close
Kebijakan Lingkungan

Menyaksikan Kehancuran Alam Aceh Didepan Mata

Ilustrasi hutan Aceh | Foto: google.com

Di sebuah desa dekat perkebunan kelapa sawit, dari sini suara buldoser dan gergaji mesin yang sedang bekerja menggunduli hutan di perbukitan, dapat didengar dengan jelas. Hutan lindung ini secara resmi dilarang untuk diubah fungsinya namun sayangnya terus menjadi sasaran ekspansi perusahaan.

Provinsi Aceh, terkenal karena konflik dan bencana alam, musibah yang menghambat pembangunan ekonomi tetapi membantu melestarikan kawasan hutan, salah satu ekosistem terkaya di dunia. Pecinta lingkungan sekarang mengamati pembukaan hutan perawan dengan cepat memberi jalan bagi bencana lingkungan, Orangutan terancam punah, harimau dan gajah terusir dari habitatnya dan memicu tanah longsor dan banjir bandang.

Sebagian besar deforestasi saat ini ilegal, tetapi jika rencana penggunaan lahan yang diusulkan oleh Gubernur Aceh , Zaini Abdullah , disetujui oleh pemerintah nasional, hutan lindung bisa dirubah menjadi hutan produksi, membuka jalan bagi logging, kelapa sawit dan konsesi pertambangan. Pemerintah Aceh bersikeras perubahan kawasan diperlukan untuk mengembangkan ekonomi lokal.

” Mereka sangat bersemangat membangun jalan baru dan membuka hutan, ” kata Direktur WALHI Aceh, Muhammad Zulfikar, organisasi non-pemerintah yang menentang rencana perubahan kawasan tersebut. ” Pemerintah harus melihat tidak hanya dari sudut pandang politik atau investasi semata. Untuk apa mengembangkan invetasi jika hanya mengarah ke bencana alam di masa depan? ”

Proposal Gubernur Zaini ini berlawanan dengan keinginan banyak pihak yang menagih janjinya melindungi alam di Aceh melawan eksploitasi. Ini juga menggambarkan masalah lebih luas yang dihadapi Indonesia di mana struktur kekuasaan selama 15 tahun terakhir memberikan kontrol kepada pemerintah lokal yang cukup.

” Undang-undang otonomi daerah memberikan kekuatan untuk walikota atau bupati mengelola urusan mereka, untuk memberikan konsesi, menerbitkan izin terkait dengan kegiatan ekonomi, ” kata penasihat hukum kelompok kerja presiden yang bertugas memantau hutan Indonesia, Mas Achmad Santosa.

Sebuah studi terbaru oleh Greenomics, lembaga di Jakarta yang meneliti pengelolaan hutan, mengatakan izin sah untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan – yang berarti dikeluarkan oleh pejabat setempat tanpa persetujuan tingkat nasional – telah mempengaruhi lebih dari 520.000 hektar hutan lindung di Aceh. Direktur Eksekutif Greenomics, Elfian Effendi menyebut  rencana Gubernur Zaini ” upaya untuk melegitimasi operasi izin ilegal”.

Hutan lindung saat ini mencapai sekitar 1,84 juta hektar di Aceh . Ada sekitar 32 juta hektar hutan lindung di seluruh Indonesia. Indonesia mengalami deforestasi tercepat di dunia, sebagian besar untuk membuat perkebunan kelapa sawit. Dari tahun 1990 sampai 2010, sekitar 20 persen luas hutan yang hilang, menurut laporan PBB.

Pada tahun 2010 , Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberlakukan moratorium konsesi penebangan baru sebagai bagian dari kesepakatan dengan Norwegia, yang setuju untuk membayar Indonesia hingga $ 1 miliar untuk pengurangan deforestasi. Pada bulan Mei 2013, SBY memperpanjang moratorium hingga 2015.

Tapi kritikus mencatat bahwa moratorium hanya berlaku untuk konsesi baru sementara pemerintahan yang lemah dan struktur pengelolaan hutan yang rumit menyebabkan wilayah dilindungi terbuka untuk eksploitasi. Misalnya, pemda dapat meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan kembali kawasan lindung yang mereka anggap penting untuk pertumbuhan ekonomi .

Aceh merupakan kasus yang menonjol karena sejarah pemberontakan separatis akhirnya mengarah pada otonomi khusus telah membuat Jakarta berhati-hati untuk campur tangan mengelola sumber daya alam lokal.

” Tindakan penyeimbangan harus dilakukan pemerintah pusat dalam menampung aspirasi rakyat Aceh, tetapi juga memberlakukan hukum nasional, ” kata seorang dosen senior bidang lingkungan dan pembangunan di Universitas Nasional Australia, John McCarthy.[bersambung]

Sumber: nytimes.com

Tags : tata ruang

1 Comment

  1. Benarkah berita ini ?
    Ya Allah, kemanakah pemimpin Aceh yg arif, bijaksana, berpihak pada masyarakat, dan jujur ?
    udah jadi wilayah terkorup, termiskin rakyatnya, sekarang warisan Alam pun mau di makan juga ?
    saya tidak setuju apapun itu alasan nya, yg jelas perusakan alam (dalam hal ini hutan beserta isi nya) memang akan berdampak buruk pada lingkungan dan akhirnya juga pada manusia. apalagi Aceh itu terkenal akan pesona Leuser nya yg apabila hancur maka akan menunggu bencana serius.
    Teringat saya dahulu sungai tamiang airnya jernih, bahkan banjir besar pun tidak keruh airnya. tapi setelah hulunya dibabat dan di jadikan kebun kelapa sawit, sekarang terasa sekali. sekarang air sungai nyaris tidak pernah jernih, bila banjir air seperti lumpur. terutama pasca banjir bandang 2006 silam.
    sekarang kog kenapa ya pemimpin aceh penuh kemunafikan

Leave a Response