close
Ilustrasi | Foto: dw.de

Banda Aceh – Hutan-hutan yang berada di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang serta dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) menghadapi ancaman kehancuran. Berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan hutan tersebut, mulai dari alih lahan fungsi lahan, ilegal logging, pembukaan pemukian, perambahan hutan, penangkapan hewan liar dan berbagai gangguan lain. Sementara itu fungsi-fungsi yang menjaga kelestarian hutan masih sangat lemah sehingga tidak berjalan semestinya.

Kurniawan S | Foto: P3KA

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Aceh (P3KA) menyampaikan hal tersebut diatas dalam kegiatan diseminasi hasil penelitian mereka yang bertajuk “Optimalisasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Timur dan Aceh Tamiang”, Rabu (9/5/2018) di Banda Aceh. Sejumlah peneliti dari P3KA hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Kurniawan S, T. Muhammad Zulfikar, Muhammad Nizar, Bahagia, Fadila dan Munzami HS. Penelitian ini berlangsung semenjak pertengahan tahun 2017 yang dilaksanakan di dua kabupaten tersebut.

Adapun lokasi yang menjadi fokus penelitian ini adalah desa-desa yang bersisian dengan hutan KEL. Hal ini dilakukan mengingat masyarakat desa tersebut telah berinteraksi dengan KE selama jangka waktu yang lama. Selain itu banyak kasus yang menyangkut perusakan hutan terjadi di desa-desa tersebut.

Ketua P3KA yang juga peneliti, Kurniawan, menyampaikan pemaparannya tentang kondisi sosial budaya masyarakat di daerah yang berdekatan dengan KEL. Selain itu Kurniawan menyampaikan analisis berdasarkan aspek legal sosial yang menjadi landasan kebijakan kehutanan.

T. Muhammad Zulfikar | Foto: P3KA

Bertindak selaku moderator adalah T. Muhammad Zulfikar, yang dalam pengantarnya menyampaikan bahwa semua kecamatan yang berada diperbatasan KEL mengalami kegiatan perambahan hutan yang parah. Hal ini terjadi karena hutan telah menjadi sumber mata pencarian bagi penduduk sekitar. Masyarakat sekitar hutan yang umumnya masyarakat miskin tidak mempunya lahan produktif yang dapat mereka jadikan tempat mencari nafkah.

Hal lain yang menonjol hasil dari penelitian ini adalah posisi garis batas KEL yang banyak tidak diketahui baik oleh masyarakat maupun aparat pemerintahan. Hal ini menyebabkan masyarakat masuk jauh ke dalam hutan dan tanpa sadar telah memasuki kawasan terlarang untuk kegiatan manusia. Aparat pemerintah juga kesulitan menjelaskan kepada masyarakat sejauh mana tapal batas KEL. Sosialisasi tapal batas KEL perlu mendapat perhatian khusus.

KEL memiliki luas sebesara 2.255.577 Ha yang mencakup 40% total luas Propinsi Aceh serta melintasi 13 kabupaten/ kota yang di Aceh. Menurut organisasi HAKA, kerusakan hutan dalam KEL pada tahun 2016 sebesar 4.097 Ha.

Menjadi tugas utama pemerintah dan dibantu oleh masyarakat untuk membenahi KEL yang ancaman kerusakannya sudah di depan mata. Membenahi lewat kebijakan yang pro lingkungan dan penganggaran yang memadai untuk pemantauan hutan Aceh.

 

 

 

 

 

 

Tags : aceh timurKELtamiangYEL

Leave a Response