rescue centre, tempat penampungan sementara hewan-hewan yang disita dari masyarakat. Namun juga diutarakannya, Rescue Centre membutuhkan biaya yang besar. “ Sebagian satwa memang sudah tidak mungkin dilepaskan kembali karena perilakunya yang sudah berubah sehingga harus ditanggung di Rescue Centre. Kholis pernah bertahun-tahun bekerja di Rescue Centre di Pulau Jawa.

Badrul Irfan dari Koalisi Peduli Hutan Aceh menyarankan agar BKSDA memasang iklan penyerahan hewan liar di media massa dengan tujuan masyarakat sukarela menyerahkan satwa liar. Namun usulan ini menurut Genman sulit dilaksanakan karena BKSDA khawatir jika masyarakat ramai menyerahkan hewan, tidak ada kandang yang memadai di BKSDA untuk menampung hewan liar tersebut. BKSDA kekurangan anggaran untuk memelihara hewan dalam jumlah banyak.

Aktivis lingkungan lain, Wahdi memberikan pendapat bahwa ada cara agar hewan liar tidak memakan hasil pertanian masyarakat yaitu dengan menanam tanaman yang tidak disukai hewan liar tersebut. Misalnya menanam lada, yang merupakan tanaman tidak disukai gajah sehingga terhindar dari konflik satwa liar.

Pada akhir pertemuan peserta menyepakati untuk melakukan pertemuan rutin dua bulanan membahas isu aktual penyelamatan satwa. Untuk pertemuan ke depan disepakati membahas konflik gajah liar dengan masyarakat.[]

Tags : aktvisgajahsatwa

Leave a Response