close
Hutan

Biofuel dan Hutan: Jalan Panjang Perdebatan

Ilustrasi | Foto: euobserver.com

Besarnya optimisme akan kontribusi bahan bakar hayati atau biofuel terhadap ketahanan energi, mitigasi dan pembangunan pedesaan membuka jalan bagi pandangan skeptis tentang keberlangsungan ekonomi dan publisitas buruk soal perebutan lahan terkait serta perusakan lingkungan.

Dalam diskursus yang sangat terpolarisasi antara “mendukung” dan “menentang”, debat menunjukkan sedikit nuansa dan terbawa menjadi dipenuhi asumsi berkualitas rendah. Dengan kondisi sektor biofuel masih dalam masa pertumbuhan, apakah asumsi-asumsi ini benar-benar menopang kecermatan lebih lanjut atau apakah biofuel secara prematur diabaikan?

Hingga saat ini bukti untuk menyatakan ada interaksi antara ekonomi biofuel dan hutan, produksi pangan, serta hak masyarakat miskin desa selalu rumit dalam pengambilan keputusannya, dan tidak seharusnya di-generalisasi dan disederhanakan secara berlebihan. Daripada mengabaikan biofuel begitu saja, perhatian lebih besar seharusnya diberikan pada membangun mekanisme yang tepat untuk mengembangkan sektor-sektor potensial pengembangan, seraya memitigasi potensi kerugiannya.

Biofuel Generasi pertama 
Sebagai respon terhadap perubahan kondisi global, beberapa negara membangun target konsumsi dan produksi biofuel sebagai bagian sebuah pergeseran menuju penggabungan lebih besar sumber energi terbarukan menuju bauran energi dan peningkatan ekonomi rendah karbon.

Pasar besar seperti Uni Eropa, AS, dan akhir-akhir ini Brasil mewajibkan campuran biofuel.

Untuk menjamin campuran biofuel memenuhi tujuan lingkungan di Uni Eropa dan AS, mereka harus memenuhi kriteria ketat keberlanjutan. Bagaimanapun, kritikus menyatakan bahwa tindakan tersebut belum memadai sebagai perlindungan terhadap seluruh rentang potensi dampak merugikan kebijakan seperti itu.

Contohnya, dengan merangsang permintaan untuk apa yang disebut tanaman-pertanian-flex (yaitu tanaman yang bisa digunakan untuk beragam kegunaan, termasuk pangan), hal ini dinyatakan bisa mengalihkan pertanian pangan untuk konsumsi energi, mengancam pemenuhan pangan dan stabilitas harga.

Sebagai tambahan, banyak yang berpendapat bahwa ketika perubahan lahan tidak langsung (iLUC) terjadi, banyak biofuel tidak akan memenuhi target reduksi gas rumah kaca (GRK), yang biasanya hanya dipertimbangkan terhadap perubahan lahan langsung. Sebagai respon terhadap kritik ini, pada 2013 Uni Eropa menerapkan pendekatan baru, termasuk membatasi jumlah biofuel berbasis-pangan yang bisa digunakan dan sebagai kriteria tambahan berkaitan dengan GRK yang diemisi dari iLUC.

Lebih jauh lagi, banyak negara mulai mempertanyakan keberlangsungan ekonomi biofuel, sejalan dengan rendahnya harga bahan bakar seringkali membutuhkan subsidi substansial untuk menjamin bahwa produsen biofuel tidak malah mengincar pasar pangan yang lebih menguntungkan, di tengah ekspansi besar tuntutan pasar pangan.

Biofuel Hanya Menambah Tekanan 
Kekhawatiran ini, seharusnya dipandang sebagai satu perspektif. Walaupun produksi total biofuel berkembang lebih dari sepuluh kali lipat antara 2000 dan 2010, hanya 9 persen minyak sayuran produksi global digunakan untuk membuat biofuel.

Di banyak negara, ethanol banyak diproduksi dari sisa molases dan bukan dari jus tebu. Oleh karena itu, hubungan antara biofuel dan jenis perubahan penggunaan lahan yang tidak diinginkan seperti deforestasi seringkali tidak langsung dan tidak dalam proporsi untuk memberi tekanan dari ujung lain pasar. Yang terakhir mendapat dorongan kuat dari tuntutan manfaat pangan mereka dan meningkatnya konsumsi daging di negara yang ekonominya bangkit seperti India dan China.

Mengingat batasan penggunaan tanaman kunci bagi produksi biofuel, debat mengenai dampak terbesar ada di wilayah proyeksi. Lebih jauh, walaupun upaya analitis penting telah dilakukan sejauh ini, menduga dampak iLUC terhadap konversi hutan masih sulit dibangun dalam praktik dan masih membutuhkan perbaikan metodologis secara substansial. Sebagai tambahan, penelitian menyarankan bahwa emisi GRK yang dikembangkan dari konversi lahan untuk bahan baku biofuel bisa memerlukan beberapa dekade atau bahkan abad untuk dibalikkan. Hingga saat ini, bagaimanapun, jejak lingkungan rinci mengenai biofuel masih belum jelas.

Sumber: blog.cifor.org

Tags : biofuelenergihutan

Leave a Response