close
Hutan

Program Nawacita Jokowi Masih Khayalan

Ilustrasi | Foto: Burung Indonesia

Kamar Masyarakat Dewan Kehutanan Nasional (KM DKN) bersama dengan Perkumpulan HuMa Indonesia mengadakan Workshop dengan tema “Menyikapi Perubahan Kelembagaan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta RPJMN 2015 – 2019 yang terkait Perubahan Iklim”. Workshop tersebut sekaligus menegaskan posisi DKN khususnya Kamar Masyarakat dalam melihat penggabungan yang terjadi di tubuh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam workshop tersebut, terdapat tiga hal utama yang disoroti oleh KM DKN, yakni; Perhutanan Sosial dan Kemitraan, Tenure dan Resolusi Konflik, serta Perubahan Iklim. Tiga hal tersebut menjadi sorotan utama KM DKN karena ketiga hal tersebut juga lah yang paling bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat adat/lokal yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Dalam workshop tersebut, KM DKN menegaskan bahwa penggabungan ditubuh Kementrian LHK harus dapat berjalan dengan efektif, tanpa terhambat permasalahan teknis akibat dari penggabungan, jangan sampai kemudian penggabungan tersebut justru menghambat kinerja dari Kementerian LHK.

Political will dari Kementrian LHK belum berujung pada aksi nyata. Terlalu banyak peraturan yang dikeluarkan oleh Kementrian tersebut, namun untuk implementasi dilapangan masih belum terlihat,” tegas Anggota Presidium DKN utusan Kamar Masyarakat Regio Sulawesi, Andreas Lagimpu.

Salah satu ukuran belum terlihatnya implementasi peraturan-peraturan tersebut adalah belum diimplementasikannya putusan MK 35 secara nyata. “Masih belum terlihat komitmen Kementerian LHK terhadap implementasi putusan MK 35, bahkan Pemerintah Pusat justru berkontribusi terhadap kebingungan implementasi putusan MK 35 di level daerah. Surat edaran Kementerian Kehutanan Nomor. 1 Tahun 2013 Tentang Implementasi Keputusan MK. 35  menyebabkan miss interpretasi di tingkat daerah, dan hal ini perlu segera diklarifikasi oleh KLHK, agar kesalahpahaman tersebut tidak muncul kembali dan implementasi MK 35 dapat terwujud,” tandas Apolos Dewa Praingu, Konstituen Kamar Masyarakat DKN dari Regio Bali dan Nusa Tenggara

Menyoroti isu perhutanan sosial, KM DKN menanggap bahwa skema perhutanan sosial yang ditawarkan oleh Negara sering kali dianggap ideal dan dapat diterapkan diseluruh wilayah Indonesia, padahal kenyataan dilapangan, wilayah Indonesia yang beragam suku dan budaya juga menjadikan model keberagaman dalam skema pengelolaan hutan.

“Skema hutan adat dapat menjadi jawaban untuk model pengelolaan hutan berbasis masyarakat, karena di dalam skema hutan adat, nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah sudah terakmodir dan terealisasikan terlembagakan dalam model pengelolaan hutan oleh masyarakat adat/lokal”, ujar Yanes Balubun, Anggota Presidium DKN utusan utusan Kamar Masyarakat Regio Maluku.

KM DKN melihat, bahwa terdapat tidak sinkronnya kebijakan , misalnya inkosistensi kebijakan tata ruang dan penegakan hukum. “Agenda nawacita yang didorong oleh Presiden Joko Widodo akan mengalami kegagalan, karena lahan pertanian beralih fungsi menjadi areal industri. Jika seperti ini, maka hanya semangatnya saja yang nawacita, tetapi implementasinya terintervensi oleh Pasar”, dan dinamika politik global sebut Pak Rustam , Konstituen Kamar Masyarakat DKN Regio Sumatera.

Di salah satu agenda Nawacita Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa prioritas pembangunan akan dilakukan mulai dari pinggiran yang artinya mulai dari perdesaan, daerah pedalaman dan wilayah perbatasan. Seperti telah diketahui bersama bahwa wilayah pinggiran selama ini kurang mendapat perhatian dari berbagai Program pembangunan yang berdampak terjadinya kemiskinan. Kemiskinan yang berkepanjangan menyebabkan wilayah perdesaan, daerah pedalaman dan perbatasan rawan konflik sosial.

“Dalam menangani konflik dan kemiskinan, pemerintah telah menyiapkan serangkaian kebijakan dan program, namun pada faktanya  justru “Kriminalisasi”  terhadap masyarakat masih terus berlangsung, seperti yang menimpa seorang Nenek di Situbondo Jawa Timur,”tutur Sungging Septivianto, Anggota Presidium DKN utusan Kamar Masyarakat Regio Jawa.

“Selain kriminalisasi, tekanan dari preman bayaran dan aparat keamanan terhadap Masyarakat Samin di Pati dan Rembang Jawa Tengah yang keberatan atas rencana  pendirian pabrik semen juga tidak berkesudahan. Akibat tekanan ini, masyarakat di Rembang memutuskan masih tinggal didalam tenda hingga hari ini dan hidup dalam situasi penuh dengan rasa cemas,”lanjut Sungging.

Sudah saatnya Pemerintah melakukan pembenahan dalam berbagai kebijakan dan peraturan untuk menghindari berbagai konflik yang bekepanjangan. Pembangunan memerlukan pengorbanan tetapi bukan berarti mengorbankan kepentingan dan hak-hak Konstitusional masyarakat . [ rel ]

Tags : hutanjokowi

Leave a Response