close
Hutan

FFI Gunakan Drone Pantau Hutan Aceh

Foto dari Drone yang diterbangkan di wilayah Jantho memperlihatkan lahan-lahan terbuka dan padang penggembalaan ternak | Foto: Dok. FFI IP Aceh

Foto dan video udara yang dihasilkan oleh pesawat tanpa awak atau drone jadi referensi antara lain untuk penanggulangan konflik satwa, pengendalian kebakaran hutan maupun pemantauan lokasi bencana alam.

Biasanya pesawat diterbangkan di wilayah hutan untuk memantau kondisi tutupan hutan dan pergerakan satwa. Penerbangan di kawasan hutan juga berbahaya karena kondisi permukaan tanah yang tidak datar. Area pendaratan pesawat juga kadang sulit ditemui.

“Kami sudah berpuluh kali terbang di Cagar Alam Jantho serta beberapa tempat lain di Aceh. Mulanya, pesawat ini diterbangkan untuk memantau konflik gajah dengan manusia. Banyak gajah yang mengganggu kebun-kebun petani, tapi jarang yang mendapat informasi ke mana arah perginya gajah setelah merusak kebun,” papar staf FFI, Munirwan.

Dia menambahkan kalau tidak tahu ke mana arah perjalanan gajah, maka kita tidak dapat melakukan langkah antisipasi. Dengan mengetahui itu, biasanya masyarakat dan pemerintah dapat segera menghempang pergerakan gajah dan mengarahkannya kembali ke dalam hutan.

Namun sayangnya informasi drone belum terkoneksi dengan baik dengan sistem penanganan konflik satwa. Butuh upaya lebih untuk meyakinkan pemerintah agar dapat menangani konflik satwa secara menyeluruh.

Drone terbang melintasi perbukitan | Foto: Syafrizaldi
Drone terbang melintasi perbukitan | Foto: Syafrizaldi

Kalau sudah terbang, lanjut Munirwan, seringkali drone mendapatkan foto-foto udara yang menarik disimak. Tak jarang juga drone membawa pulang foto bekas pembalakan, pembukaan hutan untuk dijadikan tambang terbuka atau kebun, bahkan bekas kebakaran.

Informasi seperti ini penting bagi banyak pihak untuk memahami lebih jauh apa yang terjadi dengan habitat satwa liar. Setidaknya, foto-foto udara ini akan menjadi rujukan bila akan melakukan penanganan konflik satwa, penanganan kebakaran hutan, perambahan dan penegakan hukum.

Pada penerbangan di Krueng Raya, Aceh Besar, 19 Juni yang lalu, Munirwan mendapatkan foto dan video pantauan udara yang menggambarkan kondisi tutupan lahan kering.

Video drone menangkap bekas pembukaan lahan di Aceh Jaya | Foto: Dok. FFI IP Aceh)
Video drone menangkap bekas pembukaan lahan di Aceh Jaya | Foto: Dok. FFI IP Aceh)

Daerah ini memang dikenal dengan kegersangannya. “Tapi informasi ini akan bermanfaat kalau banyak pihak mau bekerja untuk melakukan perbaikan kondisi lahan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Munirwan juga melakukan penerbangan di Pidie untuk memantau kondisi pasca gempa bumi pada November tahun lalu. Menurutnya, kerusakan akibat gempa juga dapat dipantau melalui udara.

Hasil pemantauan ini bermanfaat untuk menentukan lokasi mana saja yang membutuhkan penangan mendesak ketika jalur darat tidak bisa ditempuh.

Penggunaan drone sebagai alat bantu pemantauan udara tentunya tidak memerlukan biaya mahal. Pemerintah bisa menyediakan peralatan ini dan melatih pegawai untuk mengoperasikannya.  []

Sumber: NGI

Tags : FFIhutanilegal logging

Leave a Response