close
Flora Fauna

Penjual Orangutan Sumatera Divonis 2 Tahun & Denda 50 Juta

Majelis hakim di PN Langsa dengan terdakwa pelaku perdagangan ilegal satwa liar | Foto: Ist

Pengadilan Negeri Langsa menjatuhkan hukuman pidana penjara 2 tahun dan denda senilai Rp 50 juta subsidair 3 bulan penjara terhadap Ramadhani, terdakwa perdagangan orangutan Sumatera dan satwa dilindungi lainnya. Keputusan ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Zulham Pardamean Pane, SH yang meminta tersangka dituntut hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda 50 juta rupiah subsider 6 bulan penjara. Keputusan vonis tersebut dibacakan pada tanggal 19 November 2015 oleh Hakim Ketua Ismail Hidayat, SH dengan hakim anggota Sulaiman M,SH,MH dan Fadhli, SH.

Terdakwa terbukti bersalah telah melakukan perdagangan orang utan secara online dan menerima putusan, begitu juga Jaksa Penuntut Umum. Menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, terdakwa dapat dipenjara maksimal 5 tahun dan denda 100 juta rupiah.

Ramadhani ditangkap tangan oleh  Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA) Aceh bersama Subdit Tipidter Polda Aceh di Jalan PDAM Tirta Pondok Kemuning, Desa Pondok Kemuning, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh Timur pada tanggal 1 Agustus 2015. Dalam operasi tersebut, tim BKSDA menyita 3 (tiga) orangutan, 2 (dua) elang bondol, 1 (satu) burung kuau raja dan 1 (satu) awetan macan dahan.

Sehubungan dengan kasus tersebut, Kepala BKSDA Aceh Genman Hasibuan, mengatakan dengan hukuman 2 tahun dan denda 50 juta ini mudah-mudahan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan lingkungan hidup, termasuk perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Sementara Direktur Orangutan Information Centre (OIC) Panut Hadisiswoyo menyampaikan vonis hukuman untuk pedagang orangutan ini merupakan vonis yang pertama di Aceh. Belum pernah ada kasus pedagang orangutan di Aceh yang dihukum penjara oleh pengadilan. ” Hal ini menjadi catatan yang sangat penting bagi upaya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup di Aceh,”ujarnya.

OIC sangat mengapresiasi kinerja BKSDA Aceh dan Subdit Tipidter POLDA Aceh dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan satwa dilindungi. OIC memantau kasus ini sejak awal dan menurut OIC hukuman terhadap Ramadhani sebenarnya cukup ringan sekali karena pelaku terbukti menjual tiga bayi orangutan dan satwa-satwa dilindungi lainnya.

Pada bulan Juli 2015 yang lalu, seorang pedagang satwa yang menjual satu orangutan di Medan dijatuhi hukuman 2 tahun dan denda 10 juta rupiah oleh pengadilan negeri Medan. Ini membuktikan bahwa kasus-kasus terkait dengan satwa dilindungi tidak dianggap serius oleh pengadilan. Padahal satwa-satwa dilindungi tersebut adalah asset negara yang nilainya tidak terukur dan negara rugi besar dengan adanya praktek pengambilan dan perdagangan satwa secara illegal karena satwa-satwa ini penting untuk manjaga kelangsungan dan keseimbangan ekosistem alam yang memberi manfaat banyak bagi masyarakat luas.[rel]

Tags : BKSDAorangutansatwa

Leave a Response