close
Green Style

Pelaksana Pemilu Kurang Peduli Lingkungan

Pembicara diskusi, M. Nizar Abdurrani (kiri) dan moderator, Darmansyah Lubis, dalam acara Dialog Interaktif di Medan | Foto: Panitia

Memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Unit Kegiatan Mahasiswa, Angkatan Komunikasi Olah Nalar Alam Kehidupan, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (UKM-AKONAK-STIK-P) Medan, mengadakan Dialog Interaktif bertema ” Arah Kebijakan Lingkungan Pada Pilpres 2014”, di kampus STIK-P Medan, Selasa (10/6/2014).

Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Kippas dan Uni Eropa, diikuti oleh peserta yang berasal dari organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) dan Kelompok Pencinta Alam (KPA) yang berada di kota Medan.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Alfan Raykhan Pane, awalnya panitia mengundang empat orang pembicara yaitu Aulia Andri (Komisioner Bawaslu Sumut), Perwakilan Posko Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah Sumut, Perwakilan Posko Pemenangan Jokowi-JK wilayah Sumut serta M. Nizar Abdurrani, Pemimpin Redaksi ‘Media Online Lingkungan’ Greenjournalist.net dari Provinsi Aceh.

Namun kemudian, dalam proses negoisasi tempat kegiatan di Kampus STIK-P, muncul persyaratan atau larangan dari pihak kampus, supaya panitia tidak menghadirkan pembicara satu, pembicara dua dan pembicara ketiga. “Mereka (kampus) menganggap pembicara yang lain ‘berpotensi konflik’ karena sarat muatan politis, dimana kampus berdasarkan undang-undang pemilu harus steril dari aroma kampanye,” ujar Alfan.

M. Nizar Abdurrani sebagai pembicara keempat, selanjutnya menjadi pembicara tunggal dalam acara dialog interaktif tersebut. Pemimpin Redaksi Berita Lingkungan Online Greenjournalist.net, yang mengkhususkan pemberitaanya dengan isu-isu lingkungan memaparkan makalah berjudul “Kampanye dan Advokasi Lingkungan Via Media Online”.

Dikatakannya, keunggulan media online dibandingkan dengan media konvensional (cetak/elektronik) yaitu, kapasitas luas dimana halaman web bias menampung naskah sangat panjang, pemuatan dan editing naskah bias kapan saja dan dimana saja, setiap saat, cepat begitu di-upload langsung bisa di akses semua orang, jelasnya secara lugas.

Lanjutnya , media online itu menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet, actual berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian. Interaktif dua arah dan ‘egaliter’ dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dsb. Terdokumentasi, informasi yang tersimpan di ‘bank data’ (arsip), dan dapat di temukan melalui “link” artikel terkait, fasilitas ‘search’ serta terhubung dengan sumber lain ‘hyperlink’ yang berkaitan dengan informasi tersaji.

Di makalah tersebut, Nizar juga menyebutkan beberapa kelemahan media online, yaitu sangat tergantung dari kualitas jaringan internet, belum seluruh wilayah di Indonesia terjangkau oleh jaringan internet, adanya persepsi di sebagian masyarakat, bahwa media online bukan media massa serta karena sering mengutamakan kecepatan, media online dianggap kurang akurat.

Salah seorang peserta dari ‘Tanpa Atap Pro’ Julia Topik alias Gaban, menyatakan, Tema dialog interaktif ini sebenarnya ingin mencari simpati dari penggiat lingkungan di Medan, tegasnya.

Selanjutnya ia juga mempertanyakan tentang apakah kegiatan ini hanya sebatas dialog saja? Atau adakah pihak panitia akan menindaklanjuti soal bagaimana mengawal proses kampanye pilpres 2014 ini, sehingga tidak adalagi Alat Peraga Kampanye (APK) yang merusak estetika dan dipaku dan terpasang di pohon, seperti saat kampanye caleg yang lalu.

Pada kesempatan yang sama, dalam sesi diskusi, Andika dari Mapala STIPAP Medan, juga menyatakan setuju atas pernyataan Gaban tentang “telah hilangnya ruh kepencinta alaman, karena setiap individu penggiat lingkungan sekarang lebih senang bicara kemping, adventure (petualangan) dan naik gunung saja, jadi saat hobi, prestasi dan profesi menjadi pilihan, maka ruh konservasi justru telah hilang, gugatnya.

Salah seorang alumni STIK-P yang menjadi moderator kegiatan, Darmansyah Lubis bahkan mempertajam pernyataan Gaban tentang, “Adakah bentuk isu peraturan kampanye yang disampaikan KPU dan Bawaslu? Pernahkah hal tersebut benar-benar dijalankan? Apakah KPU pernah menegur para caleg yang saat kampanye lalu, memasang selebaran di taman kota? Atau mungkin saja KPU dan Bawaslu kurang ‘Aware’ terhadap proses pemilu yang mencederai lingkungan, yaitu saat APK seperti spanduk dan baliho merusak estetika, lantas bagaimana wujud produk kebijakan lingkungan lima tahun kedepan? Serta pertanyaan tentang sesama penggiat lingkungan telah berbuat apa sih? Termasuk apa itu filosofi kepencintaalaman, gugatnya.

Sebagai penutup kegiatan, para peserta akhirnya menyampaikan beberapa poin harapan antara lain antara lain apa yang bisa dilakukan sampai dengan 9 Juli 2014 (hari H) ? Apakah sepakat membuat gerakan dan tindakan kongkrit bersama seperti turut serta dalam tim monitoring bersama KPU, Bawaslu, Satpol PP serta stakeholder yang berwenang tentang penertiban alat peraga kampanye agar lebih mengedepankan estetika lingkungan serta keinginan peserta menggagas media online khusus kepencintaalaman khususnya di provinsi Sumut. [rel]

Tags : greenpeacejurnalis

Leave a Response