close
Orangutan M Salah dievakuasi dari daerah terisolir | Foto: Tim SOCP

Satu individu orangutan Sumatera (Pongo abelii) berjenis kelamin Jantan berhasil diselamatkan oleh tim dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia dalam program Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). Orangutan tersebut terisolir sebuah fragmen hutan kecil dan sempit yang dikelilingi oleh kelapa sawit di Kawasan Rawa Gambut Tripa, yang merupakan sebagian dari Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh, Indonesia.

Tim YEL-SOCP yang terdiri dari dokter hewan drh. Pandu Wibisono dan Manajer Operasional SOCP Asril Abdullah, S.Si serta petugas Balai KSDA Aceh berhasil menyelamatkan orangutan dari lokasi tepatnya di Desa Blang Mee (Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan kemudian dibawa ke Pusat Reintroduksi Orangutan SOCP, di kawasan Cagar Alam Jantho, Aceh Besar, dan telah dilepasliarkan kembali ke hutan alam Kamis pagi  (31/08/2018).

Orangutan jantan dewasa ini diberi nama “M. (Mawas) Salah” oleh tim penyelamat di lokasi, karena sambil melaksanakan tugasnya, tim membahas piala dunia sepakbola dan pemain terkenal tim Liverpool di Inggris, Mohamed Salah.

Dari hasil pemerikasaan kesehatan awal, Orangutan “M Salah” diperkirakan berumur antara 30-35 tahun, dan berat badannya sekitar 65 kilogram. Informasi oleh drh. Pandu juga mengatakan bahwa kondisi fisiknya cukup sehat, apalagi untuk orangutan yang sudah cukup lama hidup di habitat yang sumber makanan alaminya sangat terbatas.

Drh. Pandu Wibisono, menjelaskan, “Hasil cek kesehatan awal, orangutan “M Salah” ini terlihat sehat, hanya saja dia terlihat sedikit stress. Hal tersebut dapat disebabkan karena dia telah terisolasi di daerah seperti ini”.

Manajer Operasional SOCP, Asril, S.Si menyampaikan, “Jika kita tidak melakukan penyelamatan, besar kemungkinan orangutan akan mati disana akibat kelaparan ataupun dibunuh oleh masyarakat. Orangutan Jantan ini dikabarkan sudah mengganggu lahan pertanian masyarakat, termasuk memakan bibit kelapa sawit muda dalam upayanya untuk bertahan hidup.”

Sebenarnya bibit sawit bukan diet alami atau yang sehat untuk orangutan, akan tetapi jika tidak ada sumber makanan lain orangutan ini terpaksa turun dan mencobanya”.

Direktur SOCP, Dr. Ian Singleton dari PanEco Foundation yang juga ikut dalam kegiatan penyelamatan menjelaskan, “Sebenarnya kami merasa sedih jika harus menangkap orangutan liar dan bebas dari habitat aslinya. Tetapi dalam kasus seperti ini dimana habitat aslinya sudah dimusnahkan, tidak ada pilihan lain selain menyelamatkan ke tempat yang lebih aman di Jantho.”

Orangutan “M Salah” ini akan memiliki kesempatan bertahan hidup dan tetap berkontribusi terhadap generasi orangutan Sumatera, sekaligus untuk pelestarian spesiesnya. Kemungkinan besar dia akan dibunuh jika tidak diselamatkan, maka tidak punya pilihan selain mencoba membantu mentranslokasinya. Dengan begitu, setelah ditranslokasi ke hutan yang lebih aman, “M Salah” akan bergabung dengan lebih dari 100 individu orangutan lain yang telah dilepasliaarkan, sebagai upaya untuk membangun populasi baru spesies sangat terancam punah ini di alam liar”.

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, M. Si mengatakan, “Dengan jumlah orangutan Sumatera yang tersisa diperkirakan hanya sekitar 13.000-an, orangutan Sumatera terdaftar oleh IUCN (Badan Konservasi Alam Dunia) sebagai jenis satwa yang ‘Sangat Terancam Punah’. Selain itu, Orangutan juga dilindungi secara tegas dibawah hukum Indonesia, dengan potensi denda sebesar Rp 100,000,000 dan hukuman kurungan selama 5 (lima) tahun jika membunuh, menangkap, memelihara atau menjualnya”.

“Kami telah dan akan terus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus pembunuhan, penangkapan, dan pemeliharaan orangutan secara illegal, dengan tujuan bahwa kasus-kasus ini akan menjadi efek jera kepada siapa saja yang akan menangkap atau membunuh orangutan, dan juga kepada orang yang membeli atau menerima orangutan dari orangutan lain secara illegal”, tegasnya.

Lokasi penyelamatan orangutan “M Salah” berada di Kawasan Rawa Gambut Tripa, di Kawasan Ekosistem Leuser, yang menjadi fokus masyarakat dunia tahun 2012 ketika terdapat banyak titik api dan kebakaran berskala besar di perkebunan kelapa sawit, yang memusnahkan ribuan hektar hutan rawa gambut dan keanekaragaman hayatinya, dan melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfir. Kejadian ini mengakibatkan beberapa kasus hukum berupa tuntutan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap pengusaha-pengusaha perkebunan kelapa sawit.

Beberapa tuntutan tersebut berhasil memberikan denda dalam jumlah besar dan hukuman penjara terhadap pengusaha dan pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum.

“Kami telah dan akan terus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus pembunuhan, penangkapan, dan pemeliharaan orangutan secara illegal, dengan tujuan bahwa kasus-kasus ini akan menjadi efek jera kepada siapa saja yang akan menangkap atau membunuh orangutan, dan juga kepada orang yang membeli atau menerima orangutan dari orangutan lain secara illegal,”tegasnya.

Sejak tahun 2001, SOCP telah menerima lebih dari 370 orangutan di pusat karantina dan rehabilitasi orangutan yang berada di Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Lebih dari 280 diantaranya telah dilepasliarkan di kedua pusat reintroduksi yang dikelola YEL-SOCP di Provinsi Jambi dan di Jantho, Aceh. Sebanyak 105 orangutan lainnya telah dilepaskan ke hutan Jantho, Provinsi Aceh sejak 2011.[rel]

 

 

Tags : ian singletonorangutanrawa tripaYEL

Leave a Response