close
Ilustrasi tambang batubara | Foto: int

Kerusakan lingkungan akibat adanya pembangunan kanal untuk penampungan dan lalu lintas batubara di Kabupaten Tapin Selatan, Kalimantan Selatan terus meningkat. Semestinya,kanal itu ditutup.

“Nampaknya sangat mengkhawatirkan apa yang sedang terjadi di sana, dan saya harap teman-teman di sana, komunitas warga dan ornop lokal dapat melakukan sesuatu untuk menghentikan pengrusakan yang sedang terjadi,” ujar Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting kepada Wartawan di Jakarta, Rabu (16/4/2014).

Dijelaskan, Greenpeace mengadvokasi dan mengajak masyarakat untuk beralih pada pada energi yang terbarukan.

“Greenpaeace memang bekerja untuk isu tambang, saat ini fokus pada industri hilirnya yaitu di isu PLTU Batubara. Kami mengadvokasi agar kita berhenti menggunakan batubara dan beralih segera ke energi terbarukan,” tuturnya.

Warga di sekitar kanal yang dibangun seorang pengusaha bernama Suharya dengan Tata Group sebagai pemodal, dituding menimbulkan kerusakan lingkungan bahkan penyakit.

“Di balik Suharya dan pembangunan kanal ada Tata Group. Warga menderita penyakit gatal-gatal, debit air sungai yang turun, persawahan juga rusak,” ujar Bambang, salah satu warga Tapin Selatan kepada Wartawan.

Warga lainnya juga mengeluhkan kondisi lingkungan yang makin rusak itu. Namun, mereka mengaku pasrah tidak bisa berbuat apa-apa. “Lingkungan sudah rusak, kami juga sudah tidak melihat Bekantan,” keluh Abidin, warga lainnya.

Kanal tersebut, ternyata tidak saja telah merusak lingkungan di daerah Tapin Selatan, juga telah mengusik habitat Bekantan, spesies monyet berhidung lebar dan panjang, satwa langka yang dilindungi.

Sebelumnya, sebuah forum dialog pernah digelar untuk mengupas kondisi lingkungan di kawasan itu yang rusak, termasuk terancamnya habitat bekantan. Forum dialog itu dihadiri Bupati Tapin Arifin Arpan, Sekretaris Daerah Tapin Rachmadi, Tim Peneliti Bakantan dari IPB dan UNLAM, Asisten Pemerintahan Dan Kesra Yunus, Kepala SKPD di lingkup Pemkab Tapin, Staf Ahli Bupati, para camat di Tapin, pihak perusahaan, dan Kepala Desa setempat.

Menurut Hadi S Ali Kodra Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB dan Presidium WWF Indonesia dan pembantu WWF International, lingkungan dan populasi Bekantan di sana kian terancam.

“Ada Bekantan di Kanal Sungai Putting Kabupaten Tapin yang saat ini memerlukan bantuan, dan populasinya terhitung tinggal sekitar 190 ekor. Kondisinya dalam keadaan tertekan. Pihak Kami memiliki niat tulus untuk menjaga satwa Bakantan ini agar tidak punah, dan cita-cita luhur kami nantinya ada peninggalan yang baik untuk warga setempat,” kata Hadi dalam forum tersebut.

Sementara itu, Suharya belum dapat memberi penjelasan terkait masalah itu. Saat dihubungi wartawan, ia mengaku sedang berada di luar negeri.

Sumber: beritasatu.com

Tags : batubaragreenpeace

1 Comment

Leave a Response