close
Flora Fauna

Masyarakat Minta Pemerintah Tuntaskan Masalah Gajah

Seorang aktivis lingkungan sedang menginvestigasi kematian gajah di Kaway XVI | Foto: COP

Beberapa hari lalu, Sabtu (24/1/2015), seekor gajah mengamuk mengakibatkan tewasnya seorang perempuan,  Husna ( 38 thn) tahun di kampung Gedok, kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Masyarkat sangat menyesalkan kejadian ini dan berharap pemerintah mengambil tindakan agar kejadian serupa tidak terulang dimasa mendatang.

Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (Formalin), melalui  Koordinatornya, Sri Wahyuni, SH.I,
menyatakan sangat menyesalkan kejadian ini, dan turut berduka atas jatuhnya korban.  Mereka berharap agar semua pihak yang berwenang menangani kasus untuk melakukan sosialisasi, preventif (pencegahan) dan kuratif (penanganan), serta segera melakukan tindakan agar tidak terjadi kasus yang sama dikemudian hari.

Formalin berpendapat, gangguan gajah ini terjadi akibat perluasan kebun sawit yang mempersempit kawasan alamiah gajah. Dimana berakibat pada makin sempitnya ruang gerak gajah untuk bertahan hidup.

Secara alamiah, wilayah kecamatan Timang Gajah yang saat ini terbagi menjadi 3 kecamatan merupakan habitat alami gajah di wilayah kabupaten Bener Meriah.

” Kami meminta Pemerintah Aceh, Pemkab Bener  Meriah, Pemkab Aceh Tengah, Pemkab Bireun, BKSDA, dan pihak lainnya yang berhubungan dengan sektor ini kami berharap untuk dapat segera menetapkan kawasan habitat gajah, mencabut ijin perkebunan yang mengganggu kawasan alamiah gajah, segera menghentikan alih fungsi lahan, melakukan penegakan hukum tegas atas segala tindakan pengrusakan kawasan lindung, penangkapan hewan yang dilindungi, termasuk anak gajah dan gading gajah, mensosialisasikan persoalan konflik gajah dan manusia serta mitigasinya kepada masyarakat dan mencari solusi lainnya yang tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat, keberlangsungan kehidupan gajah dan penyelamatan ekosistem gajah dikawasan tersebut, dengan melakukan gerakan inklusif antara pemerintah, lembaga peduli lingkungan hidup, dan masyarakat luas,” urai Sri Wahyuni.

Sementara itu Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) melalui Juru Bicara (Jubir), Efendi Isma S Hut, mengatakan peristiwa ini bukan yang pertama sekali terjadi di Kabupaten Bener Meriah. Konflik dengan satwa yang dilindungi telah menelan korban manusia dan menimbulkan kerugian terus menerus bagi masyarakat Bener Meriah. Namun tak ada penyelesaian komprehensif dari pemerintah, baik pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat, sesalnya.

Bila ditarik sumber persoalannya akan bermuara pada Tata Ruang Wilayah Aceh, ketika ruang tidak lagi di atur berdasarkan daya dukungnya maka akan muncul konflik, dan konflik yang timbul akan memerlukan biaya cukup besar baik untuk membangun infrastruktur maupun untuk biaya penanganan (rehabilitasi).

KPHA meminta pemerintah untuk melakukan analisis biofisik ruang dan analisis home range satwa (gajah) untuk kemudian dijadikan batas daya dukung ruang, agar ditemukan ukuran optimum bagi pembangunan kawasan dan kebijakan ekonomi masyarakat sekitar.[]

Tags : bener meriahgajahkonflik

Leave a Response