Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh (BKSDA) dan Polda Aceh, hari ini menandatangani nota kesepahaman bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) di Hotel Grand Aceh Banda Aceh. Pihak BKSDA langsung dihadiri oleh kepalanya yaitu Genman Hasibuan, S.Hut, MM, sementara dari Polda Aceh diwakili oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus, Kombes Drs. Joko Irwanto, M.Si. Isi Mou ini menyangkut Standar Operating Procedure (SOP) Penanganan Awal Terpadu Tindak Pidana terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilindungi di Propinsi Aceh.
Ketika memberikan sambutan, Kombes Drs. Joko Irwanto, M.Si menyatakan bahwa begitu banyak spesies satwa dan tumbuhan liar yang dilindungi terdapat di Aceh. “Ada 300 fauna, belum lagi flora yang harus dilindungi, yang polisi sendiri tidak hafal semuanya,”katanya. Menurutnya, flora dan fauna tersebut merupakan amanah dari Allah SWT untuk dilestarikan dan dijaga dengan baik. “Jangan kayak harimau Jawa yang sudah punah, apa kita mau Harimau Sumatera bernasib serupa,”tambahnya.
Pada beberapa waktu lalu Polda Aceh juga telah meluncurkan SMS Centre pengaduan untuk tindak pidana perusakan lingkungan. Bagi masyarakat yang mengetahui terjadinya tindak pidana lingkungan dapat melaporkan ke nomor 0811 677 1010. Pelapor akan dirahasiakan identitasnya dan tidak diminta menjadi saksi kasus.
Kekayaan Aceh
Aceh merupakan satu‐satunya provinsi yang masih secara lengkap menyimpan kekayaan spesies satwa seperti Gajah Sumatera (Elephas Maximus), Orangutan Sumatra (Pongo Abelii), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraenus) dan Badak Sumatra (Dicerorhinus Sumatrensis). Keberadaan berbagai satwa liar yang dilindungi ini sangat penting dan esensial bagi terciptanya keanekaragaman hayati (biodiversitas) untuk menjaga keseimbangan ekosistem, menuju kelestariannya.
Secara umum, Undang‐undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) telah memandatkan untuk melestarikan sumber daya alam ini untuk mendukung kesejahteraan dan meningkatkan mutu kehidupan manusia, melalui perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis flora dan fauna beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari. Terciptanya penegakkan hukum terpadu yang konsisten adalah semata untuk melaksanakan amanat peraturan dan perundang‐undangan ini.
Dalam kerangka upaya terciptanya penegakan hukum secara terpadu, pihak Kapolri, Kejaksaan Agung dan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2011 telah menandatangani Kesepakatan Bersama Nomor: 11/MENLH/07/2011, Nomor B/20/VII/2011, Nomor: KEP‐156/A/JA/07/2011 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan dan optimalisasi penegakan hukum lingkungan hidup antara Kementerian Lingkungan Hidup. Strategi yang disepakati oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia adalah kerjasama melalui koordinasi, harmonisasi pemaknaan hukum/ persamaan persepsi dalam menghadapi kasus lingkungan hidup, peningkatan kapasitas dan kompetensi, pertukaran data dan informasi serta pembentukan Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu.
Di Aceh, dengan dukungan pihak LSM, telah terbentuk forum Gakkumdu yang terdiri dari pihak Polda Aceh, berbagai dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Aceh, Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Aceh telah beberapa kali melakukan pertemuan rutin di Banda Aceh. Wadah bersama ini berjalan sebagai sarana diskusi untuk pengkinian dan tukar‐menukar informasi serta pengetahuan antar pihak, khususnya dengan pihak Kejaksaan maupun dengan dinas‐dinas terkait lainnya yang memiliki anggota dengan fungsi sebagai PPNS. Di tahun 2015 ini, melalui skema pendanaan TFCA‐Sumatera, LSGK melanjutkan dukungan terhadap proses penegakkan hukum terpadu yang efektif dan efisien ini, demi mendukung terciptanya keterpaduan kerjasama para pihak yang bertanggung jawab pada proses penegakan hukum di wilayah Aceh.
SOP ini sebagai pedoman bagi hubungan tata cara kerja (HTCK) yang lebih baik antar instansi penegak hukum terkait di Aceh, khususnya pihak PPNS BKSDA Aceh dan Penyidik Polri. Panduan tertulis untuk penanganan awal Tindak Pidana terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TPTSL) yang dilindungi di Provinsi Aceh diharapkan akan dapat menjadi pedoman bagi para penyidik tersebut. Penyusunan Nota Kesepahaman Bersama dan SOP TPTSL dilaksanakan oleh Tim Pokja dilakukan sejak bulan Oktober tahun 2015. Tim Pokja penyusunan terdiri dari penyidik dari Ditreskrimsus Polda Aceh, Direktorat Bidang Hukum Polda Aceh, Direktorat Binmas Polda Aceh, PPNS dan tenaga ahli BKSDA Aceh, FFI Banda Aceh, LSGK, LBH Banda Aceh dan ACCI.
Pada tanggal 18 Januari 2016, Tim Pokja dimaksud telah menyelesaikan draft Naskah Kesepahaman Bersama dan SOP TPTSL yang menghasilkan draft final yang akan ditandatangani. Berdasarkan pertemuan tersebut, BKSDA Aceh dan Ditreskrimsus Polda Aceh menyepakati pelaksanaan Penandatanganan dan sekaligus Sosialisasi Nota Kesepahaman Bersama dan SOP TPTSL di Provinsi Aceh tersebut ke para stakeholder pemerintahan Provinsi Aceh, penggiat lingkungan hidup dan kalangan media.[rel]